Bupati Non Aktif Kepulauan Meranti Muhammad Adil Dituntut 9 Tahun Penjara oleh JPU

Sidang-tuntutan-M-Adil.jpg
(ANTARA/Annisa Firdausi)

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Bupati non aktif Kepulauan Meranti, Muhammad Adil dituntut 9 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Pengadilan Negeri Pekanbaru, Rabu, 29 November 2023 malam.

Terdakwa Muhammad Adil diduga terlibat tindak pidana korupsi secara bersama-sama dengan Kepala BPKAD Fitria Ningsih dan Auditor BPK RI perwakilan Riau, M Fahmi Aressa.

JPU menyatakan terdakwa bersalah melanggar Pasal 12 huruf f juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Melanggar Pasal 12 huruf a juncto Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999.

Kemudian, melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

"Menuntut terdakwa Muhammad Adil terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Menghukum terdakwa dengan pidana penjara selama 9 tahun," ujar JPU, Ikhsan Fernandi, saat membacakan amar tuntutannya.

Tuntutan dibacakan JPU KPK, Ikhsan Fernandi di hadapan Majelis Hakim Tipikor Pengadilan Negeri Pekanbaru yang dipimpin M Arif Nurhayat.

Selain penjara, JPU juga menuntut Muhammad Adil membayar denda sebesar Rp 600 juta, dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar dapat diganti dengan hukuman kurungan selama 6 bulan.

Selain itu, JPU membebankan Muhammad Adil membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 17.821.923.078.  



"Satu bulan setelah putusan inkrah, harta benda terdakwa disita dan dilelang untuk mengganti kerugian negara. Jika tak mencukupi dapat diganti hukuman penjara selama 5 tahun," jelas JPU.

JPU menyebut Muhammad Adil melakukan pemotongan 10 persen Uang Persediaan (UP) dan Ganti Uang (GU) kepada kepala organisasi Perangkat daerah (OPD) di lingkungan Pemkab Kepulauan Meranti.

Penyerahan uang dari OPD itu dibuat seolah-olah sebagai utang. Padahal OPD tidak mempunyai utang kepada terdakwa. Mau tak mau para OPD menuruti perintah Muhammad Adil untuk menyerahkan uang dengan alasan loyalitas.

Dari pemotongan UP dan GU itu, pada 2022 Muhammad Adil menerima uang sebesar Rp 12 miliar lebih. Sedangkan di 2023 menerima sekitar Rp 5 miliar. 

Total uang pemotongan UP dan GU yang diterima terdakwa selama rentang waktu tersebut sebesar Rp17.280.222.003.

Selanjutnya, terdakwa Muhammad Adil menerima suap dari Fitria Nengsih selaku kepala perwakilan PT Tanur Muthmainah Tour (TMT) di Kabupaten Kepulauan Meranti sebesar Rp 750 juta. 

PT TMT merupakan perusahaan travel haji dan umrah yang memberangkatkan jamaah umrah program pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti.

Jamaah yang diberangkatkan itu merupakan guru mengaji, imam masjid dan pegawai berprestasi dengan anggaran APBD Tahun 2022. PT TMT memberangkatkan 250 jemaah dan Muhammad Adil meminta fee Rp 3 juta dari setiap jemaah yang diberangkatkan.

Ketiga, Muhammad Adil bersama Fitria Nengsih pada Januari-April 2023, memberikan suap kepada auditor Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) perwakilan Riau, Muhammad Fahmi Aressa sebesar Rp1,1 miliar dengan maksud agar Kabupaten Kepulauan Meranti dapat Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) 2022.

"Perbuatan terdakwa bersama Fitria Nengsih sudah memenuhi unsur tindak pidana korupsi. Maksud unsur pegawai negeri sebagai penyelenggaraan negara menerima uang dan janji," jelas JPU.

Uang yang ia terima digunakan Adil untuk kebutuhan pribadi, operasional bupati, pembelian minuman kaleng dan lainnya. Selain itu uang tersebut diketahui juga diberikan kepada istri siri terdakwa, Fitria Nengsih. 

Adapun hal yang memberatkannya ialah, Muhammad Adil tidak mendukung pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi dan mencoreng institusi penyelenggara negara. 

Sidang akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda pledoi dari kuasa hukum terdakwa.