RIAUONLINE, JAKARTA - Kepala Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri Komjen Polisi Budi Waseso menyatakan, ada satu calon pemimpin (capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah ditetapkan sebagai tersangka. Namun, Budi tidak menginformasikan nama capim KPK itu. Kasusnya ditangani Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri. “Iya, kasusnya korupsi. Saya yang tangani,” ungkap Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Brigjen Victor E Simanjuntak, di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat malam (28/8). Sebagaimana dilansir RIAUONLINE.CO.ID dari laman PRIBUMINEWS.
Kasus itu, tambahnya, bukan termasuk ke dalam kasus lama. Pihaknya berjanji akan akan mengumumkan nama tersangka itu pada Senin depan (31/8). Victor juga mengungkapkan, dalam pengusutan kasus ini, pihaknya terbebas dari segala bentuk kepentingan dari pihak mana pun. “Senin sore saya rilis, saya janji. Direktorat saya yang tangani. Pastinya penetapan tersangka ini lepas dari kepentingan mana pun, enggak mungkin saya lidik tanpa bukti yang jelas,” kata Victor.
Pihak Pansel Capim KPK, lanjutnya, sudah dihubungi pada Jumat pagi. “Sudah lewat saya pagi tadi. Saya belum bisa bicara banyak. Kasus ini dilidik sudah sebulan lalu, ada laporan ke saya. Saya kan sudah lama di reserse,” tuturnya.
Di tempat terpisah, mantan Penasihat KPK, Abdullah Hehamahua, meminta Bareskrim Mabes Polri membuka nama capim KPK yang ditetapkan sebagai tersangka itu. “Guna memenuhi asas transparansi, baik Bareskrim maupun Pansel, nama calon tersebut perlu diumumkan sekalipun dengan inisial nama. Kalau Bareskrim tak sampaikan, ini bisa jadi bom waktu,” kata Abdullah, Jumat.
Sementara itu, di Gedung I Sekretariat Negara, Jakarta, Ketua Pansel Capim KPK Destry Damayanti mengatakan, pihaknya mengapresiasi langkah Bareskrim Mabes Polri yang telah menetapkan satu orang capim KPK sebagai tersangka. “Buat kami, ini bagus. Karena, pengungkapan ini terjadi sebelum kami menentukan final delapan itu,” katanya, Jumat.
Beredar kabar, yang menjadi tersangka itu adalah mantan Juru Bicara KPK yang kini menjadi Pelaksana Tugas (Plt) Wakil Ketua KPK, Johan Budi SP.
Benarkan demikian? Jawabannya pastinya tentu baru akan jelas pada Senin pekan depan. Namun, pada 8 Februari lalu, anggota Komisi III DPR Aboebakar Al Habsy sempat menyatakan ketidaksetujuannya ketika Johan Budi diangkat sebagai Plt Wakil Ketua KPK. Apa pasal?
Menurut Aboebakar, Johan Budi punya beban masa lalu. “Jangan sampai presiden mengangkat plt yang memiliki beban di masa lalu. Misalkan saja nama Johan Budi,” kata Aboebakar. Seharusnya, tambahnya, nama yang dipilih benar-benar bersih. Tanpa ada beban masa lalu. “Seharusnya, nama yang dipilih jangan sampai tersandera, baik dengan persoalan etik maupun persoalan yuridis,” ujar Aboebakar.
Beban masa lalu apakah? Tanggal 10 Februari lalu, Johan Budi bersama mantan Wakil Ketua KPK Chandra Hamzah dilaporkan oleh seseorang bernama Andar Situmorang ke ke Bareskrim Mabes Polri. Andar melaporkan Johan Budi dan Chandra Hamzah terkait pertemuan dengan Bendahara Umum Partai Demokrat Nazaruddin pada September 2011 lalu. Laporan Andar sudah diterima Bareskrim Polri dengan nomor CBL/96/2/2015/Bareskrim Polri. “Ini penyalahgunaan wewenang,” kata Andar di Bareskrim Polri, Jakarta.
Andar melaporkan Johan Budi, meski ini kasus lama, karena ia menganggap laporan tersebut merupakan kewajibannya sebagai masyarakat. Andar dan rekannya melaporkan Johan Budi dengan Pasal 421 KUHP juncto Pasal 36-37 KUHP.
Johan Budi sendiri menganggap pelaporan dirinya tersebut adalah hak pelapor. Ia menganggap materi yang dilaporkan tersebut sudah clear karena sudah diperiksa oleh Komite Etik KPK, yang hasilnya menyatakan dirinya tidak bersalah. “Itu hak dia. Adalah hak warga negara melaporkan siapa saja. Tapi, publik juga akan melihat sendiri ada apa di balik pelaporan peristiwa yang berlangsung tujuh tahun lalu dan itu sudah clear melalui pembentukan komite etik di KPK. Dan saya dinyatakan clear,” ungkap Johan pada 10 Februari itu juga.
Johan menjelaskan, begitu muncul tuduhan dari Nazaruddin mengenai adanya pertemuan tersebut, KPK langsung membentuk komite etik yang saat itu dipimpin Abdullah Hehamahua. Hasilnya, Johan dan Chandra dinyatakan bersih, tidak melakukan pelanggaran.
(BACA JUGA: Ini Inisial Capim KPK Ditetapkan Tersangka Bareskrim)
Lalu, Johan Budi juga sempat disebut-sebut punya kaitan dengan kasus Hambalang, terutama ketika ia bertemu dengan Bupati Bogor-Jawa Barat Rachmat Yasin di rumah dinas bupati. Tapi, Rachmat Yasin kemudian malah dijerat dalam kasus pidana korupsi berupa penerimaan suap untuk tukar-menukar kawasan hutan dengan PT Bukit Jonggol Asri (BJA). Dia didakwa menerima suap sebesar Rp 4,5 miliar terkait pengurusan izin lahan hutan tersebut. Rachmat Yasin kemudian divonis 5 tahun 6 bulan penjara. Putusan itu lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum yang sebelumnya menuntut Rachmat Yasin selama 7 tahun 6 bulan penjara. Jaksa juga mengajukan pencabutan hak politiknya untuk dipilih dan memilih dalam jabatan publik.
Dalam kasus Hambalang, menurut laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Proyek Hambalang versi Agustus 2013, Rachmat Yasin yang ketika itu masih menjadi Bupati Bogor diduga ikut melakukan pelanggaran undang-undang. Rachmat Yasin menandatangani site plan, walau pihak Kementerian Pemuda dan Olahraga belum atau tidak melakukan studi analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) Proyek Hambalang. Dengan begitu, Rachmat Yasin diduga melanggar Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta Peraturan Bupati Bogor Nomor 30 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengesahan Master Plan, Site Plan, dan Peta Situasi.
Selain itu, Kepala Badan Perizinan Terpadu Kabupaten Bogor menerbitkan izin mendirikan bangunan (IMB), meskipun pihak Kementerian Pemuda dan Olahraga belum melakukan studi amdal terhadap Proyek Hambalang. Dengan begitu, penerbitan IMB tersebut diduga melanggar Perda Kabupaten Bogor Nomor 12 Tahun 2009 tentang Bangunan Gedung. Lalu, untuk apa pertemuan Johan Budi dengan Rachmat Yasin yang ketika itu masih menjadi bupati aktif dan telah santer namanya disebut terlibat kasus Hambalang seperti diuraikan di atas?
Informasi pertemuan Johan Budi dengan Rachmat Yasin disampaikan Lembaga Informasi Masyarakat Anti Korupsi (Limak) pada 20 Februari 2013. Limak menduga, di dalam pertemuan itu ada kepentingan teselubung antara Johan Budi dan Rachmat Yasin.
Menurut Limak, pertemuan 7 Februari itu diawali dengan dialog interaktif di Gedung Serbaguna II Sekda Kabupaten Bogor. Dalam acara itu dihadri pula para kepala dinas Kabupaten Bogor.
“Sangat ironis, Johan Budi sebagai Juru Bicara KPK seharusnya tidak menghadiri acara yang diadakan di lingkungan Kabupaten Bogor yang dihadiri kepala dinas Kabupaten Bogor serta bertemu Rachmat Yasin yang saat ini masih terlibat kasus Hambalang yang ditangani KPK. Ini demi menjaga kredibilitas lembaga KPK,” demikian siaran pers Limak ketika itu.
Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline