RIAU ONLINE - Dua bulan setelah meresmikan Badan Restorasi Gambut (BRG), Kantor Staf Kepresidenan meminta lembaga pemulihan itu segera bekerja. Hal ini mengingat mulai bermunculan titik api di sejumlah wilayah Indonesia.
"Mereka memang masih menyusun staf dan program. Tapi, karena titik api mulai bermunculan, mereka harus gerak cepat," ujar Kepala Kantor Staf Kepresidenan Teten Masduki saat membuka diskusi dengan BRG di kompleks Istana Negara, Kamis, 31 Maret 2016. Sebagaimana dilansir dari laman Tempo.co.
BRG langsung merespons permintaan Istana. Badan Restorasi Gambut tahun ini akan merestorasi lahan gambut yang rusak di empat kabupaten. Keempat kabupaten itu adalah Pulang Pisau di Kalimantan Tengah, Musi Banyuasin di Sumatera Selatan, Ogan Komering Ilir di Sumatera Selatan, dan Kepulauan Meranti di Riau. (BACA: Nasib Sekolah Kami tak Lagi Jelas Kapan Dibangun)
"Keempat kabupaten itu menjadi prioritas karena luas lahan gambut yang harus direstorasi di sana tergolong besar, yaitu 834.491 hektare," kata Ketua Badan Restorasi Gambut Nazir Foead. Rinciannya, 187.819 hektare masuk kawasan budi daya atau konsesi, sedangkan sisanya, 646.672 hektare, masuk kawasan lindung.
"Dan kami juga melihat historis kebakaran di sana selama lima tahun terakhir," tuturnya. Berdasarkan hasil penelusuran BRG, kawasan gambut di keempat kabupaten itu cukup sering masuk kawasan yang terbakar.
Untuk pelaksanaan restorasinya, Deputi Bidang Konstruksi dan Operasi Pemulihan BRG Alue Dohong mengatakan tahapannya sedang disusun bersama para pakar. Tahapan itu, kata dia, akan mengacu pada status lahan, topografi, dan hidrologis aliran air di kawasan gambut. (LIHAT: Kata Mahasiswa UIN Ini: Tak Ada Kami Memukul)
Secara garis besar, langkah restorasi yang bisa diambil meliputi pemetaan kawasan, pembangunan infrastruktur pembahasan gambut (sekat kanal), pembuatan persemaian, pemasangan sumur pipa bor, dan revegetasi. Khusus revegetasi, kata Alue, biaya yang akan dikeluarkan memiliki perhitungan tersendiri.
"Jadi tahapan restorasi itu restorasi hidrologi dan revegetasi. Untuk revegetasi, perhitungan kami menghabiskan Rp 8-10 juta per hektare," ujar Alue. Jika dibandingkan, restorasi hidrologis memakan biaya Rp 6-36 juta per hektare untuk lima tahun.
Nazir mengatakan pihaknya masih memakai anggaran dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Tapi mereka sudah mengajukan anggaran ke Kementerian Keuangan untuk APBN Perubahan 2016.