RIAU ONLINE, PEKANBARU - Riau merupakan provinsi yang mengandalkan kelapa sawit sebagai komoditas pertanian di Indonesia. Tak heran, setidaknya ada 273 perusahaan perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau.
Akan tetapi, Gubernur Riau Edy Natar Nasution, mengungkap fakta mencengangkan bahwa ratusan perusahaan perkebunan sawit belum mengantongi Hak Guna Usaha (HGU) sebagai izin operasional yang harus ditaati.
Berdasarkan data yang disampaikan Edy Natar Nasution, 273 perusahaan perkebunan sawit tersebut sudah memiliki Izin Usaha Perkebunan (IUP) atas lahan yang totalnya seluas 1,739,300.85 hektare (Ha).
Sementara untuk kepemilikan HGU, hanya 145 perusahaan yang mengurus dan mendapatkannya untuk total lahan seluas 992.992,02 Ha atau 57 persen dari total 1,7 juta hektar lahan tersebut.
"Perizinan sawit di Riau ada seluas 1,7 juta hektar lebih, dengan jumlah perusahaan terdaftar sebanyak 273 perusahaan. Sementara yang sudah memiliki HGU baru 145 perusahaan. Sementara 128 perusahaan lainnya belum ada HGU," ujarnya.
Menurutnya, total keseluruhan lahan perkebunan sawit di Provinsi Riau berkisar 3,3 juta hektar atau mencapai 20,08 persen dari luas perkebunan sawit nasional. Hal ini menunjukkan, bahwa perkebunan sawit di Riau adalah yang terbesar di Indonesia.
Ia pun menyayangkan bahwa potensi besar perkebunan sawit ini justru terkendala karena masih banyaknya perusahaan perkebunan yang tidak berizin.
"128 perusahaan tidak punya HGU, totalnya 746.100,12 hektar lahan. Ini kalau kita cermati merupakan persoalan tersendiri. Begitu banyak perusahaan perkebunan sawit yang beroperasi di Riau ini, yang belum memiliki HGU, namun tetap menikmati hasil sawitnya," jelasnya.
Edy Natar juga menyinggung terkait perusahaan perkebunan sawit yang tidak melaksanakan fasilitasi pembangunan kebun sawit kepada masyarakat tempatan. Dimana, perusahaan ini seharusnya melaksanakan partisipasi pembangunan kebun sawit masyarakat.
"Saat ini perusahaan perkebunan sawit yang baru melaksanakan partisipasi pembangunan kebun sawit masyarakat baru 56 perusahaan dari 273 perusahaan, baru 20 persen," paparnya.
Menurutnya, pelanggaran-pelanggaran semacam ini seharusnya tidak terjadi. Ia menyayangkan meskipun perkebunan kelapa sawit di Riau adalah terbesar di Indonesia, namun belum sepenuhnya memberikan dampak baik bagi masyarakat di sekitar (perusahaan kelapa sawit), dan bahkan tidak sedikit yang justru menjadi konflik dengan masyarakat.
Ia berharap, semua pihak terutama jajaran pemerintah setempat dapat menemukan win-win solution (kemenangan yang adil) untuk meningkatkan potensi kelapa sawit di Riau serta menyelesaikan konflik-konflik yang terjadi antara perusahaan dan masyarakat.