RIAU ONLINE - Buku Bank, demikian tertulis pada buku bersampul merah itu. Layaknya buku laporan keuangan perusahaan kecil, tak ada yang tampak istimewa padabuku itu. Tapi di dalamnya, terdapat lembaran yang terkoyak, hilang. Belakangan diduga berisi catatan dana Basuki Hariman ke sejumlah pejabat lembaga negara.
Buku yang ditengarai lembarannya tak lagi utuh itu lantas mendarat ke keranjang digital laman IndonesiaLeaks—jaringan sejumlah media massa untuk melakukan peli putan investigatif, beberapa bulan lalu.
Terdapat pula buku bersampul hitam bertuliskan "Buku Kas", dokumen berita acara pemeriksaan (BAP) terhadap saksi bernama Kumala Dewi Sumartono, serta terselip kronologi kasus.
Buku merah maupun dokumen lainnya itu ternyata saling terkait. Yakni merekam kesaksian anak buah pengusaha daging Basuki Hariman, tentang catatan uang untuk sejumlah pejabat.
Basuki merupakan salah satu tersangka dan akhirnya menjadi terpidana kasus suap terhadap hakim konstitusi Patrialis Akbar pada Januari 2017 lalu.
Buku merah tersebut sempat membuat membuah seisi kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) gaduh, lantaran pustaka tersebut pernah dilaporkan rusak. Hal ini belum pernah terungkap secara lugas kepada publik.
Kala itu yang mengemuka ke media hanyalah kabar tentang sanksi terhadap dua penyidik kasus suap daging sapi Basuki Hariman dari unsur Polri, yakni Roland Ronaldy dan Harun.
Seharusnya, masa bakti kedua penyidik itu baru selesai pada 2019 mendatang, tapi terpaksa dipulangkan lebih cepat ke Polri.
Kejanggalan lainnya juga ditemukan terkait BAP saksi Kumala Dewi dalam perkara suap tersebut yang dibuat penyidik KPK dari unsur sipil, yakni Surya Tarmiani. Sebab, BAP itu tak pernah sampai ke pengadilan.
Dalam lembaran-lembaran BAP saksi Kumala Dewi yang dibuat Surya, tertulis rincian aliran dana ke sejumlah pejabat negara selain Patrialis Akbar.
Belakangan, dalam persidangan kasus tersebut, BAP Surya Tarmiani digantikan oleh berkas pemeriksaan Kumala Dewi yang dilakukan oleh Roland. BAP bikinan Surya maupun Roland juga diterima oleh IndonesiaLeaks.
Bersama sejumlah media lain yang tergabung dalam IndonesiaLeaks, Suara.com, jaringan RIAUONLINE.CO.ID berkolaborasi menelusuri kebenaran informasi seluruh berkas tersebut. Sedikitnya, empat pegawai KPK mengonfirmasi validitas dokumen yang masuk ke IndonesiaLeaks.
Untuk diketahui, IndonesiaLeaks, merupakan kanal bagi publik yang ingin membagi dokumen penting tentang beragam kasus yang layak diungkap ke masyarakat. Terhadap laporan yang memenuhi syarat, jaringan media ini menindaklanjuti melalui peliputan lanjutan, dan menyajikan secara profesional, dan memegang standar etik jurnalistik.
***
Sembari menebar senyum, Ajun Komisaris Besar Polri Roland Ronaldy, yang baru tiga bulan menjabat sebagai Kapolres Cirebon, menjawab pertanyaan wartawan terkait kesiapan polisi menghadapi arus mudik Idul Fitri 1439 Hijriah, medio Juni 2018.
Sepekan sebelum lebaran, Roland pun menjawab beragam pertanyaan jurnalis yang menemuinya di Pos Pelayanan Lebaran 2018 Rest Area 208 Tol Palikanci Polres Cirebon Kota.
