RIAU ONLINE, YOGYAKARTA - Yogyakarta memiliki banyak lokasi yang menjadi perintis dalam pemanfaatan energi terbarukan. Pasar Buah Gamping, misalnya, sejak lima tahun yang lalu telah memanfaatkan sampah buah busuk menjadi energi listrik dengan teknologi yang diadopsi dari Swedia.
Dalam beberapa tahun terakhir, kawasan Pantai Baru di selatan juga dibangun Pembangkit Listrik Tenaga Bayu untuk memenuhi kebutuhan pabrik es bagi nelayan. Pemerintah pusat juga mendirikan Baron Technopark di Kabupaten Gunungkidul, sebagai pusat penelitian pemanfaatan energi terbarukan, di mana riset pemanfaatan angin dan matahari sebagai sumber tenaga pembangkit listrik terus dilakukan.
Belum lama ini, pemerintah daerah menyelesaikan dan meresmikan pemanfaatan energi matahari dalam upaya mengatasi kebutuhan air warga Gunungkidul. Teknologi ini disebut sebagai Sistem Pompa Air Tenaga Surya (SPATS). Gunungkidul dikenal sebagai daerah tandus, tetapi memiliki cadangan air ratusan meter di bawah tanah. Sistem baru ini memecahkan dua masalah sekaligus, yaitu kebutuhan listrik di kawasan yang kaya sinar matahari sekaligus mencukupi kebutuhan air.
"Kebutuhan akan air tidak dapat terpisahkan dari kehidupan makhluk hidup sehari-hari. Karena itu, pelaksanaan kegiatan program pengembangan industri yaitu sistem pompa air tenaga surya dan pengolahan air bersih ini sangat penting bagi masyarakat. Apalagi wilayah Gunungkidul ini ketersediaan airnya sangat terbatas,” ujar Wakil Gubernur DIY, Sri Paduka Paku Alam X ketika meresmikan fasilitas tersebut, seperti dilansir laman VOAINDONESIA, Senin 26 Maret 2018.
Yogyakarta relatif maju dalam program pemanfaatan energi terbarukan, karena didukung oleh ketersediaan tenaga ahli di bidang ini, di tingkat lokal . Salah satunya adalah Ahmad Agus Setiawan, Asisten Profesor Sistem dan Perencanaan Energi Terbarukan, di Fakultas Teknik Fisika, UGM. Ahmad adalah satu pengkampanye aktif pemanfaatan energi terbarukan di Indonesia.
Ahmad mengatakan, salah satu potensi besar yang langsung bisa dimanfaatkan di Indonesia adalah pembangkit listrik tenaga surya/matahari. Fasilitas ini bisa dipasang di atap rumah-rumah warga, dan Indonesia memiliki potensi melimpah. Namun, sebagai teknologi baru, pemanfaatannya memang membutuhkan upaya lebih besar.
“Semua potensi kita pertimbangkan. Sustainability (keberlanjutan) juga harus kita pertimbangkan, termasuk dampak sosialnya. Tidak boleh teknologi itu masuk ke masyarakat tetapi dengan “paksaan”. Jadi, sisi sosial juga masuk dalam program ini, seperti halnya mengedukasi masyarakat. Renewable energy (energy terbarukan) yang diedukasikan oleh Jerman dan Amerika Serikat di era Obama, itu bahkan bisa membuat masyarakatnya memilih energi yang lebih mahal, atas kesadaran sendiri,” kata Ahmad Agus Setiawan.
Dalam proses pemanfaatan energi terbarukan ini, kata Ahmad, peran pemerintah sangat dominan. Dibutuhkan payung hukum yang jelas dan kebijakan yang mendukung. Dasar hukum yang jelas, bisa menjadi dasar untuk penerapan kebijakan.
Misalnya apakah pemerintah akan memberikan subsidi bagi masyarakat yang memanfaatkan sumber energi terbarukan, bagaimana penerapan tarifnya dan apa penghargaan yang akan diberikan.
Kabar baiknya, pemerintah DIY dan wakil rakyat setempat baru saja membuat terobosan. Saat ini, DIY sedang dalam proses penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Energi Terbarukan, dan diklaim merupakan yang pertama di Indonesia. Jika sudah disahkan, Perda ini akan menjadi landasan hukum pemanfaatan energi terbarukan, dan menjadi contoh bagi daerah lain di Indonesia. Menurut Ahmad, ini adalah kemajuan yang sangat berarti.
“Saya menyelesaikan pendidikan S2 dan S3 tentang energi terbarukan. Saya pulang dari kuliah di luar negeri pada 2009, setahun kemudian untuk pertama kali kita punya Direktur Jenderal yang mengurusi bidang ini. Pada 2018, Yogya punya Raperda ini, tentu sangat membanggakan. Selama ini saya mengajar mahasiswa tentang teknologi tersebut, tetapi kemudian muncul pertanyaan setelah ini mau apa? Karena tidak ada regulasinya. Nah, ini poin penting kehadiran Perda Energi terbarukan,” tambah Ahmad.
Ketua Panitia Khusus (Pansus) Perda Energi Terbarukan DPRD DIY, Sukamto mengatakan, aturan ini nantinya akan mendukung usaha-usaha terkait energi terbarukan.
Pemerintah daerah juga akan didorong untuk memunculkan kebijakan yang mendukung pengembangannya di lapangan. Perda juga akan memetakan apa saja kendala pemanfaatan energi terbarukan, bagaimana peran pemerintah dalam pembiayaan sektor ini termasuk pengelolaan sumber daya yang ada.
“Yogya menjadi yang pertama kali membuat Perda Energi Terbarukan. Kami melihat bahwa ini sebenarnya bukan kebutuhan di Yogya saja, tetapi juga secara nasional. Sesuai UU, kita harus segera memanfaatkan energi terbarukan, terutama terkait dengan perubahan tata kelola kehidupan manusia, misalnya yang membuat kebutuhan listrik semakin naik,” kata Sukamto.
Bulan depan, Pemda DIY bekerja sama dengan pemerintah Finlandia, Denmark, Islandia, Norwegia dan Swedia akan menggelar acara terkait energi di Yogyakarta. Provinsi ini akan belajar banyak mengenai cara penyelesaian masalah, dengan memanfaatkan sumber energi seperti yang sudah dilakukan negara-negara tersebut.
Perda Energi Terbarukan sendiri direncanakan akan selesai pertengahan tahun 2018 ini. Diharapkan tahun depan, Yogyakarta sudah menerapkan kebijakan-kebijakan yang lebih mendukung pemanfaatannya, dan menjadi contoh bagi provinsi lain di Indonesia.(2)