RIAU ONLINE - Habib Bahar bin Smith tengah menjadi sorotan di dunia maya setelah ceramahnya yang kontroversial menjadi viral di media sosial. Dalam video ceramahnya, dia menyebut Presiden Jokowi banci.
Habib Bahar, saat mengisi acara reuni akbar 212, Minggu kemarin, menjelaskan bahwa video viral yang sebut Jokowi banci itu merupakan ucapan yang dipotong-potong oleh orang tak bertanggungjawab.
Dia juga menegaskan enggan meminta maaf kepada Jokowi. Bahkan dengan tegas ia memilih membusuk di penjara daripada meminta maaf. Sementara, Habib Bahar telah dicekal oleh Bareskrim Mabes Polri terkait laporan ujaran kebencian itu.
Di sepanjang perjalanannya berjihad membela agama Islam, ternyata tak banyak yang mengetahui siapa Habib Bahar sebenarnya.
Dilansir dari VIVA, Senin, 3 Desember 2018, Habib Bahar mempunyai nama lengkap Sayyid Bahar bin Ali bin Smith. Dia lahir di Manado, 23 Juli 1985 (33 tahun). Bahar merupakan pemimpin dan pendiri Majelis Pembela Rasulullah yang berkantor pusat di Pondok Aren, Tangerang Selatan.
Selain itu, dia juga merupakan pendiri Pondok Pesantren Tajul Alawiyyin di Kemang, Bogor. Diketahui pula, dia juga tergabung dalam Front Pembela Islam.
Dia merupakan anak dari Sayyid Ali bin Alwi bin Smith (wafat. 17 Oktober 2011), sedangkan ibunya bernama Isnawati Ali. Bahar mempunyai enam orang adik, tiga di antaranya adalah Ja'far bin Smith, Sakinah Smith, dan Zein bin Smith.
Bahar menikah dengan seorang wanita bernama Fadlun Faisal Balghoits dan mempunyai empat orang anak, di antaranya Sayyid Maulana Malik Ibrahim bin Smith, Syarifah Aliyah Zharah Hayat Smith, Syarifah Ghaziyatul Gaza Smith, dan Sayyid Muhammad Rizieq Ali bin Smith.
Anak terakhirnya, Ali, lahir pada tanggal 4 Februari 2018. Bahar memberikan nama Muhammad Rizieq Ali kepada anak terakhirnya atas penghormatan kepada gurunya, Muhammad Rizieq Shihab, dan bentuk tawassul kepada leluhurnya, Ali bin Abi Thalib.
Bahar ternyata bukan pertama kali berurusan dengan polisi. Pada 2012 tepatnya pada Ramadan, Bahar melakukan razia di Cafe De Most Pesanggrahan, Jakarta Selatan, lantaran kafe tersebut diduga sebagai sarang maksiat. Kafe tersebut, oleh Bahar, kemudian ditutup paksa dan meminta agar tempat tersebut tutup sebulan penuh selama Ramadan.
Polisi kemudian menetapakan Bahar, bersama 23 orang lainnya sebagai tersangka karena terbukti melakukan perusakan dengan senjata tajam. Dua di antaranya adalah anak di bawah umur yang kedapatan membawa golok dan celurit.
Usai ditahan dan melalui interogasi singkat, Bahar mengaku bersalah dan menyesal karena tidak melapor kepada pihak kepolisian terkait pelanggaran yang dilakukan Kafe De Most.
Selain aksi sweeping itu, Bahar pada 2010 juga pernah terlibat dalam aksi penyerangan terhadap jemaat jemaat Ahmadiyah di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Selain itu, pada tahun yang sama, Bahar juga pernah terlibat dalam Kerusuhan Koja terkait sengketa makam Mbah Priok di Jakarta Utara.