RIAU ONLINE - Seorang perempuan di Jambi merasa tertipu setelah mengetahui bahwa suaminya juga perempuan. Hal ini terungkap setelah menjalani pernikahan selama 10 bulan.
Sebut saja korban bernama Sintia, yang menikahi seseorang yang mengaku bernama Ahnaf Arrafif. Namun kemudian ternyata, seseorang yang ia kenal melalui aplikasi kencan itu bernama asli Erayani.
Sintia dalam kesaksiannya di Pengadilan Negeri Jambi, mengaku tidak tahu jika ternyata suaminya adalah perempuan. Untuk mengelabui korban, pelaku yang saat ini menjadi terdakwa mengaku sebagai dokter dengan rentetan gelar akademis.
Dalam kesaksiannya, Sintia mengatakan, sejak awal dia tidak menaruh curiga kepada terdakwa. Sintia hanya meyakini, suaminya itu pria tulen yang berprofesi sebagai dokter.
Menanggapi pertanyaan Penuntut Umum Kejari Jambi, Sukmawati, Sintia bercerita tentang kronologi perkenalannya hingga menerima pinangan terdakwa. Sintia bilang, terdakwa mendatangi rumahnya di Jambi setelah 2 pekan berkenalan.
Terdakwa datang dari Lahat, Sumatera Selatan dan sempat menginap di penginapan sebelum mendatangi Sintia pada 23 Juni 2021 dan tinggal di rumah Sintia selama kurang lebih sepekan.
Sintia mengakui bahwa terdakwa bersikap baik selama tinggal di rumahnya. Terdakwa yang mengaku sebagai dokter bahkan sempat membantu merawat orang tua Sintia yang sedang sakit.
"Sempat ngobatin ayah saya. Akhirnya saya percaya dia dokter. Dia ngecek tensi, dia nyaranin obat. Saya cuma beli. Awal-awal datang saja dia ngecek kesehatan orang tua," kata Sintia di hadapan Hakim Ketua Alex Pasaribu yang didampingi 2 hakim anggota, Rintis Candra, dan Fytta Imelda Sipayung, mengutip Kumparan.com, Selasa, 14 Juni 2022.
Setelah beberapa lama tinggal di rumah Sintia, jelasnya, mereka akhirnya nikah siri usai mendapat saran dari keluarga dan orang tua angkat terdakwa yang menghubungi Sintia.
"Siapa yang menikahkan kamu?" tanya Sukmawati.
"Pak Imam Sarwono," kata Sintia.
Imam Sarwono juga sekalian bertindak sebagai wali hakim mengingat ayah Sintia dalam keadaan sakit. Bahkan ibunya juga sakit, sehingga tak satupun orang tua Sintia yang menyaksikan pernikahan itu.
Sintia menjelaskan, terdakwa selalu memberi alasan untuk tidak menujukkan identitas aslinya saat ditanya oleh Sintia.
"Saya selalu tanya, katanya sama ibunya lah, gitu sampai 10 bulan," kata Sintia.
Terkait profesi terdakwa yang mengaku sebagai dokter, kata Sintia, terdakwa selalu menghindar.
Tak hanya ditipu secara identitas, Sintia pun menderita kerugian hingga Rp 300 juta lebih. Salah satu besarannya adalah Ro 67 juta, uang orang tuanya yang digelapkan pelaku.
"Uang Rp 67 juta untuk pengobatan orang tua saya," kata Sintia.
Setelah 4 bulan menikah, kata Sintia, ibunya mulai manaruh curiga terhadap terdakwa. Orang tua Sintia bahkan sempat membawa warga untuk menggerebek terdakwa.
"Waktu itu saya bawa warga, waktu itu saya bela dia karena saya kira dia laki-laki. Orang tua curiga dia perempuan," kata Sintia.
Sintia mengaku dijauhkan dari keluarganya oleh terdakwa. Sampai dia dibawa ke Lahat oleh terdakwa.
Kemudian, mengenai hubungan suami isteri setelah mereka menikah, kata Sintia, dia tetap tidak menaruh kecurigaan terhadap terdakwa. dia mengaku belum pernah melihat langsung alat kelamin terdakwa. Saat berhubungan badan, Sintia mengaku terdakwa memang melakukan penetrasi, namun Sintia tidak melihat secara langsung.
