Tak Beli Baru, Ternyata Boeing 777-300 ER Milik Garuda Disewa agar Lebih Hemat

Penampak-pesawat-Boeing-777-diduga-sebagai-pesawat-kepresiden-yang-baru.jpg
(instagram Avia.pedia)

RIAU ONLINE, JAKARTA-Penampakan Boeing 777-300 ER milik maskapai Garuda Indonesia yang memiliki tulisan Republik Indonesia di badannya ternyata memang sengaja disiapkan sebagai pesawat kepresidenan baru.

Pesawat tersebut disewa, karena sebelumnya pemerintah sudah punya pesawt kepresidenan jenis Boeing Business Jet atau BBJ 737-800.


Sekretaris Kabinet Pramono Anung menyatakan, pertimbangan menggunakan pesawat sewa dari Garuda Indonesia, karena biayanya dinilai lebih murah jika digunakan untuk perjalanan jarak jauh.


Pesawat Boeing 777-300 ER itu, pertama kali akan digunakan Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk menghadiri KTT ASEAN-US Special Summit pada Maret 2020.


"Salah satu alasannya adalah masalah efisiensi. Jika menggunakan pesawat BBJ 737, butuh transit hingga 3 kali untuk sampai ke Amerika Serikat. Kalau pesawat yang ini (Boeing 777-300 ER) paling transit sekali aja," kata Pramono di Istana Negara, Jakarta, Jumat 28 Februari 2020.


Selain itu, Pramono menjelaskan setiap transit harus mengisi bahan bakar. Sehingga jika dihitung biayanya jauh lebih murah menggunakan pesawat kepresidenan sewa dari Garuda Indonesia.




"Udah lebih mahal, capek, kemudian yang diangkut juga terbatas," kata Pramono.

Pramono menambahkan penyewaan pesawat kepresidenan hanya untuk perjalanan jauh saja. Sementara untuk perjalanan jarak dekat, tetap akan menggunakan pesawat kepresidenan lama.


"Yang jauh-jauh aja. Tapi kalau perjalanan seperti ke Abu Dhabi yang selama termasuk ke Eropa kemarin, masih pake BBJ," ujarnya.

Biaya Transit Pesawat Boeing 777


Terkait biaya transit pesawat yang disebut Pramono mahal, kumparan menanyakan hal itu ke pengamat penerbangan Arista Atmaji. Dia menjelaskan, memang banyak biaya yang harus dibayar saat pesawat transit atau mendarat di sebuah bandara. 

Komponen biaya itu yang utama yakni landing fee, ground handling aircraft fee, navigation fee, parking fee, dan route charges. Di antara semua itu, menurut Arista, yang paling mahal adalah ground handling fee.

"(Dihitung) per pesawat landing dan jenis pesawatnya. Pesawat besar wide body misal Boeing 777, ground handling-nya lebih mahal dibandingkan pesawat narrow body kayak boeing 737 900 Max gitu," kata pendiri Arista Indonesia Aviation Center itu kepada kumparan.


Dia menambahkan, jika di bandara internasional, biaya-biaya tersebut tentunya harus dibayarkan dalam mata uang asing. Sehingga faktor kurs atau nilai tukar juga mempengaruhi besaran biaya yang harus dikeluarkan.

Artikel ini sudah terbit di Kumparan.com