Masyarakat Desa Senama Nenek protes atas dugaan tidak transparannya pengelolaan kebun sawit oleh Koperasi KNES.
(Istimewa)
RIAU ONLINE, PEKANBARU - Diperkirakan Rp1 Triliun rupiah uang panen sawit 2.100 Ha milik Masyarakat Desa Senama Nenek, diduga dikelola tidak transparan oleh Koperasi KNES.
Suroto, SH, Ketua Tim TAPAK Riau yang menjadi kuasa hukum masyarakat menjelaskan, sebelumnya pada Desember 2019 lalu Pemerintah Pusat melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang RI membagikan 2800 Ha lahan perkebunan, 2100 Ha diantaranya merupakan kebun kelapa sawit produktif.
“Pemberian 2800 Ha kebun kepada masyarakat Desa Senama Nenek tersebut disertai dengan sertifikat hak milik masing-masingnya, dimana per kepala keluarga mendapatkan 1 kavling dengan luas 1,8 Ha,” terangnya.
Kebun sawit yang dibagikan kepada masyarakat tersebut adalah lahan yang sebelumnya dikelola oleh PTPN V sebagai solusi penyelesaian konflik yang sudah bertahun-tahun terjadi antara masyarakat ulayat Senama Nenek dengan PTPN V.
Entah bagaimana caranya kemudian 2.100 Ha kebun sawit masyarakat Desa Senama Nenek tersebut dikelola dan dipanen oleh Koperasi Nenek Eno Senama Nenek (KNES) dengan bekerjasama dengan PTPN V.
“Padahal masyarakat pemilik kebun sama sekali tidak pernah memberikan persetujuan atau kuasa kepada KNES atau PTPN V untuk mengelola kebun sawit tersebut dan masyarakat pemilik kebun juga merasa tidak pernah mendaftar menjadi anggota Koperasi Nenek Eno Senama Nenek (KNES),” ungkapnya.
Selama dikelola oleh KNES yang bekerjasama dengan PTPN V, pengelolaan keuangan hasil panen kebun tersebut sangat tidak transparan. Uang hasil panen kebun 2.100 Ha milik masyarakat Desa Senama Nenek jika dihitung sejak tahun 2020 sampai dengan sekarang jumlahnya sangat besar.
“Bayangkan saja kebun sawit seluas 2100 Ha jika hasil panennya tiap bulan per hektar 3 Ton maka total hasil panennya per bulan sekitar 6.300 ton atau 6,3 juta kilo, jika harga rata-rata Rp2800,- per kilo maka jumlah uang hasil panen per bulan Rp17.640 juta,” paparnya.
“Jika dihitung dari awal 2020 sampai dengan sekarang (sudah 60 bulan) maka uang hasil panen yang dikelola oleh KNES bekerjasama dengan PTPN V angkanya sangat fantastis mencapai Rp1.058.400.000.000,” imbuhnya.
Sangat disayangkan uang panen kebun sawit yang sangat besar tersebut tidak dapat mensejahterakan masyarakat Senama Nenek sebagai pemiliknya, malah Ketua Koperasi Nenek Eno Senama Nenek (KNES) H Alwi menyebutkan pada tahun 2021 KNES berhutang jumlahnya sampai Rp68,555 juta.
Pembayaran hutangnya dibebankan kepada hasil panen kebun masyarakat, padahal masyarakat tidak pernah tahu untuk apa kegunaan uang hutang tersebut dan masyarakat tidak pernah diberikan rincian hutang oleh Ketua KNES H Alwi meskipun sudah berkali-kali diminta oleh masyarakat.
"Karena KNES tidak transparan dalam mengelola uang hasil panen kebun masyarakat, kemudian masyarakat pemilik kebun melalui Ninik Mamaknya Datuk Bandaharo melaporkan perihal tersebut kepada Pemerintah Kabupaten Kampar, Dinas Koperasi Kabupaten Kampar, Polres Kampar, Pemerintah Provinsi Riau dan Polda Riau.
“Akan tetapi semua instansi tersebut seakan tutup mata dan tidak mau ambil pusing dengan persoalan yang dihadapi masyarakat Desa Senama Nenek dengan KNES, padahal para pemilik kebun tersebut adalah masyarakat yang harusnya dilindungi dan diayomi, jangan cuma musim kampanye Pilkada saja calon Kepala Daerah itu datang dan meminta dukungan akan tetapi pada saat masyarakat Desa Senama Nenek ada masalah Bupati dan Gubernur terpilih acuh dan tidak peduli," kata Suroto.
