Habib Bahar bin Smith (kanan) keluar dari kendaraannya untuk menjalani pemeriksaan perdana di Direktorat Kriminal Umum Polda Jawa Barat, Bandung, Jawa Barat, Selasa (18/12). [ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi]
(ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi)
RIAUONLINE, JAKARTA- Habib Bahar dilaporkan ke polisi atas kasus ujaran kebencian. Polda Metro Jaya menerima dua laporan kasus ujaran kebencian berdasar suku, agama, ras, dan antargolongan atau SARA yang diduga dilakukan oleh Habib Bahar bin Smith.
Kedua laporan dugaan ujaran kebencian Habib Bahar itu dilayangkan pada Desember 2021.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Endra Zulpan mengatakan, laporan pertama dilayangkan pada 7 Desember 2021.
Selain Habib Bahar, pelapor juga melaporkan Eggi Sudjana dalam kasus ini.
Laporan tersebut telah diterima dan teregistrasi dengan Nomor: LP/B/6146/XII/2021/SPKT POLDA METRO JAYA.
"Kemudian 17 Desember 2021 yang dilaporkan Bahar Smith pelaporan terkait dengan hal ujaran kebencian dan bersifat bisa timbulkan permusuhan dan SARA," kata Zulpan di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (20/12/2021).
Laporan kedua, tercatat dengan Nomor: LP/B/6354/XII/2021/SPKT POLDA METRO JAYA tertanggal 17 Desember 2021.
Dalam dua laporan berbeda itu, para pelapor mempersangkakan pasal yang sama. Mereka mempersangkakan dengan Pasal 28 Ayat 2 Juncto Pasal 45A Ayat 2 dan atau Pasal 32 Ayat 1 Juncto Pasal 48 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau ITE dan atau Pasal 14 dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan atau Pasal 207 KUHP.
Respons Habib Bahar
Habib Bahar menanggapi santai adanya pihak yang kembali melaporkan dirinya ke polisi. Dia merasa pernyataan yang dipermasalahkan itu merupakan bentuk kritik terhadap Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Dudung Abdurrachman yang menyebut 'Tuhan bukan orang Arab'.
Hal itu disampaikan oleh kuasa hukum Habib Bahar, Ichwan Tuankotta. Dia mengaku telah menghubungi Habib Bahar usai mengetahui adanya laporan tersebut.
"Responsnya (Habih Bahar) biasa-biasa aja, tadi juga nelpon biasa aja. Karena dia merasa bahwa apa yang disampaikan itu adalah kebenaran kritik sebagai Warga Negara Indonesia yang baik terhadap pimpinannya," kata Ichwan saat dihubungi, Senin (20/12/2021).
Di sisi lain, Ichwan menilai laporan ini membuktikan bahwa rezim saat ini tak jauh beda dengan Orde Baru. Di mana setiap pengkritik dibungkam dengan menggunakan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau ITE.
"Kami menyikapinya itu kan sama aja kaya rezim Soeharto. Jadi nggak ada bedanya. Sekarang ada UU ITE. Semua pengen dibungkam, yang kritik pengen dibungkam," katanya dikutip dari suara.com
"Makanya kalau jadi pejabat kalau nggak mau dikritik nggak usah jadi pejabat," imbuhnya.