“Diusir” saat Tampil di HUT Ke-66 Riau, Teater Salembayung Kesalkan Sikap DPRD

Teater-Salembayung-di-hut-riau.jpg
(BAGUS PRIBADI/RIAU ONLINE)

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Teater Selembayung mendapatkan perlakuan tak menyenangkan saat tampil di Sidang Paripurna HUT ke-66 Riau di DPRD Riau, Rabu, 9 Desember 2023 lalu.

Pertunjukan teater bertajuk Opera Tun Fatimah itu diperankan oleh sekelompok anak-anak dan harus berhenti saat Gubernur Riau, Syamsuar memasuki ruang paripurna. Diadakannya pertunjukan itu pun menurut pengakuan Teater Selembayung, sebab sebulan sebelumnya diberikan kehendak untuk tampil di DPRD Riau. 

Sutradara sekaligus Pimpinan Teater Selembayung, Fedli Aziz, kecewa dengan para hadirin acara yang sama sekali tak ada respon dan respect dengan penampilan yang dibawakan anak-anak berusia SD. 

“Tak ada hati nurani untuk menonton. Anak-anak itu sudah latihan satu bulan penuh mempertunjukkan kemampuan di depan khalayak terhormat di DPRD, tapi para hadirin malah sibuk sendiri. Anak-anak itu hanya melakukan setengah pertunjukan,” jelas dia, Kamis, 10 Agustus 2023.

Menurut dugaan Fedli, panitia tak memasukkan agenda pertunjukan teater, padahal sebulan sebelumnya sudah kontrak. Sudah melakukan gladi resik, dan rapat berkali-kali.

“Untuk apa mereka bicara Riau dan Melayu yang santun dan beradab kalau mereka satupun tak ada yang beradab. Tak ada rasa malu dan empati terhadap kesenian dan kebudayaan,” tegas Fedli.

Meski diakuinya pihak Sekretariat DPRD Riau meminta maaf secara personal, tapi pertunjukan itu dihentikan memang karena kondisi panggung harus steril saat gubernur masuk. 



“Padahal kenapa kalau gubernur menonton itu? Memang gubernur anti melayu? Segala perkakas kebudayaan melayu tergambar di kesenian melayu. Mereka bukannya mau mengapresiasi, malah tak peduli dengan anak kecil. Kami diundang oleh DPRD Riau dan diminta untuk tampil,” terangnya.

Lebih jauh dijelaskannya, awalnya Teater Selembayung direncanakan tampil di acara inti sidang paripurna setelah tari persembahan. Namun, kata Fedli, dua hari sebelum acara pihaknya dipanggil rapat dan Panpel menyatakan mengeluarkan Teater Selembayung dari acara inti. 

“Lalu diminta tampil sebelum Gubri Cs hadir di DPRD. Alasannya, mengganggu kesakralan dan ketakutan-ketakutan lainnya. Menurut Panpel itu permintaan jajaran pimpinan. Dengan berat hati saya oke kan. Maka kami diberi jadwal tampil pagi-pagi sekali,” tuturnya.

Menurut dia Panpel DPRD Riau takut diprotes di depan khalayak karena teater biasanya penuh dengan pesan-pesan protes. Sebab itu diminta pentas di awal acara sebelum gubernur datang dengan waktu 30 menit.

“Kami datang pagi langsung disuruh tampil, bagaimana mau tampil kalau penontonnya tak ada. Makanya kami tolak. Sebenarnya, pada rapat terakhir dengan mereka kami sudah memastikan soal itu hingga berkali-kali. Kami tanyakan kalau gubernur datang saat pertunjukan berjalan bagaimana? kata mereka nanti bisa dikondisikan. Dan kami memang dikondisikan untuk keluar dari panggung sebelum Syamsuar masuk,” jelas Fedli. 

“Arogansi penguasa itu sepanjang usia langit dan bumi. Opera mini Tun Fatimah yang kami bawakan menggambarkan arogansi Mahmud l yang membunuh ayah, ibu, dan suami Tun Fatimah. Ternyata arogansi 1511 di abad 16 Masehi itu masih update hingga abad 21 ini,” kesalnya.

Lebih dari itu, Fedli juga mempertanyakan sikap instansi kebudayaan yang ada di Riau. 

“Bagaimana ini sikap LAMR terhadap aksi pengusiran pertunjukan teater itu? Apa sikap Dewan Kesenian Riau? Minimal mereka mau memediasi. Kemudian sikap Dinas Kebudayaan, kenapa sejauh ini mereka diam,” tandasnya.