RIAUOLINE, PALU - Gempa bumi yang mengguncang Donggala dan Palu, Sulteng terbilang dasyat. Bagaimana tidak, gempa dan tsunami menelan ribuan korban jiwa dan meluluhlantakkan bangunan.
Kampung Petobo dan Perumahan Balaroa mengalami amblas dan bergerak atau likuifaksi bersamaan gempa bumi 7,4 magnitudo di Palu-Donggala, Sulawesi Tengah, Jumat 28 eptember 2018 lalu.
Bahkan, Kampung Jono Oge di Kabupaten Sigi, Sulteng, juga “hilang” dari tempat semula.
Seperti dikutip dari Detik.com, Kamis 4 Oktober 2018, desa ini kehilangan sebagian warganya saat gempa 7,4 magnitudo melanda. Sebagian daerahnya bergeser 3 km dan hilang, lalu berganti dengan perkebunan jagung.
Salah satu warga, Meri (42) tengah berada di dalam rumahnya dan suaminya tengah membersihkan dirinya di dalam kamar mandi. Pukul 17.00 WITA, bumi di wilayahnya berguncang.
Meri melarikan diri ke luar rumah, dan dinding kamar mandi rumahnya pun runtuh dan memperlihatkan suaminya setengah telanjang dan segera melarikan diri menyelamatkan diri.
Tidak cukup guncangan itu, tanah-tanah di sekitarnya terbelah dan mengeluarkan air besar dari dalam tanah. Air kemudian menggulung dataran yang di depannya, menggerakkan tanah dari dalam dan membawa kebun jagung yang dekatnya, bersama belasan pohon kelapa ke arah depan.
Di depan sana, berdiri gereja Padmos Indonesia, bengkel, kompleks-kompleks perumahan yang kemudian juga ikut bergerak.
Luapan air dari lama tanah itulah yang kemudian menggulung pemukiman padat penduduk itu dari atas dan kemudian 'mengaduknya' di dalam tanah.
"Semuanya bergerak dan saya hanya berupaya menyelamatkan diri bersama suami saya," kata Meri, Rabu 3 Oktober 2018.
Warga lain Dahlan (50), menyebut sore itu adalah sore yang tidak akan terlupakan dalam hidupnya. Saat berjalan kaki di jalan raya menuju ke rumahnya, secara tiba-tiba, jalan-jalan aspal itu terbelah dan jatuh ke bawah.
"Jalanan seperti bergelombang dan tanah saling bertabrakan. Jalanan Sigi yang tadinya bisa dilihat satu garis lurus sekarang berkelok-kelok dan bergelombang," sebutnya.
"Ini pertama kali saya langsung mengingat dosa-dosa saya selama hidup. Mungkin ini mukjizat saya selamat, karena hari itu, baru pertama kali saya salat Jumat kembali," tambahnya sambil tertawa kecil.
Pantauan di lapangan, sebagian desa Jono Oge yang terbawa lumpur itu telah berdiri tanaman jagung di atasnya. Tanaman jagung itu bahkan masih berbuah, bersama kembang kol yang ada di bagian pinggirnya. Pohon kelapa pun masih berdiri kokoh di sana.
Sementara, 3 km setelahnya, reruntuhan bangunan menyembul dari dalam lumpur yang mulai mengering. Kendaraan roda empat dan dua teronggok di atasnya, bersama peralatan rumah tangga dan dokumen-dokumen lainnya.
Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE
Follow Twitter @red_riauonline
Subscribe Channel Youtube Riau Online,
Follow Instagram riauonline.co.id