Di dalam rumah, kata Sintia, terdakwa selalu memakai pakaian. Kepada Sintia mengaku memiliki kelainan hormon sehingga terjadi benjolan di bagian dada yang sebenarnya adalah payudara.
Meski sudah berprofesi sebagai dokter, Sintia mengatakan kalau terdakwa tidak bekerja. Dia hanya mengaku menjadi bos di perusahaan batu-bara.
Sementara itu, Penasihat Hukum terdakwa, Mirna menanyakan terkait pertimbangan Sintia yang bersedia menikah dengan terdakwa. Sintia mengaku dihubungi oleh ibu angkat terdakwa sebelum akhirnya menikah.
"Katanya ibu kandungnya sudah meninggal karena Covid," kata Sintia.
"Pagi disuruh nikah siri, sorenya baru saya kasih tau ibu saya. Dia sudah tinggal di sini (rumah Sintia). Orang tuanya sudah nelpon," kaya Sintia.
Terdakwa yang mengaku KTP-nya masih belum selesai karena mengajukan pergantian nama menjadi alasan keduanya tidak menikah di KUA.
Upaya membuktikan kelamin pasangannya pun selalu gagal, dan mereka selalu ribut jika sudah membahas hal itu, kata Sintia.
Diakui Sintia, tabungannya sampai habis dipakai terdakwa. Laptop hingga depositonya diambil terdakwa.
"Rp 300 juta lebih totalnya. Deposito saya juga diambil," kata Sintia.
Sintia mengetahui bahwa suaminya seorang perempuan, saat mereka kembali ke Jambi setelah kabur ke Lahat. Ketika itu, Ibu Sintia melaporkan terdakwa ke polisi soal pemalsuan gelar perguruan tinggi.
Di Jambi, ibu Sintia sudah kadung curiga dan memaksa terdakwa membuktikan jenis kelaminnya.
"Tahu dia perempuan setelah dibuktikan langsung. Dia buka (pakaian) sendiri di depan saya dan orang tua saya," kata Sintia.
Hakim Anggota, Rintis Candra, menanyakan soal gelar akademis yang diklaim terdakwa yang dan alasan Sintia mempercayai itu.
Dikatakan Sintia, saat mereka berkenalan, terdakwa mengaku berprofesi sebagai dokter. "Ngakunya dokter, kelahiran 1994," kata Sintia.
Terdakwa mengaku lulusan kampus di New York. "Dalam kurun waktu hampir bersamaan kuliah di 5 fakultas. Ditambah spesialis (spesialis bedah syaraf). Saya berpikir bagaimana otaknya orang ini sampai bisa begitu. Saudara tidam curiga?" tanya Hakim Rintis.
"Saya tanya kok kamu bisa begitu. Katanya dia beasiswa. Dia bilangnya itu kuliah di 3 fakultas sekaligus. Saya percaya-percaya saja, karena beberapa orang yang saya kenal pernah kayak gitu," kata Sintia.
"Saudara sempat ketemu keluarga besarnya?" tanya hakim lagi.
"Waktu Desember itu saya dibawa ke Lahat. Ke rumah orang tua angkatnya. Selama1 bulan saya di rumah orang tua angkatnya, saya nggak boleh interaksi dengan keluarganya, saya ikut aja," kata Sintia.
Namun, Sintia mengaku tidak ingat nama universitas yang disebutkan terdakwa. Terlebih lagi, saat menikah kata Sintia, terdakwa tidak menggunakan gelar luar negeri dan beralasan tidak dikenali orang.
"Katanya ribet, orang nggak tau," kata Sintia.
"Itu saudara nggak curiga?" tanya hakim.
Saksi mengaku tidak curiga saat itu. Hakim Ketua Alex Pasaribu, menanyakan alasan Sintia mau menerima pinangan terdakwa.
Sintia beralasan saat itu dia percaya terdakwa adalah laki-laki dan serius ingin menikahinya. "Karena saya cari calon suami, dia datang ke rumah saya, jadi saya terima dengan baik," kata Sintia.
"Kenal di mana? Di Facebook?" tanya hakim.
"Di Tantan pak," kata Sintia.
Dalam perkara ini, Terdakwa Era Yani alias Ahnaf Arrafif didakwa dengan Pasal 93 jo Pasal 28 ayat (7) UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.