Saat pulang ke mapolres, sembari sesekali menunjuk peta besar yang terpajang di dinding hadapannya, Roland juga bersemangat menerangkan sejumlah persiapan pengamanan rute pemudik di Cirebon.
Namun, suasana berubah saat sejumlah jurnalis IndonesiaLeaksmelanjutkan sesi wawancara di dalam ruang kerjanya.
Sesaat setelah duduk di kursi, Dahi Roland mendadak berubah saat membaca salinan digital dokumen berkop KPK dalam posel yang baru saja disodorkan kepadanya. “Apa? Apaan nih? Maksudnya?” kata Roland sembari menggulirkan jempolnya di layar ponsel tersebut. Ia sempat terdiam, khusyuk membaca dokumen digital yang diberikan.
Dokumen itu adalah salinan digital berkas yang disebut-sebut melatari Roland terpaksa angkat kaki dari KPK. Berkas itu adalah salinan BAP penyidik KPK Surya Tarmiani terhadap Kumala Dewi Sumartono, staf keuangan CV Sumber Laut Perkasa, tertanggal 9 Maret 2017.
Ketika itu, Kumala sebagai saksi diperiksa untuk Ng Fenny, salah satu tersangka dalam kasus suap pengusaha impor daging Basuki Hariman terhadap hakim konstitusi Patrialis Akbar. Sebagaimana Kumala, Ng Fenny adalah anak buah sekaligus tangan kanan Basuki.
Uang suap tersebut untuk mengatur akhir uji materi akhir uji materi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Uji materi UU tersebut terbilang penting bagi Basuki, karena menentukan nasib importir daging seperti dirinya.
Setidaknya terdapat 12 penyidik yang bertugas menangani perkara suap impor daging oleh Basuki Hariman, sesuai dokumen surat perintah penyidikan yang diteken Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif tertanggal 26 Januari 2017. Selain Surya Tarmiani, terdapat pula HN Christian, Muslimin, Rufriyanto M Yusuf, Hendry S Sianipar, serta duo Roland dan Harun.
”Ah, ini kan soal rahasia, ngapain sih ditanyain lagi,” tukas Roland sembari mengembuskan nafas panjang. Ia lantas mengembalikan ponsel itu kepada jurnalis.
"Saya kan tidak tahu, saya sudah di sini. Udah, nggak usah lu bahas lagi yang kayak gitu. Udah selesai itu. Suka banget bahas-bahas yang lama."
Ia melanjutkan, “Udahlah, kalau mau bahas ini, bahas ini (persiapan lebaran), ayo! Saya nggak mau kalau bahas itu,” tukasnya lagi.
Sayang, wawancara itu benar-benar disudahi usai Rolannd memanggil bawahannya masuk ke ruangan untuk memastikan rekaman terhapus dari kartu memori kamera.
Sementara di Jakarta, Harun tak membalas surat permintaan wawancara IndonesiaLeaks mengenai dugaan skandal perusakan barang bukti penyidikan KPK, maupun dokumen pemeriksaan Kumala oleh Surya Tarmiani.
Kendati surat tak digubri, IndonesiaLeaks justru berhasil menemui Harun pada malam hari di rumahnya di kawasan Palmerah, Jakarta Barat.
Namun, hanya kebungkaman yang diberikan Harun saat diminta konfirmasi terkait dugaan perusakaan buku merah barang bukti penyidikan, serta keberadaan BAP Kumala yang dibuat oleh Surya Tarmiani.
“Sudah... sudah... nggak usah…” tutur Harun turun dari mobilnya. Ia lantas terburu-buru menutup pagar dan masuk ke dalam rumah.
Begitu pula dengan penyidik lainnya, Surya juga enggan menjelaskan tentang dokumen BAP yang tertera nama dirinya, serta disebut tak pernah terpakai dalam persidangan Basuki, Ng Fenny, maupun Patrialis.
