SBY Sentil Jokowi Soal Pasal Penghinaan Presiden

Presiden-SBY.jpg
(INTERNET)

RIAUONLINE, JAKARTA - Presiden keenam Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, akhirnya angkat bicara mengenai pasal penghinaan terhadap Presiden yang diajukan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

 

SBY mengatakan, selama 10 tahun menjabat, ada ratusan dan tindakan menghina, tak menyenangkan dan cemarkan nama baik dirinya. Bahkan, tutur SBY di akun resmi Facebook-nya menuliskan, foto resmi Presiden dibakar dan diinjak-injak.

 

"Mengarak kerbau yang pantatnya ditulisi "SBY" dan kata-kata kasar penuh hinaan di media serta ruang publik. Kalau saya gunakan hak saya untuk adukan ke polisi (karena delik aduan), mungkin ratusan orang sudah diperiksa dan dijadikan tersangka," ujar mantan Pangdam Sriwijaya ini, Minggu (9/8/2015). 

 

(Baca Juga: Menteri Penghina Presiden Jokowi Itu Perempuan

 

Komentar SBY ini terkait pengajuan pasal penghinaan terhadap presiden yang disampaikan Joko Widodo ke DPR RI. Pengajuan pasal-pasal yang sering digunakan di masa Orde Baru ini, kembali dicoba dihidupkan. Padahal, Mahkamah Konstitusi (MK) sudah membatalkan pasal mengatur itu. 

 

"Barangkali saya juga justru tidak bisa bekerja, karena sibuk mengadu ke polisi. Konsentrasi saya akan terpecah. Andai itu terjadi mungkin rakyat tak berani kritik, bicara keras. Takut dipidanakan, dijadikan tersangka. Saya jadi tidak tahu apa pendapat rakyat," kata SBY. 

 

Dalam demokrasi, tuturnya, memang bebas bicara dan lakukan kritik, termasuk kepada Presiden, tapi tak harus dengan menghina serta cemarkan nama baiknya.



 

(Klik Juga: Inilah Surat Terbuka Mahasiswa Natuna untuk Presiden Jokowi

 

Sebaliknya, siapapun, termasuk Presiden, punya hak untuk tuntut seseorang yang menghina dan cemarkan nama baiknya. Tapi, janganlah berlebihan. 

 

"Pasal penghinaan, pencemaran nama baik dan tindakan tidak menyenangkan tetap ada "karetnya", artinya ada unsur subyektifitasnya," jelasnya. 

 

SBY kemudian memberikan nasihat kepada pemimpin bangsa saat ini, kalau pemimpin tak tahu perasaan dan pendapat rakyat, apalagi media juga diam serta tak bersuara, justru itu ia takutkan dan bakal jadi bom waktu.

 

"Sekarang saya amati hal seperti itu hampir tak ada. Baik itu unjuk rasa disertai penghinaan kepada Presiden, maupun berita kasar di media. Ini pertanda baik. Perlakuan "negatif" berlebihan kepada saya dulu tak perlu dilakukan kepada Pak Jokowi. Biar beliau bisa bekerja dengan baik," ujarnya. 

 

SBY kemudian mengingatkan semua anak bangsa untuk belajar menggunakan kebebasan (freedom) secara tepat. Jangan lampaui batas.

 

"Ingat, kebebasanpun bisa disalahgunakan. Ingat, liberty too can corrupt. Absolute liberty can corrupt absolutely. Saya pendukung demokrasi dan kebebasan. Tetapi bukan anarki," tulis SBY di akun media sosialnya itu. 

 

(Baca Juga: Jokowi Ngantor di Riau Tak Selesaikan Masalah Buat Apa

 

Sebaliknya, jelas SBY, pemegang kekuasaan jangan obral dan salahgunakan kekuasaan. "Kita sepakat, negara dan penguasa tak represif serta main tangkap. Power tends to corrupt. Absolute power corrupts absolutely. Kekuasaan tidak untuk "menciduki" dan menindas yang menentang penguasa," nasihatnya.

 

Para pemegang kekuasaan (power holders) tak boleh salah gunakan kekuasaannya. Presiden, parlemen, penegak hukum, pers & juga rakyat. "Kesimpulan: demokrasi & kebebasan penting, namun jangan lampaui batas. Demokrasi juga perlu tertib, tapi negara tak perlu represif," pungkasnya. 

 

 

Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline