RIAU ONLINE, PEKANBARU - Penasehat hukum terdakwa Plt Sekwan DPRD Riau, Tengku Fauzan Tambusai, Heriyanto menolak semua dakwaan jaksa yang memberatkan kliennya pada sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Pekanbaru, Selasa, 17 September 2024.
Heriyanto menyoroti tentang keberadaan bukti SPPD Fiktif yang dimasukkan di dalam berkas perkaranya, karena tanggal SPPD Fiktif tersebut dikeluarkan pada bulan Agustus dan awal September 2022.
Sementara itu, kliennya baru diangkat sebagai Plt Sekwan pada tanggal 14 September 2022.
"Diduga ada permainan SPPD Fiktif ini, bahkan SPPD Fiktif ini sudah ada sebelum klien saya menjabat bahkan klien kami hanya menjadi tumbal dari permasalahan yang sudah ada di masa kepemimpinan sebelumnya," jelas Hariyanto.
Lanjut Hariyanto, tidak menutup kemungkinan jika dirunut ke belakang dengan melakukan audit dari awal tahun 2022 akan ditemukan keterlibatan pejabat sebelumnya dan orang-orang yang sudah menjabat sebelum terdakwa Tengku Fauzan masuk sebagai Plt Sekwan.
Dalam eksepsinya, terdakwa Tengku Fauzan juga mempertanyakan kapasitas DS yang menjadi sumber informasi utama dalam perkara ini, karena dari keterangannya tergambar permainan SPPD Fiktif ini.
"Anehnya DS (orang Sekwan-red) memposisikan dia baru melakukan hal tersebut setelah ada perintah dari klien kami TFT, sedangkan faktanya apa yang dikerjakan oleh DS dengan mempersiapkan seluruh berkas pelengkap pencairan SPPD Fiktif."
"Tidak mungkin dikerjakan oleh orang yang baru pertama kali melakukannya, dan faktanya DS sudah berada di posisi itu sejak Plt Sekwan sebelumnya."
"Bahkan saat masih dikomandoi Sekwan definitif yang namanya sedang hangat di Polda Riau dalam perkara yang sama berkaitan dengan dugaan SPPD Fiktif sekretariat DPRD Provinsi Riau," jelas Hariyanto.
Selain itu, Tim Kuasa Hukum Terdakwa juga mempermasalahkan jumlah nilai kerugian negara yang dituduhkan kepada kliennya TFT.
Nominal yang tertera di dalam Surat dakwaan jaksa terasa sangat aneh, karena TFT dituduh menerima uang secara tunai pada sekitar akhir tahun 2022.
"Dalam penyerahan tunai tersebut ada nominal angka Rp.140,-, artinya saat itu terdapat uang pecahan Rp40,-, sehingga sangat tidak masuk akal, hal ini menunjukkan terlalu dipaksakannya perkara ini," jelasnya.
Permasalahan terakhir yang disorot oleh Tim Kuasa hukum TFT, yakni keberadaan Laporan Hasil Audit yang termuat di dalam Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum.
"Hasil Audit Tersebut dikeluarkan oleh Inspektorat Provinsi Riau pada bulan Juli 2022, sementara TF telah ditetapkan sebagai Tersangka dan ditahan sejak Mei 2022,” ujarnya.
“Sehingga, terlihat jelas saat Penetapan Tersangka dan Penahanan, Jaksa Penyidik dari Kejaksaan Tinggi Riau belum memiliki hasil audit jumlah kerugian negara," tambahnya.
Menurut Kuasa Hukum Terdakwa, hal ini bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 25/PUU-XIV/2016 tersebut, yang dengan tegas menyatakan sangkaan yang menggunakan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor, harus memiliki nilai kerugian pasti yang memang telah dikeluarkan oleh Lembaga/instansi yang berwenang dalam menentukan kerugian Negara.
"Artinya sebelum penetapan tersangka harus ada terlebih dahulu nilai kerugian negaranya, baru ditetapkan Tersangka, bukan seperti yang saat ini dialami oleh TF yaitu ditetapkan tersangka dan ditahan terlebih dahulu pada tanggal 15 mei 2024, dan baru ada hasil audit nilai kerugian negara pada bulan juli 2024," pungkasnya.
Heriyanto meminta kepada Majelis Hakim agar memberikan Putusan sela yang menolak atau tidak menerima Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum dan segera mengeluarkan TF dari Rumah Tahanan Negara.
Setelah selesainya pembacaan Eksepsi dari Kuasa Hukum TF tersebut, Jaksa Penuntut umum menyatakan akan memberikan tanggapan secara tertulis pada sidang berikutnya yang akan dilaksanakan pada hari kamis tanggal 19 September 2024 nanti.