“Aduh, begini saja deh, tanya saja sama pimpinan ya,” tukasnya di kantor KPK, Jumat, 21 September.
Namun, Surya tak membantah meski tak secara lugas mengakui pernah memeriksa Kumala Dewi. “Sudahlah, sudah lewat,” jawab Surya.
Sementara Ketua KPK Agus Rahardjo, saat ditemui IndonesiaLeaks, malah memberikan jawaban off the record ketika dikonfirmasi mengenai dokumen pemeriksaan tersebut.
***
IndonesiaLeaks menerima BAP tertanggal 9 Maret 2017 itu berisi keterangan Kumalam Dewi kepada penyidik KPK Surya Tarmiani, terkait catatan pengeluaran uang milik Basuki. Total terdapat 68 transaksi keuangan terhadap banyak orang, yang salah satunya ditengarai untuk para petinggi polisi.
Catatan pengeluaran uang itu bersumber dari buku bank bersampul merah dan hitam, yang disita KPK saat menggeledah kantor perusahaan Basuki pada Januari 2017.
Disebutkan, penyidik dalam BAP itu menunjukkan kedua buku tersebut kepada Kumala saat pemeriksaan. Lantas, Surya Tarmiani, si penyidik meminta Kumala menjelaskan aliran uang yang tertera dalam kedua buka tersebut.
Dalam penjelasan di BAP, disebutkan bahwa buku bersampul merah dan hitam itu merupakan catatan keuangan perusahaan lain milik Basuki, bukan CV Sumber Laut Perkasa tempat Kumala dipekerjakan.
Kedua buku itu tercatat, uang masuk dan keluar dalam transaksi menggunakan mata uang Rupiah, Dolar Amerika dan Dolar Singapura.
Nominal dalam setiap transaksi bervariasi, mulai puluhan juta hinga miliaran rupiah. Bahkan, empat lembar pertama di buku merah itu, persisnya di kolom "kredit", tercatat Rp 38 miliar yang dikeluarkan Basuki untuk sejumlah pejabat.
Catatan pengeluaran itu terekam sejak Desember 2015 hinga Oktober 2016. Namun, tak semua pihak penerima tercatat dalam nama jelas. Sebab, sebagian tertulis dalam bentuk inisial.
Penyidik Surya, dalam pemeriksaan tersebut menanyakan terkait pengeluaran uang yang tercatat dalam buku merah itu kepada Kumala.
Pada bagian depan buku merah tertulis nomor rekening 428175XXXX BCA Kantor Cabang Utama Sunter Mall atas nama Serang Noor IR.
Kumala menjelaskan, Serang merupakan mantan Direktur Utama CV Sumber Laut. Nomor rekening atas nama Serang masih digunakan, meski yang bersangkutan tak lagi bekerja di perusahaan tersebut.
Ternyata, Kumala mengaku memahami arus keluar-masuk uang yang tercatat dalam buku merah itu. Sebab, ia sendiri yang melakukan pencatatan di buku itu.
Kumala memang bertugas mencatat arus keluar-masuk uang itu, namun seluruhnya atas perintah Basuki dan Ng Fenny sebagai atasan.
Kumala kemudian diminta penyidik untuk menerangkan 68 transaksi yang tercatat dalam buku tersebut. Sebab, sebanyak 19 transaksi di antaranya mengalir untuk nama-nama terkait institusi Polri.
Kumala, masih seperti yang tertulis dalam BAP, mengakui tidak mengetahui tujuan pemberian uang kepada sejumlah orang tersebut.
"Saya tidak tahu maksud maupun kepentingan dalam pemberian uang kepada beberapa orang sebagaimana penjelasan saya pada nomor 39 (nomor pertanyaan dalam BAP). Karena saya hanya menjalankan perintah Basuki Hariman atau Ng Fenny untuk menyiapkan uang yang dibutuhkan," tutur Kumala yang tertulis dalam BAP.
