Permainan Suit 2 Siswa SMA di Pekanbaru Berujung Patah Tangan

Korban-dan-pengacaranya-saat-konpres.jpg
(DEFRI CANDRA/RIAU ONLINE)

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Seorang siswa SMA di Pekanbaru berinisial WL diduga menjadi korban kekerasan fisik dari temannya berinisial JA. Akibat perbuatan itu, korban mengalami patah tulang tangan kanan.

Pengacara korban, Parlindungan mengatakan, kekerasan berawal pada 9 Desember 2024.  Ketika itu, JA tiba-tiba memukul tangan kanan WL sebanyak dua kali hingga korban kesakitan dan menderita lebam.

"Dua hari kemudian, pada 11 Desember 2025, J mengajak W untuk fight (berkelahi-red), tapi ditolak," ujar Parlindungan didampingi orang tua WL, Suzanna Ang, Kamis, 6 Februari 2025.

WL tidak mau, JA kemudian menawarkan pilihan lain berupa main suit tangan, batu-gunting-kertas.  Hukumannya, yang kalah suit akan dipukul oleh yang menang.

"Saat suit pertama JA menang hingga memukul WL keras dengan (posisi) lengan tangan lurus. Lalu suit kedua, diduga  JA sengaja memberi kemenangan pada WL," jelas Parlindungan.

Atas kemenangan itu, WL memukul lengan  JA. Setelah memukul, WL merasakan sakit yang luar biasa. Ia merasa memukul benda keras, tidak seperti daging.

"Diduga (lengan JA-red) dilapisi benda tumpul," tambah Parlindungan.

JA memutuskan tidak melanjutkan permainan. Namun, teman-teman JA dan WL yang ada di lokasi meminta agar permainan tetap dilanjutkan.

"Pada suit ketiga, WL kembali menang dan memukul lagi lengan JA," katanya.

"Di sanalah WL tidak berdaya, lemas karena sakit. Melihat kondisi itu, orang tua WL membawa anaknya ke rumah sakit untuk rontgen. Ada tiga hasil rontgen," jelas Parlindungan.

Hasilnya rontgen pertama menunjukkan  tangan kanan WL mengalami patah. Hasil kedua angsel tangan lari dan hasil ketiga menunjukkan memar-memar di tangan kanan.

Atas kejadian itu, Parlindungan mewakili orang tua W telah melaporkan ke Unit  Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polresta Pekanbaru.

Langkah itu terpaksa dilakukan orang tua WL setelah berbagai upaya yang dilakukannya untuk menyelesaikan kasus buntu.

"Saat ini sedang diproses untuk menemukan ada perbuatan pidana atau tidak," sebut Parlindungan.

Hasil koordinasi, saat ini  penyidik sedang menunggu hasil telaah rumah sakit yang menerangkan penyebab pasti patah.

"Apakah wajar memukul lengan patah, tanpa ada sebab lain," ucap Parlindungan.

Selain itu, lanjut Parlindungan, penyidik juga sudah turun ke sekolah tapi tidak menemukan CCTV, yang bisa jadi dasar juga untuk mengungkap perkara tersebut.

"Jadi petunjuk (untuk mengetahui) benar tidak diletakkan benda (di lengan)," lanjut Parlindungan.


Parlindungan yakin aparat kepolisian dapat menyelesaikan perkara ini secara profesional. Ia juga meminta pihak sekolah dan lainnya membantu kelancaran proses penyelidikan oleh kepolisian.

Ia juga menyatakan, tidak ada uang damai sebesar Rp10 juta yang disebut-sebut berbagai pihak telah diterima oleh  oleh orang korban.

"Pihak sekolah juga seolah-olah lebih membela pihak JA daripada membela WL yang mengalami patah tangan. Saat kejadian tidak ada upaya pihak sekolah untuk memberikan pertolongan kepada anak klien kami," pungkasnya.

RiauOnline kemudian mendatangi sekolah Swasta tersebut dan menanyakan bagaimana tentang tudingan yang disampaikan pihak keluarga WL terhadap pihak sekolah yang lalai atas kejadian yang menimpa WL dengan JA di dalam kelas.

Kepala Sekolah Swasta DY, Cristian Pramudana menceritakan awal kejadian Pada Rabu, 11 Desember 2024, sekitar pukul 09.30 WIB.

Sebuah Video yang diunggah oleh orangtua berinisial WL, Suzanna Ang menyebutkan bahwa anaknya dipukul dan ditinju berulang-ulang hingga patah pergelangan tangan.

Berdasarkan penjelasan pihak sekolah dan kronologi yang diterima, kejadian tersebut terjadi saat WL dan JA sedang bermain "suit-suitan" di kelas usai jam istirahat Ujian Akhir Semester.

