Shinta Offtianty, ibu korban dugaan penganiayaan di ponpes memenuhi panggilan Polres Kampar usai dilaporkan atas dugaan pencemaran nama baik.
(Istimewa)
RIAU ONLINE, PEKANBARU - Orangtua korban dugaan penganiayaan, Shinta Offtianty dilaporkan pihak Pondok Pesantren Darul Quran ke Polres Kampar terkait pencemaran nama baik.
Sebelumnya, Shinta memviralkan kasus dugaan penganiayaan anaknya Fahri ke Media sosial karena Shinta menilai tak ada itikad baik pihak Ponpes untuk menyelesaikan persoalan ini.
Pihak Ponpes kemudian tak terima atas tindakan Shinta, sehingga pihak Ponpes melaporkan Sinta dengan UU ITE atas tuduhan pencemaran nama baik.
Menanggapi hal ini, Kapolres Kampar, AKBP Ronald Sumaja mengaku akan meminta keterangan ahli IT untuk memastikan apakah ada unsur pidana yang dilakukan Shinta.
"Kita tindaklanjuti lagi ke ahli IT, kemudian kita butuh keterangan ahli bahasa apakah ada kata-kata di dalam media sosial tersebut masuk unsur pidana ITE," ujar AKBP Ronald, Kamis, 7 November 2024.
Lanjut Mantan Kapolres Siak tersebut, pihaknya akan melakukan pemeriksaan dugaan Penganiayaan ini secara profesional.
"Mohon bersabar, kita akan menindaklanjuti kasus ini secara profesional. Saat ini empat orang saksi susah kita periksa termasuk terlapor dan pelapor," jelas Ronald.
Ronald menjelaskan kalau pihaknya masih menindaklanjuti kasus dugaan penganiayaan dan pencemaran nama baik Ponpes Darul Quran itu.
"Masih tahap penyelidikan, kita butuh gelar dulu, dari keterangan-keterangan tersebut butuh koordinasi dengan ahli karena ini menyangkut IT. UU ITE yang kita pakai, hasil dari gelar itu baru bisa kita tentukan apakah kasus ini bisa dinaikkan atau tidak," pungkasnya.
Sebelumnya diketahui, Orang tua korban dugaan penganiayaan di Pondok Pesantren DQ Kabupaten Kampar, Shinta, kini kian memanas. Pihak Ponpes, kini melaporkan orang tua korban ke Polres Kampar atas dasar pencemaran nama baik atau Undang-undang ITE.
Kapolres Kampar, AKBP Ronald Sumaja memberikan keterangan mengenai kasus dugaan penganiayaan yang terjadi di Pondok Pesantren (Ponpes) di wilayah hukum Polres Kampar.
Menurut Ronald, kasus ini melibatkan dua isu utama, yakni dugaan penganiayaan terhadap seorang korban Fahri (13 tahun) dan adanya laporan mengenai pencemaran nama baik yang dilaporkan oleh Pihak Ponpes ke Polres Kampar.
“Untuk dugaan penganiayaan yang terjadi di Ponpes, informasi yang kami dapatkan menyebutkan bahwa korban sudah melaporkan kejadian ini ke Polda Riau,” ujar AKBP Ronald Sumaja, Rabu, 6 November 2024.
Ronald menjelaskan bahwa pihak Ponpes juga merasa dirugikan oleh pernyataan-pernyataan yang tersebar di media sosial, yang diduga mencemarkan nama baik lembaga tersebut. Akibatnya, pihak Ponpes melaporkan masalah ini ke Polres Kampar dengan dugaan pelanggaran Undang-Undang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik).
“Pihak Ponpes merasa ada unsur Tindak Pidana ITE atau pencemaran nama baik, dan mereka sudah melaporkan masalah ini ke Polres Kampar,” jelasnya.
Meski kasus ini melibatkan dua unsur hukum yang berbeda, Ronald menegaskan bahwa Polres Kampar akan tetap menindaklanjuti laporan tersebut dengan profesional.
"Tentunya, segala bentuk aduan atau laporan akan kami tindaklanjuti. Dari awal kami mulai dengan penyelidikan dulu, nanti baru kami lihat apakah ada unsur yang terpenuhi atau tidak,” tambahnya.
Saat ini, penyelidikan masih terus berlangsung. Sebagai bagian dari proses, Polres Kampar telah memeriksa empat orang saksi terkait kejadian tersebut.