Saat bersaksi untuk kasus suap Patrialis Akbar di Pengadilan Tipikor Jakarta, 3 Juli 2017, Kumala Dewi mengulang pernyataannya yang sama seperti dalam BAP tersebut.
"Saya mengerjakan sesuai dengan yang diperintahkan saja. Ada di buku bank," kata Kumala.
Belum genap sebulan usai pemeriksaan Kumala Dewi, Surya Tarmiani terkena musibah. Pelaku misterius mencuri tas berisi komputer jinjing miliknya. Pencurian itu terjadi pada awal April 2017. Surya, saat itu baru saja pulang dari luar kota.
Belakangan terungkap, bahwa Surya saat itu baru pulang dari Yogyakarta untuk menemui saksi ahli kasus suap Patrialis.
Ketika itu, Surya menumpangi taksi ke rumah indekosnya di kawasan Setiabudi, Jakarta Selatan. Sesampainya di tujuan dan bagasi taksi dibuka, tiba-tiba ada pemotor yang menyambar tas milik Surya.
KPK juga membenarkan kehilangan komputernya jinjing yang dialami Surya. Namun, pihak KPK tidak memberikan jawaban yang lugas tentang bukti-bukti kasus pada laptop itu.
"Kalau isi laptopnya apa, saya tidak tahu soal itu. Tapi pasti isi laptop itu adalah bagian dari pekerjaan yang dilakukan," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah, Senin (13/11/2017).
Selain melaporkan kehilangan ke polisi, tim Pemeriksa Internal KPK melakukan klarifikasi. “Karena ini standar aturan di KPK, ketika ada perlengkapan kerja yang hilang, dilakukan klarifikasi internal. Kalau ada dugaan pencurian, itu dilaporkan dan didampingi tim dari pemeriksa internal," tukasnya.
Sepekan usai gonjang-ganjing komputer jinjing Surya dirampok pelaku misterius, Direktorat Pengawas Internal KPK menerima laporan tertulis dugaan perusakan barang bukti perkara Basuki Hariman – Patrialis Akbar.
Disebutkan dalam laporan tersebut, bahwa perusakan barang bukti perkara suap dilakukan oleh Roland Ronaldy dan Harun.
Mengenai barang bukti yang dirusak, dalam surat laporan itu disebutkan:
“Barang bukti yang dirusak adalah buku bank warna merah dengan sampul depan bertuliskan a/n Serang Noor IR, No Rek 428175XXXX BCA KCU Sunter Mall. Buku tersebut adalah catatan keuangan perusahaan Basuki Hariman, yang dibuat oleh Staf Keuangan bernama Kumala Dewi. Yang menarik pada buku bank tersebut adalah di dalamnya dituliskan suap yang diberikan oleh Basuki Hariman kepada berbagai pihak yang salah satunya adalah pejabat Polri.”
Terkait catatan pengeluaran uang Basuki, terdapat 9 lembar atau 18 halaman yang disobek dari buku merah itu. Mereka juga disebut membubuhkan Tipp-Ex pada kolom berisi nama-nama penerima uang dalam buku.
Sebanyak 9 lembar yang disobek itu di antaranya ialah halaman yang memuat transaksi keuangan antara 17-22 Desember 2015 (1 lembar/2 halaman); dan, catatan tanggal 19 - 25 Januari 2016 sebanyak 1 lembar.
Selanjutnya, 2 lembar catatan transaksi tanggal 24-30 April 2016; 2 lembar tulisan transaksi tanggal 18 Mei - 3 Juni 2016; 2 lembar catatan transaksi 1-22 Juli 2016; dan, selembar catatan tertanggal 15-24 Agustus 2016 juga dikoyak dan hilang.
Dalam surat pelaporan juga dinyatakan, Roland dan Harun disebut mengulang pemeriksaan terhadap Kumala Dewi. Sebab, BAP Kumala Dewi oleh Surya Tarmiani memuat uraian pemberian uang Basuki ke berbagai pihak yang bersumber dari buku merah dan hitam.
Merujuk dokumen persidangan para terdakwa perkara suap Patrialis, tak ada berkas BAP Kumala oleh Surya Tarmiani tertanggal 9 Maret 2017 yang salinannya diperoleh IndonesiaLeaks.
Dokumen persidangna perkara itu juga mengungkap bahwa penyidik lain beberapa kali melakukan pemeriksaan terhadap Kumala Dewi kurun Februari – April 2017. Dalam dokumen tersebut sama sekali tidak memuat keterangan Kumala Dewi mengenai aliran dana ke petinggi polisi. Catatan keuangan ke petinggi polisi juga tak pernah terungkap dalam persidangan kasus impor sapi.
Dua hari sebelum Roland dan Harun diduga merusak buku catatan keuangan, persisnya pada 5 April 2017, yang disebut pertama diketahui sempat memeriksa Kumala Dewi Sumartono. Tapi, saat memeriksa Kumala dan tercatat di BAP itu—yang juga diterima IndonesiaLeaks—Roland tidak menunjukkan barang bukti catatan keuangan bersampul merah.
Saat pemeriksaan, Roland hanya meminta Kumala Dewi menjelaskan sejumlah alat bukti terkait transaksi pembelian valuta asing.
Bahkan, pertanyaan awal dalam BAP yang disusun Roland juga dimulai dengan pertanyaan nomor 35: "Apakah pada saat sekarang ini saudara dalam keadaan sehat jasmani dan rohani?"
Pertanyaan pertama dalam BAP Roland tersebut sama dengan pertanyaan kesatu dalam BAP yang disusun Surya Tarmiani.
Dengan demikian, Roland berarti mengulang seluruh pemeriksaan terhadap Kumala Dewi yang sebenarnya sudah dilakukan Surya Tarmiani dan telah terekam dalam BAP tertanggal 9 Maret 2017. Belakangan, berkas itu yang dijadikan dokumen pengadilan untuk menjerat Ng Fenny, anak buah Basuki Hariman.
Dihukumnya Patrialis Akbar dengan 8 tahun penjara kemudian mengakhiri perkara suap itu. Sementara, Basuki Hariman dipenjara selama 7 tahun dan Ng Fenny dihukum 5 tahun penjara.
Surat laporan kepada PI KPK yang mengungkap dugaan perusakan barang bukti oleh Roland dan Harun itu awalnya tak mendapat tanggapan. Akhirnya, terdapat surat laporan kedua yang berisi daftar halaman buku merah yang telah dirusak.
Belakangan, PI KPK mengadili Roland dan Harun yang berakhir dengan kesimpulan keduanya terbukti melakukan pelanggaran etik. Roland dan Harun, lantas oleh KPK dijatuhi sanksi berupa pengembalian ke institusi asal, yakni Mabes Polri.
Sementara, Ketua KPK Agus Rahardjo mengenai hal ini mengungkap Direktorat PI KPK mempunyai bukti kuat bahwa Roland dan Harun telah melakukan pelanggaran etik tergolong berat.
“(Hasil) penyidikan internal memang orangnya melakukan kesalahan, terus akhirnya dipulangkan,” kata Agus Rahardjo.
KPK berdasarkan hal ini lantas memulangkan Roland dan Harun ke lembaga asal mereka, Polri pada 13 Oktober 2017.
Menurut Agus, pemulangan merupakan bentuk sanksi berat. Namun, ia enggan menanggapi pertanyaan mengapa KPK tidak menjerat keduanya dengan pasal perintangan proses hukum.
Hal serupa juga disampaikan Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan, saat diwawancarai mengenai hal ini tanggal 19 September 2018.
"Kami sudah mempelajari dan hasil PI juga menyatakan tidak ada tindak pidana. Itu hasilnya sudah cukup jelas. Kalau pidana, pasti kami salurkan ke penegak hukum lainnya," kata Basaria.
Bahkan, KPK dalam dokumen pengembelian Roland dan Harun ke Mabes Polri hanya menyebutkan bahwa keduanya tengah berkasus. Hal itu tertuang dalam poin 2 surat keputusan bernomor R/4138/KP 07/01-54/10/2017 tertanggal 13 Oktober 2017, perihal: Penghadapan kembali Pegawai Negeri yang Dipekerjakan pada KPK atas nama Saudara Roland Ronaldy dan Saudara Harun.
"Dapat kami sampaikan bahwa saat ini terhadap kedua pegawai dimaksud sedang dalam proses pemeriksaan oleh Direktorat Pengawasan Internal atas dugaan pelanggaran Peraturan Kepegawaian pada KPK, dan sampai dengan saat ini proses pemeriksaan dimaksud belum selesai.”
Mabes Polri, selanjutnya mengklaim turut memeriksa Roland dan Harun. Namun, hasil pemeriksaan internal Mabes Polri tidak sama dengan PI KPK. Polri memutuskan Roland dan Harun tak terbukti bersalah melakukan penodaan barang bukti.
“Hasil pemeriksaan internal Polri yang sudah dikomunikasikan dengan pengawas internal KPK sebelumnya, pemeriksa internal Polri tidak menemukan adanya pelanggaran yang dimaksud,” kata Muhammad Iqbal, dalam jawaban tertulis kepada IndonesiaLeaks pada Agustus 2018.
Saat itu, Iqbal masih menjadi Kepala Biro Penerangan Masyakarat Mabes Polri. Kekinian, ia mendapat promosi sebagai Wakapolda Jawa Timur.
Dikatakan Iqbal, Roland dan Harun telah mengklarifikasi data dan alat bukti pelanggaran etik mereka. Dua penyidik itu dikembalikan KPK ke Polri karena masa dinas kontrak sudah selesai. Sebab itu, menurut Iqbal, pemulangan Roland dan Harun terlepas dari dugaan perusakan barang bukti.
“Kedua penyidik dikembalikan ke Polri karena masa dinasnya hampir selesai,” jelasnya.
Tak sampai enam bulai usai 'dicerai' KPK, karir Roland dan Harun beranjak naik. Setelah menjadi staf di Divisi Hubungan Internasional Mabes Polri, Roland diangkat sebagai Kapolres Cirebon sejak Maret 2018.
Sementara Harun, yang ketika menjadi penyidik KPK berpangkat komisaris, diterima masuk Sekolah Staf dan Pimpinan Menengah, seperti yang tertuang dalam telegram Kepala Kepolisian RI tertangal 27 Oktober 2017.
Kelar Sespim, Harun di Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya. Ia sempat menjabat Kepala Unit. Beberapa bulan setelah itu, mendapat promosi sebagai Kepala Sub Direktorat Fiskal, Moneter, dan Devisa.
***
Dokumen berisi buku dan dokumen pemeriksaan KPK dari unsur sipil, Surya Tarmiani, terhadap Kumala Dewi, yang seabrek itu, sebenarnya menjelaskan 68 transaksi keuangan yang tercatat dalam buku merah atas nama Serang Noor.
Namun, ditengarai BAP Surya terhadap Kumala Dewi yang berisi penjelasan transaksi keuangan itu tak pernah dibawa ke persidangan perkara tersebut.
Tidak semua nama dalam kolom penerima buku merah itu ditulis dengan nama yang jelas. Sebagian hanya inisial. Sebab itu, Surya dalam BAP itu meminta Kumala menjelaskan 68 transaksi yang tercatat dalam buku merah.
Sebanyak 68 catatan transaksi itu terjadi dalam kurun waktu Desember 2015 sampai Desember 2016. Akan tetapi, cuma satu catatan transaksi yang berhubungan dengan aliran uang suap Basuki ke Patrialis Akbar, yakni ke Kamaludin—orang dekat Patrialis.
Saat persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta pada 31 Juli 2017, Kamaludin mengaku bahwa dirinya adalah penghubung antara Patrialis dan Basuki.
Sebanyak 19 transaksi di antaranya mengalir untuk nama-nama terkait institusi Polri. Salah satunya tertulis di dokumen itu, bahwa dalam buku bank merah juga terdapat nama Kapolda/Tito.
Sejumlah nama pejabat di Mabes Polri dan lembaga di bawahnya juga tercantum dalam catatan buku merah itu. Antara lain, Bea Cukai, Balai Karantina, TNI, dan kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, seperti terekam dalam dokumen pemeriksaan Surya terhadap Kumala Dewi.
Menurut kesaksian Kumala dalam dokumen itu, uang tersebut diserahkan langsung oleh Basuki atau orang-orang suruhan. Tapi, ia tak mengetahui maksud penyerahan uang itu karena tugasnya hanya mencatat.
Dalam dokumen pemeriksaan, Kumala mengatakan seluruh catatan keuangan dalam buku merah dan hitam dibuat atas perintah Basuki dan atasannya Ng Fenny, yang menjabat general manager.
“Saya mengerjakan sesuai dengan yang diperintahkan,” ungkapnya seperti tertuang dalam berkas pemeriksaan.
***
Jenderal Tito baru saja keluar dari Istana Negara, Jakarta, setelah menghadiri pelantikan eks wakilnya, Komisaris Jenderal Syafruddin, yang diangkat Presiden Jokowi sebagai Menteri PAN-RB, Rabu siang, 15 Agustus 2018.
Juralis yang mengadang sempat menyurutkan niatnya menaiki buggy golf untuk pergi. Jurnalis ingin menanyakan perihal pengganti Komjen Syarifuddin. Dalam nada pelan dan santai, Tito pun menjelaskan alur pergantian wakapolri.
Namun, ia menghindar saat IndonesiaLeaks meminta jawaban mengenai informasi aliran dana dalam BAP Kumala Dewi oleh Surya Tarmiani.
Tak satu pun pertanyaan yang dijawab Tito. Ia menuturkan sudah memberikan kuasa kepada bawahannya terkait permohonan wawancara tim IndonesiaLeaks.
“Sudah dijawab humas. Sudah dijawab humas,” tukasnya.
Setelah beberapa kali mengulang pernyataan yang sama. Untuk kali keempat, Tito pun meninggikan intonasi bicaranya, “Sudah dijawab humas, resmi. Cukup ya!” Lantas Tito menaiki boogy golf dan berlalu.
Sepekan sebelumnya, IndonesiaLeaks memasukkan surat ke Mabes Polri perihal permintaan wawancara dengan Tito, untuk meminta penjelasan dugaan aliran uang tersebut.
Surat itu tidak terbalas dengan segera. Lantas IndonesiaLeaks mengirimkan sejumlah pertanyaan tertulis kepada Tito, juga melalui Mabes Polri.
Pertanyaan-pertanyaan itu, belakangan dijawab secara tertulis pula oleh Muhammad Iqbal, kala masih menjadi Kepala Biro Penerangan Masyarakat dari Divisi Humas Mabes Polri.
"Tidak benar. Bapak Kapolri tidak pernah menerima (aliran dana dari Basuki Hariman) itu," kata Iqbal dalam surat jawaban.
“Orang bisa saja membuat catatan yang belum tentu benar. Dulu sewaktu jadi Kapolda Papua, Kapolri pernah mengalami hal yang sama dan sudah diklarifikasi,” jawab Iqbal.
***
IndonesiaLeaks menyambangi kediaman Kumala Dewi, Sabtu, 23 Juni 2018 siang untuk meminta penjelasan terkait kesaksiannya tentang aliran dana Basuki Hariman.
“Ibu Kumala Dewi lagi tidur mas. Anak saya juga tidur. Biasanya dia yang mengurusi soal ini, kalau saya, tidak tahu apa-apa,” kata suami Kumala Dewi kepada IndonesiaLeaks.
Ia kemudian mempersilakan IndonesiaLeaks kembali datang pada sore hari. Namun, ia tak menjanjikan sang istri bersedia menemui dan memberikan penjelasan. Sang anak, kata dia, juga kemungkinan pergi pada Sabtu sore itu.
Selang beberapa jam, IndonesiaLeaks kembali mendatangi rumah Kumala Dewi. Kali ini, sang putra yang keluar menemui. Namun, ia menegaskan, sang ibu tak lagi bersedia diwawancarai mengenai seluk-beluk pemeriksaan KPK dulu.
”Mohon maaf mas, ibu sudah tidak mau lagi mengurus hal-hal kayak gitu, soal pemeriksaan segala macam. Soalnya ibu sempat trauma sih. Ya sebenarnya memang mau dilupakan loh, gitu pak. Jadi mohon maaf aja sih, kita juga dari keluarga kan sudah tahu kondisinya. Beliau tak mau diwawancara dan nggak mau ditanya-tanya soal itulah,” jelasnya.
Selang sehari, tepatnya Minggu 24 Juni, wajah Basuki Hariman menyiratkan tanda tanya, penasaran saat kali pertama menyambut IndonesiaLeaks membesuknya di Lembaga Pemasyarakatan Tangerang, Banten.
”Terima kasih ya sudah berempati, tapi yang menghina saya lebih banyak, he-he-he,” tutur Basuki seusai bersalaman.
Namun, ketika tim IndonesiaLeaks memperkenalkan diri sebagai jurnalis, raut wajah Basuki berubah menjadi serius dan meradang.
“Saya nggak mau, saya nggak mau. Saya nggak mau diwawancara begitu yah,” tukasnya.
Ia bahkan mengancam melapor ke sipir untuk mengakhiri sesi besuk tersebut. “Sana, sana, sana, nggak boleh begitu. Nggak boleh ngomong begitu ya, sana. Saya lapor ke depan nih. Saya nggak mau diwawancarai.”
***
DIREKTUR Advokasi Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada Oce Madril berharap, KPK mau mengusut tuntas beragam kejanggalan dalam perusakan barang bukti penyidikan tersebut. Sebab, ia menilai terdapat motif menyembunyikan informasi penting di balik perusakan itu.
“Saya yakin, motivasinya ada informasi yang disembunyikan, tentu supaya tidak terungkap. Informasinya kalau itu berupa kejahatan korupsi, tentu pelanggarannya makin serius. Ada pihak-pihak yang merasa diuntungkan,” tutur Oce.
Oce mengatakan KPK bisa saja memperkarakan Roland dan Harun karena menghalangi proses penyidikan. Menurut Oce, dengan adanya fakta perusakan barang bukti, KPK bisa mengenakan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi kepada Roland dan Harun.
Pasalnya, Roland dan Harun menyebabkan sebuah perkara menjadi tidak sempurna. “Bisa dikenakan tuduhan obstruction of justice,” kata dia.
Sementara Ketua KPK Agus Rahardjo menegaskan, kasus suap Basuki Hariman tetap memungkinkan untuk dikembangkan.
Bahkan, ia memastikan barang bukti yang telah rusak serta BAP Kumala Dewi yang menyebut aliran dana kepada orang-orang selain Patrialis, masih ada di KPK.
Penyidikan lanjutan kasus itu bisa terjadi bila penyidik menemukan fakta baru. “Ada kasus yang berkembang, ada juga yang tidak,” kata Agus.
Berita ini sudah tayang di Suara.com, dengan judul Berkas Pemeriksaan yang Gaib, Buku Merah yang Terkoyak