Penahanan Risnandar Mahiwa Dipindahkan ke Rutan Pekanbaru

Risnandar-mahiwa-di-kpk.jpg
(ANTARA FOTO/Muhammad Ramdan/Spt.)

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi memindahkan Eks Pj Walikota Pekanbaru, Risnandar Mahiwa di Rutan Pekanbaru. Risnandar ditangkap terkait kasus dugaan korupsi anggaran rutin Pemerintah Kota Pekanbaru.

Selain Risnandar, dua tersangka lain yang turut dipindahkan adalah mantan Sekretaris Daerah Kota (Sekdako) Pekanbaru, Indra Pomi Nasution, serta mantan Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Bagian Umum Setdako Pekanbaru, Novia Karmila.

Ketiga tersangka sebelumnya ditangkap dalam operasi senyap (OTT) oleh tim KPK pada 2 Desember 2024. Usai menjalani proses penyidikan, berkas perkara mereka kini telah dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk segera disidangkan.

"Adapun terdakwa adalah Novia Karmila, Risnandar Mahiwa, dan Indra Pomi Nasution," ujar Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, dalam keterangan persnya, Selasa, 15 April 2025.

Menurut Tessa, pemindahan para tahanan dilakukan berdasarkan surat perintah penahanan dari JPU KPK. Rencananya, pelimpahan berkas perkara ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Pekanbaru akan dilakukan pada Senin, 21 April 2025.


Dalam OTT Desember lalu, KPK menyita uang tunai sebesar Rp6,8 miliar dari berbagai lokasi. Di antaranya, Rp1 miliar disita saat penangkapan Novia Karmila di Pekanbaru, Rp1,39 miliar ditemukan di rumah dinas Wali Kota yang ditempati Risnandar, serta Rp2 miliar dari rumah pribadi Risnandar di Jakarta.

Selain itu, KPK menyita Rp830 juta dari rumah Indra Pomi Nasution, dan menemukan Rp375,4 juta di rekening ajudan Risnandar, Nugroho Adi Triputranto.

Uang sebesar Rp1 miliar juga ditemukan di tangan kakak Novia Karmila, Fachrul Chacha, serta Rp100 juta dari rumah dinas Pj Wali Kota. Dalam penggeledahan di sebuah rumah di Ragunan, Jakarta Selatan, turut ditemukan Rp200 juta.

Pada penggeledahan lanjutan 13 Desember 2024, penyidik juga menyita uang tunai Rp1,5 miliar, 60 unit perhiasan mewah, serta dokumen penting dari 21 lokasi, termasuk rumah pribadi dan kantor di lingkungan Pemko Pekanbaru.

Dari hasil penyelidikan, KPK menduga Risnandar Mahiwa menggunakan modus utang fiktif untuk mengambil dana Pemko Pekanbaru.

"Seolah-olah pegawai negeri atau penyelenggara negara lainnya serta kas umum memiliki utang kepadanya, padahal hal tersebut tidak berkaitan dengan pengelolaan anggaran Pemko Pekanbaru," tutup Tessa.

Selain itu, KPK menemukan adanya penambahan anggaran untuk Sekretariat Daerah pada November 2024, termasuk anggaran makan dan minum yang bersumber dari APBD Perubahan 2024. Dari penambahan ini, Risnandar diduga menerima jatah uang sebesar Rp2,5 miliar.