RIAUONLINE, PEKANBARU - Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Riau, Riko Kurniawan, mengatakan, kebakaran hutan dan lahan sejak 1997 silam hingga kini tak absen di Riau, disebabkan tata kelola pengelolaan Sumber Daya Alam yang buruk.
Kondisi buruknya tata kelola pengelolaan SDA itu, mulai kehutanan dan perkebunan, diperparah dengan memberikan izin di lahan gambut yang gampang terbakar serta sulit dpadamkan.
Riko membandingkan, di banyak negara juga banyak terjadi kebakaran hutan dan lahan. Akan tetapi tidak menimbulkan asap seperti di di Indonesia.
(Baca Juga: HTI Penyumbang Terbesar Titik Api)
"Kenapa itu terjadi? Ya itu tadi rusaknya ekosistem gambut. Apalagi Indonesia negara dengan lahan gambut terluas di dunia dan Riau penyumbang 20 persen lahan gambut dari total di Indonesia," tutur Riko kepada RIAUONLINE.CO.ID, Selasa (28/7/2015).
Bicara lahan gambut ini, kata Riko, merupakan ekosistem unik dan rapuh serta sifatnya selalu basah (rawa). Ia kembali bertanya, dimana salah urusnya?
"Begitu banyak izin diberikan untuk mengekploitasi kawasan ini terutama sektor sawit dan akasia, komoditas-komoditas tersebut membutuhkan lahan dengan hamparan luas dan datar," jelas Riko.
(Baca Juga: Jokowi Ngantor di Riau tak Selesaikan Masalah, Buat Apa)
Ia menjelaskan, izin yang diberikan tersebut merupakan kawasan basah dan asam, makanya perusahaan dan industri berusaha mengeringkan gambut dengan cara membuka kanal.
Usai buka kanal, kata Riko, proses selanjutnya, maka gambut akan kering dan sangat gampang untuk membakarnya. Dari pembakaran tersebut menghasilkan abu yang berguna untuk menetralkan pH tanah.
"Jadi intinya kebakaran hutan dan lahan gambut itu disengaja untuk kepentingan ekonomi kelompok tertentu, dimana salahnya? Dalam UU LH lahan gambut di atas 3 meter tidak boleh dikonversi atau dibebankan izin. Tapi faktanya dilanggar terus regulasi tersebut," ujarnya.
(Baca Juga: Walhi: Sia-sia Menteri Siti Sering ke Riau)
Indonesia juga melarang membuka hutan dengan cara dibakar. Ini artinya, lanjut Riko, pengawasan dan perencanaan pemerintah tidak berjalan.
Riko juga mengkritik lemahnya pengawasan dan kewajiban untuk menjaga lahan yang dikuasai kelompok usaha dan perorangaan agar jangan terbakar.
"Faktanya juga banyak dilanggar. Umumnya kebakaran hutan terjadi dilahan-lahan kosong atau lahan baru dibuka atau ditinggalkan pemiliknya. Alasan sederhana untuk mengeringkan lahan gambut butuh waktu 3 tahun dan menetralkan 1 tahun, artinya ada 4 tahun lahan itu terbengkalai sehingga gampang sekali terbakar," kata Riko.
Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline