(istimewa)
Selasa, 21 April 2020 06:49 WIB
Editor: Joseph Ginting
(istimewa)
RIAU ONLINE, JAKARTA-Sejak kasus virus corona pertama kali dilaporkan di Wuhan, China, para dokter sudah mengetahui bahwa virus bernama resmi SARS-CoV-2 menyerang paru-paru. Namun, saat ini, para dokter menemukan bahwa pasien COVID-19 dengan gejala akut mengalami kerusakan sejumlah organ tubuh lain, termasuk ginjal dan jantung.
Menurut Dr Eric Cioe-Pena, direktur kesehatan global Northwell Health, New York, virus corona masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernapasan, mulai dari hidung atau mulut menuju ke paru-paru. Untuk menginfeksi seseorang virus ini perlu mengikat enzim yang terdapat pada sel-sel dalam saluran pernapasan.
Ketika virus ini berhasil masuk ke tubuh dan aliran darah, SARS-CoV-2 diduga dapat menyebar dan menyerang organ tubuh lain. Sekali sudah menginfeksi tubuh seseorang, virus ini tidak punya kesulitan untuk menginfeksi sel tubuh lain. Dengan cara itu, virus ini dapat merusak organ tubuh lain.
“Paru-paru merupakan organ yang ditarget oleh virus ini, namun karena imunitas rendah, virus ini juga mampu bergerak dan menyerang ke organ tubuh lain,” kata Cioe-Pena seperti diberitakan Live Science.
Saat merawat pasien COVID-19 dengan gejala parah, Cioe-Pena menemukan bahwa ada sejumlah pasien yang mengalami viral myocarditis atau infeksi pada otot jantung. Ketika salah satu pasien meninggal akibat serangan jantung, menurutnya hal itu disebabkan karena infeksi virus di sekitar jantung.
Sebelumnya, sejumlah pasien telah dilaporkan mengalami masalah pada jantung akibat COVID-19. Menurut studi yang diterbitkan di jurnal JAMA Cardiology pada Maret lalu, sekitar 1 dari 5 pasien di Wuhan mengalami masalah jantung akibat infeksi COVID-19.
Virus corona dilaporkan dapat menginfeksi paru-paru maupun jantung, karena kedua organ tersebut memiliki sejenis sel yang mengandung enzim protein yang dikenal sebagai angiotensin-converting enzyme 2 (ACE2). Enzim ACE2 tersebut merupakan pintu masuk bagi virus SARS-CoV-2 untuk menginfeksi organ tubuh.
Enzim ACE2 juga ditemukan di organ lain, seperti di saluran pencernaan. Dengan demikian, virus ini kemungkinan juga dapat menginfeksi saluran pencernaan dengan cara yang sama dengan saluran pernapasan.
Menurut Cioe-Pena, sejumlah pasien yang tidak mempunyai gejala pada saluran pernapasan, justru mengeluhkan masalah pada saluran pencernaan mereka. Itu berarti virus ini telah menginfeksi organ usus kecil maupun usus besar di tubuh mereka.
Baca Juga
Selain itu, dalam sejumlah kasus, para dokter juga menemukan bahwa terjadi peningkatan enzim yang signifikan pada liver pasien COVID-19. Hal tersebut menandakan bahwa virus SARS-CoV-2 juga menyerang sel-sel pada liver. Bahkan dalam beberapa kasus, pasien COVID-19 mengalami gagal ginjal.
“Ketika sel-sel liver mati, sel tersebut akan tumpah pada aliran darah. Namun liver mempunyai kemampuan regenerasi yang sangat baik, sehingga kemungkinan besar virus ini tidak akan menyebabkan kerusakan jangka panjang pada liver,” kata Cioe-Pena.
Menurut Cioe-Pena, selain disebabkan karena infeksi virus, kerusakan organ tubuh juga disebabkan oleh respons sistem imun tubuh kita sendiri. Salah satunya lewat badai sitokin, yaitu ketika sel imun melepas zat sitokin dalam jumlah besar dan tidak terkontrol sehingga menyerang organ tubuh kita sendiri. Badai sitokin dapat menyebabkan kerusakan paru dan kegagalan organ tubuh.
Selain itu, sejumlah pasien COVID-19 juga dilaporkan mengalami badai sitokin pada otak mereka. Para pasien itu mengeluhkan hilangnya indera perasa dan penciuman akibat infeksi virus SARS-CoV-2 pada sistem saraf perasa dan penciuman manusia yang terdapat di otak.
“Itu adalah respons imun yang luar biasa yang pada dasarnya akan mematikan tubuh kita,” jelas Cioe-Pena.
Masih belum jelas mengapa seseorang bisa memiliki respons imun yang sedemikian kuat ketimbang orang lain. Namun menurut Dr. Erin Michos, ilmuwan kardiologi dari Johns Hopkins School of Medicine, respons imun semacam itu dapat terjadi karena faktor genetik.
Sampai saat ini pengobatan spesifik untuk pasien COVID-19 masih belum ditemukan, sehingga pasien hanya mendapat perawatan sesuai keluhan dan gejala yang mereka alami.
Meski virus SARS-CoV-2 dapat menyerang sejumlah organ, infeksi tersebut tidak selalu menimbulkan kerusakan permanen. Menurut Cioe-Pena, sejumlah bukti menunjukkan bahwa sebagian pasien dapat sembuh total. Organ tubuh seperti ginjal dan liver yang terinfeksi virus tersebut juga dapat kembali bekerja dengan normal.
“Tidak semuanya merupakan kabar buruk. Dalam kasus yang sangat parah, virus itu memang dapat menyebabkan kerusakan permanen. Tapi sebagian besar pasien berhasil pulih seperti sedia kala,” jelasnya.
Paru-paru pasien yang mengalami multifocal pneumonia, pneumonia yang mempengaruhi lebih dari satu bagian dari paru-paru, juga dapat kembali bekerja normal selama pasien tersebut bisa bertahan dari infeksi virus. Bahkan pasien yang mengalami infeksi pada jantung mereka juga dapat pulih seperti semula.
“Pasien yang mempunyai myocarditis atau kerusakan jantung dengan tingkat fatalitas tinggi ternyata berhasil pulih. Itu menandakan mereka bertahan dari infeksi virus ini,” kata Cioe-Pena.
Imunitas tubuh/Pixabay
Menurut Cioe-Pena, fakta organ tubuh pasien COVID-19 dapat sembuh dan kembali normal bukanlah hal yang mengejutkan. Sebab, sebagai virus baru, SARS-CoV-2 belum dikenali oleh sistem imun tubuh sehingga dapat menginfeksi sejumlah organ. Namun jika sistem imun seseorang sudah terbangun, masalah pada organ tubuh akibat virus corona menjadi berkurang.
Namun para pakar kesehatan tetap belum mengetahui seberapa besar respons imun yang dibutuhkan untuk sembuh dari infeksi COVID-19. Namun sekali pasien berhasil sembuh dari COVID-19, meski belum membangun respons imun yang memadai, infeksi virus corona yang kedua kali tidak akan separah infeksi pertama.
Artikel ini sudah terbit di Kumparan.com