Keraton Yogyakarta hingga Alun-alun Dijual Virtual, Ini Kata Pemprov DIY

Alun-alun-Utara-dijual.jpg
(istimewa)

RIAUONLINE, YOGYAKARTA-Sejumlah aset di Provinsi DIY yakni Alun-alun Utara Yogyakarta, Keraton Yogyakarta, Puro Pakualaman, Istana Kepresidenan Gedung Agung hingga Kantor Gubernur diperjualbelikan di metaverse atau ruang virtual.

 

Penjualan virtual map di website nextearth.io ini pun viral karena karena dijual dengan harga yang fantastik dengan mata uang kripto.

Keraton Yogyakarta dijual dengan harga 11.09 USDT. Gedung Agung dijual sebesar 36.84 USDT, Puro Pakualaman sebesar 37.03 USDT dan Alun-alun Utara yang dijual sebesar 56.34 USDT.

Pemda DIY yang mengetahui fenomena tersebut pun menyampaikan tanggapannya. Sekda DIY, Baskara Aji saat ditemui di Kompleks Kepatihan Yogyakarta, Rabu (05/01/2022) mengungkapkan munculnya jual beli virtual ini sebenarnya tidak perlu ditanggapi serius.

"Masak ya kepatihan atau alun-alun secara nyata dijual, ada yang percaya penjualan tersebut? Ini sekedar mencari rating," ujarnya.

Menurut Aji, saat ini Pemda DIY belum akan menindaklanjuti munculnya jual beli berbagai gedung secara virtual tersebut. Sebab hingga kini fenomena tersebut belum berpengaruh apapun.



Namun bila kedepan dirasakan merugikan, maka Pemda kedepan akan melaporkan pelaku. Bahkan bila memungkinkan akan melakukan pengaduan dan memprosesnya secara hukum.

"Kalau nanti memang perkembangannya sampai merugikan ya kita akan melakukan penuntutan ke siapa yang merugikan kita," tandasnya.


Harus Jadi Perhatian Keraton

Cucu Sri Sultan HB VIII, Gusti Kukuh Hestrianing mengaku kaget dengan penjualan secara virtual Alun-alun Utara tersebut. Jika memang dijual maka dengan sedikit berseloroh, ia dan keluarga keraton Yogyakarta akan tinggal di mana.

"Nek kabeh-kabeh didol terus aku manggon nengdi?(Kalau semuanya dijual terus saya tinggal di mana),"tutur lelaki yang akrab dipanggil Gusti Aning ini.

Menurutnya, pengelola aset keraton harus segera bersikap agar ada kepastian terkait kepemilikan. Karena meski virtual, namun harus diantisipasi sedini mungkin. Bukan sesuatu yang mustahil, aset keraton secara virtual dimiliki oleh orang yang tidak berhak dikutip dari suara.com

Pengalaman sejarah sudah membuktikan yaitu perjanjian Giyanti yang banyak dilupakan. Di mana sejak perjanjian Giyanti banyak dilupakan, status-status tanah di Yogyakarta ataupun 4 kerajaan yaitu Kasultanan Ngayogyakarto Hadingrat, Pakualaman, Kasunanan Solo dan Mangkunegaran banyak yang rancu.

"Pengelola aset keraton harus bersikap. Meski virtual juga harus disikapi dengan cara virtual," tandas dia.