RIAU ONLINE, JAKARTA-Hidup anda kemungkinan tidak akan panjang bila anda tak mampu berdiri di atas satu kaki selama 10 detik.
Studi itu menunjukkan bahwa orang paruh baya dan berusia lanjut yang tak mampu berdiri dengan satu kaki selama paling tidak 10 detik memiliki risiko dua kali lipat lebih besar meninggal dunia dalam 10 tahun, ketimbang mereka yang bisa berdiri satu kaki hingga 10 detik.
Seperti dilansir dari The Guardian, Selasa (21/6/2022), studi yang diterbitkan di British Journal of Sports Medicine ini digelar oleh ilmuwan dari Australia, Amerika Serikat, Brasil, Findlandia, dan Inggris.
Penelitian ini digelar selama 12 tahun dan fokusnya adalah mempelajari hubungan antara keseimbangan badan dan kematian.
Keseimbangan badan sejak lama dipercaya sebagai salah satu petunjuk tentang kesehatan tubuh seseorang. Orang yang tak bisa berdiri di atas satu kaki diketahui memiliki risiko stroke lebih besar. Sementara mereka yang sukar untuk menyeimbangkan badan juga biasanya memiliki level kesehatan mental yang rendah.
Adapun hasil studi ini dinilai sangat penting, sehingga para peneliti menganjurkan agar tes keseimbangan tubuh harus dimasukkan dalam tes kesehatan orang usia lanjut di rumah sakit.
Studi ini sendiri melibatkan 1.702 sukarelawan berusia di antara 51- 75 tahun. Penelitian digelar sejak 2008 sampai 2020. Pada awal studi, para sukarelawan diminta untuk berdiri di atas satu kaki selama 10 detik.
Satu dari lima relawan atau sekitar 21 persen peserta dari gagal dalam tes tersebut. Sekitar 10 tahun kemudian, sebanyak 123 orang yang terlibat dalam studi itu meninggal dunia.
Para ilmuwan lalu meneliti usia, jenis kelamin dan kondisi kesehatan relawan yang meninggal dunia tersebut. Hasilnya ditemukan, mereka yang tak mampu berdiri dengan satu kaki selama 10 detik memiliki risiko meninggal dunia karena 84 persen lebih besar karena penyakit apa saja.
Meski demikian para ilmuwan mengatakan studi itu memiliki kekurangan. Salah satunya, semua relawan dalam penelitian adalah orang Brasil berkulit putih. Mungkin hasilnya akan berbeda jika penelitian melibatkan orang dari etnis atau negara lain dikutip dari suara.com