Suroto menambahkan, pada akhir tahun 2023 kemarin karena desakan ekonomi, masyarakat Senama Nenek pemilik kebun mencoba melakukan pemanenan mandiri kebun sawitnya.
Hal tersebut dilakukan karena bagi hasil uang panen sawit yang diberikan Koperasi Nenek Eno Senama Nenek (KNES) kepada Pemilik kebun jumlahnya terlalu kecil rata-rata hanya Rp900 ribu per bulan per kapling (1,8 Ha), bahkan pada bulan September 2023 masyarakat pemilik kebun cuma menerima bagi hasil panen sejumlah Rp350 ribu per bulan per kapling (1,8 Ha).
"Jumlah ini sangat tidak masuk akal, perhitungan masyarakat pemilik kebun seharusnya mereka bisa mendapatkan pembagian hasil panen tersebut sejumlah Rp4 juta sampai dengan Rp4,5 juta per bulan per kavling (seluas 1,8 Ha), mau makan apa kami Klien kami dengan pembagian hasil panen yang cuma Rp900 ribu perbulan itu," katanya.
"Panen mandiri yang dilakukan masyarakat tersebut tidak berjalan mulus dan tidak dapat dilanjutkan karena pihak pengamanan yang diturunkan KNES membuat masyarakat pemilik kebun takut, selain itu akses jalan keluar masuk mobil pengangkut buah saat itu juga ditutup menggunakan portal oleh pengamanan KNES dan pabrik kelapa sawit dan ram yang ada di sekitar kebun masyarakat juga tidak mau menerima buah dari masyarakat karena telah disomasi oleh KNES," ungkap Suroto.
Sikap Pemerintah Kabupaten Kampar, Pemprov Riau dan aparat penegak hukum yang sama seakan tidak peduli dengan persoalan yang selama bertahun-tahun dihadapi masyarakat Desa Senama Nenek tersebut.
Pemerintah dan aparat penegak hukum membiarkan masyarakat Desa Senama Nenek pemilik 2800 Ha menanggung beban hutang sampai Rp. 68.555 juta.
"Masyarakat pemilik kebun juga menyayangkan sikap PTPN V sekarang bernama PTPN IV Sub Holding PalmCo yang tetap saja bekerjasama dengan KNES. Padahal PTPN V mengetahui KNES tidak transparan mengelola uang hasil panen kebun masyarakat dan PTPN V juga mengetahui uang bagi hasil panen yang diberikan KNES kepada masyarakat pemilik kebun angkanya sangat kecil dan tidak masuk akal,” ungkap Suroto.
“Seharusnya sebagai perpanjangan tangan Pemerintah PTPN V ikut mengupayakan bagaimana agar 2800 Ha kebun sawit yang diberikan Pemerintah pusat tersebut benar – benar bisa mensejahterakan masyarakat Desa Senama nenek, tidak hanya berfikir bagaimana PTPN V mendapat keuntungan," imbuhnya.
Bulan Desember 2024 mendatang, kontrak kerjasama antara KNES dengan PTPN V akan berakhir. Masyarakat Desa Senama Nenek pemilik 2800 Ha kebun sawit menolak secara tegas jika PTPN V memperpanjang kerjasamanya dengan KNES dalam mengelola kebun 2800 Ha.
Pasalnya, dari awal masyarakat sebagai pemilik kebun tidak pernah menyetujui dan tidak pernah memberikan kuasa kepada KNES untuk bekerjasama kepada PTPN V.
Jika PTPN V memperpanjang kerjasamanya dengan KNES, kata Suroso, maka masyarakat Desa Senama Nenek akan menggelar aksi unjuk rasa besar-besaran, akan menduduki dan menginap di kantor PTPN V dan menyurati Presiden R.I, Menteri BUMN dan pejabat terkait lainya.
Masyarakat Desa Senama Nenek pemilik kebun juga akan melaporkan PTPN V ke Mabes Polri atau Polda Riau atas dugaan melakukan tindak pidana penadahan sebagaimana pasal 480 KUHPidana.