RIAU ONLINE - Indonesia Police Watch (IPW) mendesak Bareskrim Mabes Polri untuk minta maaf kepada Calon Wakil Gubernur DKI Jakarta, Sylviana Murni.
IPM mencium adanya kesalahan dilakukan penyidik Bareskrim Mabes Polri saat melakukan pemeriksaan terhadap Sylviana Murni, juga Ketua Kwarda Pramuka DKI Jakarta. Uang dari APBD DKI itu bukan bantuan sosial (Bansos) melainkan hibah, diterima Kwarda Pramuka Jakarta, sama seperti diterima Polda Metro Jaya dan instansi vertikal lainnya.
"Apakah benar ada kesalahan Bareskrim, dana itu bukan dana Bansos, tapi dana hibah. Jika memang ada kesalahan Bareskrim, (mereka) harus minta maaf kepada Sylviana maupun ke publik agar tidak ada penyesatan perkara," kata Ketua Presidium IPW, Neta S Pane, Minggu, 22 Januari 2017, kepada RIAUONLINE.CO.ID, dalam rilisnya.
Baca Juga: Masinton Pasaribu: Ahok Bisa Jadi Gubernur Karena Kebetulan Saja
Jika ini benar, tuturnya, menunjukkan penyidik Polri tidak cermat, tidak profesional dan terlalu terburu buru. Dengan adanya kesalahan ini, Polri harus menjelaskan, apakah pemeriksaan terhadap Sylviana berlanjut atau tidak.
Dalam kasus ini, jelasnya, Mpok Silvi, panggilan Sylviana, bisa saja menuntut dan memprapradilankan Polri. Sebab nama baiknya sudah dicemarkan dan terjadi kriminalisasi terhadapnya sebagai cawagub Jakarta.
"Polri bisa dituntut agar minta maaf. Jika benar dana Kwarda Pramuka itu adalah dana hibah. Polri juga sebenarnya menerima dana hibah dari Pemprov DKI Jakarta. Bagaimana pertanggungjawab dana hibah itu, Polri belum pernah menjelaskannya," kata Neta.
Pada 2016, TNI dan Polri menerima dana hibah Rp 130 miliar dari Pemprov DKI, khusus untuk Polda Metro Rp 41 miliar. Dalam Permendagri No 32 Tahun 2011 antara dana Bansos dan dana hibah sangat berbeda.
"Pertanggungjawabannya juga berbeda. Jika Bareskrim menyamakannya, ini adalah kesalahan fatal dan semakin menunjukkan Polri tidak profesional dalam menangani sebuah perkara," kritiknya.
Klik Juga: Ditelepon Yusril Ihza, Ramli: Lawan Kita Tiongkok, Bukan Ahok
Neta juga mengatakan, dengan adanya kasus Sylviana maupun kasus Ahok, menjadi yurisprudensi bagi Surat Edaran Kapolri No SE/7/VI/2014. Sehingga penundaan pemeriksaan calon kepala daerah menjelang pilkada tidak berlaku lagi.
Polri, Polda, dan Polres harus segera menangani semua pengaduan menyangkut calon kepala daerah. Akibatnya, situasi akan semakin riuh menjelang pilkada. Ia mendesak Polri harus menjelaskan status kasus Sylviana agar tidak ada kesimpangsiuran dan tidak ada penyesatan perkara.
"Apalagi kepolisian tidak punya personil memadai memeriksa kasus-kasus menyangkut calon kepala daerah menjelang pilkada. Jika Polri tidak cermat, ini bisa menjadi masalah baru dan ancaman bagi kamtibmas," pungkasnya.
Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline