RIAU ONLINE, JAKARTA-Pesawat Sriwijaya Air SJ 182 memiliki nama hidung atau nose name "Citra". Itulah nama yang tertera di hidung pesawat B737-500 Sriwijaya Air registrasi PK-CLC, yang jatuh di perairan Kepulauan Seribu pada Sabtu (9/1/2021).
Maskapai Sriwijaya Air memang dikenal gemar memberi nama-nama pada pesawatnya, atau dalam dunia penerbangan lazim disebut nosename. Tak banyak maskapai yang masih mempertahankan tradisi nosename ini di armada pesawatnya.
Garuda Indonesia pernah menggunakan nosename pada tahun '60 sampai '70-an. Seperti di armada DC-8 yang menggunakan nama-nama pahlawan, atau armada DC-9 dengan nama-nama sungai di Indonesia, contohnya Barito, Kapuas, dan Serayu.
Lantas, apa arti nama Citra di hidung pesawat B737-500 Sriwijaya Air? Namun, sebelum membahas siapa atau apa Citra, kita tengok bagaimana penamaan nosename di maskapai Sriwijaya Air. Jika dicermati, ada beberapa klasifikasi nama nosename yang biasa dipakai oleh Sriwijaya Air.
Pertama adalah nama-nama sifat baik dan istilah di Alkitab, seperti: - Megah (B737-200 PK-CJF) - Kemuliaan (B737-500 PK-CLE) - Keberkahan (B737-900 PK-CMO) - Penyeru (B737-800 PK-CMQ) - Tamariska (B737-800 PK-CMH) Kemudian ada klasifikasi nama-nama wanita, seperti: - Shella (B737-200 PK-CJK) - Sharon (B737-200 PK-CJM) - Sherly (B737-200 PK-CJN) - Lomasasta (B737-200 PK-CJO) - Emi/Emilio (B737-200 PK-CJD) Nama-nama tersebut, menurut sumber yang dekat dengan Sriwijaya Air, adalah nama-nama anggota keluarga pendiri Sriwijaya Air.
Selain itu, ada pula klasifikasi nama-nama daerah di Indonesia, khususnya di wilayah Bangka-Belitung, tempat kelahiran Sriwijaya Air. Nama-nama yang dipakai antara lain: - Membalong (B737-200 PK-CJI) - Serumpun Sebalay (B737-200 PK-CJG) - Bukit Kejora (B737-200 PK-CJL) Lalu, ada klasifikasi nama burung.
Tak banyak nama jenis burung yang digunakan Sriwijaya Air, tercatat hanya Elang (B737-300 PK-CJT) dan Rajawali (B737-800 PK-CRE). Tentang nama Citra sendiri, jika menelusuri sejarah berdirinya Sriwijaya Air, kemungkinan nama Citra diambil dari nama usaha penjualan tiket yang dirintis oleh para pendiri Sriwijaya Air, sebelum membuat perusahaan penerbangan.
Adapun nama perusahaan penjualan tiket itu adalah Rajawali Citra Mega Perkasa Travel. Hal ini diperkuat dengan nama-nama di unsur tersebut yang juga digunakan sebagai nosename, seperti Rajawali, Mega, dan Perkasa.
Halaman web archive dari situs Sriwijayaair-online.com sendiri juga menuliskan riwayat maskapai Sriwijaya Air, yang "bermula dari mengembangkan Usaha Penjualan Ticket lewat RCMP (Rajawali Citra Mega Perkasa)". Nama-nama tersebut di atas juga tampaknya bukan asal dipilih saja.
Ada filosofi di balik pemilihan nama itu. Sumber dalam KompasTekno juga mengatakan bahwa para pendiri Sriwijaya Air adalah orang yang penuh filosofi. "Walau misal namanya diambil dari histori Rajawali Citra Megah Perkasa itu, biasanya ada lagi filosofi lainnya. Beliau (pendiri Sriwijaya Air) orangnya sangat filosofis sekali," ujar sumber KompasTekno.
Ia mencontohkan, nama Tamariska yang juga dipakai sebagai nosename pesawat. Tamariska adalah tumbuhan yang bisa bertahan di tengah kondisi gurun yang tandus. "Harapannya Sriwijaya Air bisa tetap tumbuh bagaikan Tamariska, walaupun dalam kondisi yang (susah) seperti gurun tandus," kata sumber tersebut.
Kini, Sriwijaya Air memang tengah dirundung malang dan duka. Pesawat B737-500 yang mengangkut 62 penumpang (termasuk 12 kru Sriwijaya Air) jatuh di perairan Kepulauan Seribu.
Dalam kondisi sulit seperti inilah dibutuhkan kekuatan dan ketegaran dari Sriwijaya Air, layaknya ketangguhan Tamariska di gurun tandus. Artikel ini sudah terbit di Kompas.com