RIAU ONLINE - Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Megawati Soekarnoputri, gerah dan marah saat partainya disebut-sebut, bahkan dituding sebagai jelmaan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Tudingan PDI-P sebagai jelmaan PKI ini berhembus saat bergulirnya Pemilukada Serentak 2017 lalu di seluruh Indonesia. Sebaliknya, para pengamat menyebut, Megawati tak sepatutnya menjadikan partai dilarang sejak Peristiwa 1965 itu sebagai dalih kegagalan partai moncong putih.
"PDIP hari-hari ini terkena imbas. Kami selalu dikatakan PKI. Saya bingung, namanya saja Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Kami kan punya (organisasi) Baitul Muslimin. Di situ banyak yang berlatar Nahdlatul Ulama (NU), yang selalu bersama kami," ujar Megawati, Rabu, 11 Juli 2017, di Jakarta, dilansir dari BBC Indonesia.
Baca Juga: Wakil Rakyat Bengkalis Dari PDIP Ini Ditahan Usai Lindas Bocah 4 Tahun
Megawati mengeluhkan tudingan soal PKI itu saat berpidato di Halaqah Nasional Alim Ulama digelar di Hotel Borobudur, Jakarta. Forum itu digagas ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) sekaligus Rais Aam NU, KH Maruf Amin.
"Saya mau ngomong, tapi nanti saya pasti di-bully. Presiden Jokowi juga dibilang begitu, keluarganya disebut dari PKI, padahal tidak mungkin bisa seperti itu," kata Megawati.
Ini bukan untuk pertama kalinya Megawati mengangkat tudingan mengaitkan PDIP dengan PKI. Awal tahun 2017 ini, Megawati juga menyinggung hal serupa.
Februari lalu, Megawati bahkan meneken surat bernomor 2588/IN/DPP/II/2017 berisi bantahan hubungan PDIP dan PKI. Pada suratnya terdiri dari lima poin itu, Megawati menyebut PDIP sebagai partai nasionalis dan tidak terkait dengan ideologi komunisme.
"PDIP melaksanakan nilai ketuhanan, kemanusiaan, demokrasi dan keadilan sosial yang terkandung dalam Pancasila," tulis Megawati.
Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, menuding pihak-pihak tertentu 'secara sengaja melekatkan PDIP dan PKI untuk menjegal partainya pada pilkada serentak'. Ia berkeras, isu tersebut harus berhenti bergulir agar partainya bertarung di pilkada.
Audit internal partai
"Itu isu disebar pihak tak bertanggung jawab untuk membangkitkan kembali hantu komunisme. Mereka adalah pihak yang bermain di sisi gelap politik Indonesia," kata Hasto saat ditemui usai Megawati berpidato di Halaqah Nasional Ulama.
Klik Juga: Masinton Pasaribu: Ahok Bisa Jadi Gubernur Karena Kebetulan Saja
Dihubungi terpisah, pengajar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Mada Sukmajati, menilai, Megawati seharusnya mengaudit strategi pemenangan partainya pada pilkada lalu.
Mada menjelaskan langkah itu lebih bijak guna memenangkan setiap calon kepala daerah mereka usung, daripada menyalahkan faktor eksternal seperti isu komunisme.
"Tidak ada indikasi kuat kegagalan PDIP mengarah ke isu itu. Lagipula isu komunisme tidak menjadi pertimbangan penting pemilih pada pilkada kemarin," kata Mada.
PDIP, tuturnya, sudah sepatutnya menyiapkan skenario pemenangan lebih matang untuk Pilkada Serentak 2018. Satu di antaranya, menerjemahkan ideologi nasionalis ke berbagai program nyata.
Menurut Mada, strategi ini penting untuk menghadapi politik identitas yang menguat sejak pilkada serentak 2017. "Partai Islam cukup beretorika untuk menimbulkan sentimen pemilih. PDIP harus memberikan tawaran nyata untuk melawan politik identitas itu," tuturnya.
Pada pilkada serentak 2017, PDIP kalah di 44 daerah. Persentase kekalahan mereka mencapai 43,6% karena mereka menang di 57 daerah lainnya.
Februari lalu, Ketua DPP PDIP Andreas Hugo Pareira menyebut dua faktor lain sebagai penyebab kekalahan partainya, yakni 'kesiapan kandidat dan kecurangan lawan'.
Lihat Juga: PDIP Marah Media Pelintir Ucapan Mega, Langkah Hukum Pun Dipersiapkan
Di sisi lain, Hasto menyebut PDIP kini terus menyiapkan calon kepala daerah terbaik dengan cara kaderisasi internal.
Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline