RIAU ONLINE - Salah satu organisasi non pemerintah yang prihatin terhadap dampak negatif sistem perkebunan sawit di nusantara, Sawit Watch mengkritisi sistem kebijakan di hari perempuan ini.
Mereka menilai, kesuksesan bangsa sebagai produsen terbesar sawit dunia tidak diikuti dengan dampak kesejahteraan bagi buruh terutama perempuan.
"Banyak ditemukan praktik kerja eksploitatif seperti pekerjaan tidak tetap dengan ketidakpastian kerja, tunjangan yang kecil, beban kerja yang berat dan diskriminasi terhadap buruh perempuan," kata Direktur Eksekutif Sawit Watch, Inda Fatinaware dalam rilisnya, Jumat, 8 Maret 2019.
Selain itu, pekerja perempuan seringkali dianggap tidak ada. Padahal 15 dari 16 jenis pekerjaan di perkebunan dilakukan oleh mereka.
Mayoritasnya adalah buruh harian. Mereka bekerja tanpa mendapatkan hak permanen sebagai buruh, tanpa kepastian kerja, tanpa dokumentasi perikatan kerja, upah minim dan tanpa perlindungan kesehatan memadai.
Sementara itu spesialis Buruh Perkebunan Sawit Watch, Zidane mengatakan kondisi seperti ini sudah berlangsung lama tanpa tindakan perbaikan dari pemerintah.
“Investigasi Sawit Watch di sejumlah perkebunan sawit besar menemukan pemanfaatan buruh dengan status precariat kerja rentan pada pekerjaan perawatan. Di Sumatera Selatan ada perkebunan sawit yang mempekerjakan lebih dari 1.200 Buruh Harian Lepas dengan mayoritas perempuan," sebutnya.
Hari kerja buruh juga minim. Rata-rata hanya delapan hari setiap bulan dengan upah sebesar Rp 117.000 setiap hari. Sama seperti di Kalimantan Utara, Kalimantan Selatan, Bengkulu dan Kalimantan Tengah.
Padahal tahun 2015 lalu, Menteri Tenaga Kerja menyatakan aspek perlindungan dan peningkatan kesejahteraan para buruh harus diutamakan dalam pengelolaan perkebunan dan industri.
Tahun berikutnya di acara Kongres Perkumpulan Sawit Watch pada tahun 2016 juga dilakukan. Komitmen tersebut seharusnya diimplementasikan, tidak hanya sebatas pernyataan.
Pemerintah Indonesia perlu menata sistem perburuhan yang menempatkan buruh sebagai subjek hidup layak.