Permainan ini disaksikan oleh teman-teman sekelas mereka, di mana pemenang dari permainan suit akan meninju lengan bahu lawannya. Dalam permainan tersebut, WL dan JA bergantian memenangkan pertandingan.

Pada pertandingan suit kelima, WL memenangkan permainan dan secara spontan meninju lengan bahu JA, namun tak disangka, pergelangan tangan WL justru terkilir atau cedera saat memukul.

Keterangan dari teman-teman yang berada di sekitar menyebutkan bahwa WL memukul menggunakan punggung tangan yang terkepal, yang kemungkinan besar menyebabkan cedera pada pergelangan tangan kanannya.

Setelah insiden tersebut, guru pengawas ujian dan beberapa teman sempat menanyakan kondisi tangan WL yang merasa sedikit sakit namun tetap melanjutkan ujian hingga selesai menggunakan tangan kirinya.

Menurut penuturan pihak keluarga, pada sore hari WL dibawa ke tukang urut untuk mengobati cedera tersebut.

Keesokan harinya, Kamis, 12 Desember 2024, pihak sekolah berupaya untuk mendamaikan kedua belah pihak dengan mempertemukan keluarga WL dan JA.

Mediasi ini dilaksanakan di sekolah, dan kedua belah pihak diberikan penjelasan mengenai kronologi kejadian berdasarkan kesaksian teman-teman yang menyaksikan langsung insiden tersebut.

"Sayangnya, mediasi ini gagal mencapai kesepakatan. Orang tua WL malah memposting potongan video mediasi di ruang UKS dan foto tangan WL yang diperban di Instagram Story dengan keterangan yang mengklaim bahwa anaknya telah dipukul oleh teman sekelasnya hingga tangannya patah," ujar Cristian Pramudana, Jumat, 7 Februari 2025.

Namun, fakta yang ada menunjukkan bahwa cedera yang dialami WL terjadi dalam permainan tinju-tinjuan di lengan bahu, dan justru WL sendiri yang terakhir kali meninju dalam permainan tersebut.

Meski demikian, video yang diposting orang tua WL menyebar luas dan memicu berbagai reaksi dari masyarakat.

Pada sore hari sekitar pukul 17.00 WIB, pihak sekolah mendapat informasi bahwa orangtua WL sedang berada di kantor Polisi untuk melaporkan kejadian tersebut dan meminta surat visum.

Pihak sekolah segera menuju ke kantor polisi dan bertemu dengan pihak keluarga JA. Dalam proses mediasi yang difasilitasi oleh kepolisian, pihak sekolah bersama pihak keluarga WL akhirnya mencapai kesepakatan untuk berdamai, dengan ketentuan bahwa biaya pengobatan W sebesar Rp1.000.000,- akan ditanggung oleh keluarga JA.

Selain itu, pihak sekolah berkomitmen untuk membantu biaya rontgen dan pengobatan lanjutan berdasarkan hasil rontgen tersebut.

Namun, setelah pertemuan di kantor polisi, orangtua WL tidak dapat memenuhi undangan pihak sekolah untuk mengambil bantuan biaya pengobatan pada keesokan harinya.

Bahkan, alasan ketidakhadiran orang tua WL berlanjut hingga memasuki masa liburan sekolah, sehingga serah terima bantuan biaya pengobatan tidak dapat terlaksana.

Pada Kamis, 9 Januari 2025, orangtua WL kembali memposting video yang berisi potongan mediasi di kantor polisi, yang kemudian menjadi viral dan menambah spekulasi di media sosial terkait kejadian tersebut.

Video ini seolah membentuk opini publik yang bertentangan dengan kronologi kejadian sebenarnya.

Saat ini, pihak kepolisian sedang menangani laporan yang diajukan oleh orangtua WL, dan proses mediasi lanjutan akan dilakukan pada Senin, 10 Februari 2025.

Pihak sekolah bersama saksi, guru, dan kedua belah pihak orang tua telah memberikan keterangan yang diperlukan. Kepolisian juga telah melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) di kelas tempat kejadian berlangsung.

Dalam kesempatan ini, pihak sekolah menegaskan kembali bahwa mereka selalu berkomitmen untuk menciptakan lingkungan belajar yang aman dan kondusif bagi seluruh siswa.

“Kami tidak akan pernah mentolerir kekerasan atau bullying dalam bentuk apapun," tegas Cristian.

Pihak sekolah berharap agar masalah yang bermula dari sebuah permainan suit-suitan ini dapat diselesaikan secara damai dan kekeluargaan, serta tidak menambah ketegangan di antara kedua belah pihak.

"Pihak sekolah juga mendukung penuh proses hukum yang sedang berlangsung agar dapat diselesaikan secara adil dan transparan," tutup Cristian.

Hal di atas juga membantah semua tudingan yang disampaikan ibu WL, Suzanna Ang di Kantor Pengacara Parlindungan.