RIAU ONLINE, PEKANBARU – Fenomena politisi Riau pindah partai jelang Pemilu kerap terjadi dan bukan lagi dianggap sebagai hal yang tak wajar, termasuk jelang Pemilu 2024 ini. Tak jarang nama-nama populer yang hendak maju ke DPR RI baik dari Dapil Riau 1 maupun Dapil Riau 2 mulai menyatakan sikap di partai barunya.
Fenomena ‘kutu loncat’ ini semakin terasa saat ini, mengingat KPU Riau tengah membuka pendaftaran Bacaleg sejak 1 Mei hingga 14 Mei 2023 mendatang.
Misalnya, salah satu politisi Gerindra, Wan Aniska, yang berlabuh ke Partai Perindo untuk mendapatkan kursi DPR RI Dapil Riau 1. Sikap politiknya itu dikatakannya sebab Partai Perindo adalah partai yang fokus pada masyarakat.
“Perindo ini punya platform kesejahteraan rakyat, dan selama ini saya menyaksikan bahwa partai ini bergerak untuk kesejahteraan masyarakat bukan hanya sekadar kampanye belaka, namun setiap hari mereka konsen dan melakukan kegiatan," tuturnya, Senin, 8 Mei 2023 lalu.
Senada dengan Wan Aniska, H Hasrul, juga memutuskan hengkang dari Partai Gerindra dan mendaftarkan diri ke Perindo untuk maju di Pileg DPR RI dari Dapil Riau 2. Pada 2019, Hasrul sempat menjadi Caleg DPR RI dari Dapil Riau 2 juga.
Fenomena kader Partai Gerindra yang ‘loncat’ ke partai lain semakin mencuat sejak DPD Gerindra Riau diketuai oleh Anggota DPR RI Dapil Riau 1, Muhammad Rahul. Rahul sendiri menggantikan posisi Anggota DPR RI, Nurzahedi alias Eddy Tanjung.
Sementara Eddy Tanjung dikabarkan juga berpindah ke Partai NasDem. Isu kekecewaan Eddy Tanjung terhadap Gerindra juga sempat mencuat pasca dirinya turun dari jabatan Ketua DPD Gerindra Riau yang digantikan oleh Anggota DPR RI, Muhammad Rahul pada Maret 2022 silam.
Kabar itu bukan hanya berhenti di Eddy Tanjung saja, melainkan sanak familinya yang juga politisi diisukan berpindah haluan dari Gerindra ke Nasdem.
Fenomena ‘kutu loncat’ tak hanya menjangkiti mantan politisi Partai Gerindra di Riau. Hal itu juga terjadi pada senator senior asal Riau, Intsiawati Ayus (IA), yang sebelumnya mantap jadi Caleg DPR RI Dapil Riau 1 lewat Partai NasDem, bahkan baliho yang sudah terpampang di mana-mana, justru pindah ke Partai Perindo.
Uniknya, pindahnya IA ke Partai Perindo berbarengan dengan kepindahan Dapil dari sebelumnya maju DPR RI Dapil Riau 1 berubah ke Dapil Riau 2. Pindahnya IA ke Perindo juga dibarengi dengan unggahan foto di akun Instagram Ketua Umum Perindo, Hary Tanoesoedibjo pada Rabu, 4 Januari 2023 silam.
Tak berhenti di situ, ada juga Mantan Sekretaris DPC PPP Pekanbaru, Widi Yolanda yang bergabung ke Partai NasDem sebagai Bacaleg DPR RI Dapil Riau 1.
“Di mana perahu yang bisa mengantarkan saya. Kenapa saya maju DPR RI, karena Riau sudah jauh tertinggal dan dari awal NasDem berdiri belum pernah dapat kursi di Riau 1. Mudah-mudahan hadirnya saya bisa mendapatkan kursi," tutur Widi.
Selanjutnya, Mantan Bupati Kepulauan Meranti, Irwan Nasir, menyatakan dirinya telah resmi bergabung Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) pada Senin, 26 September 2022 silam.
Mantan Ketua DPW PAN Riau itu menyampaikan perjalanan politiknya yang sebelumnya sempat berpetualang ke Partai NasDem. Tentu saja, Irwan memiliki alasan tersendiri bergabung dengan PKB itu. Menurutnya, religius merupakan pilihan mendasar.
Ia pun berancang-ancang maju ke DPR RI lewat PKB. “Insya Allah, dengan partai ini (PKB) saya istiqomah," kata Irwan kepada wartawan.
Sebab Musabab Fenomena ‘Kutu Loncat’
Pengamat Politik dan Kebijakan Publik, Rawa El Amady, menegaskan salah satu penyebab politisi pindah partai karena faktor pragmatisme, di mana politisi melihat probabilitas untuk duduk menjadi anggota legislatif.
“Itu diyakini sangat pragmatis untuk memperjuangkan kepentingan sendiri. Bukan gagasan besar kehidupan bernegara. Yang dikejarnya itu jabatan anggota dewan, bukan peluangan partai yang sesungguhnya,” kata dia kepada RIAUONLINE.CO.ID, Selasa, 9 Mei 2023.
Sebab itu, Rawa pun meragukan ideology politisi yang berpindah-pindah partai bak ‘kutu loncat’. “Mereka yang pindah-pindah partai itu tidak ada ideologi, tidak ada cita-cita luhurnya, cita-citanya hanya jabatan doing,” tegas Rawa.
“Umumnya mereka yang pindah itu karena tidak adanya kesempatan untuk mencalonkan diri pada partai sebelumnya,” imbuhnya.
Rawa mewanti-wanti jika para politisi ‘kutu loncat’ ini terpilih sebagai anggota legislatif, hal itu menjadi indikasi kuat, dimana masyarakat belum mempunyai cita-cita bersama terhadap negara.
“Karena masyarakat memilih bukan sebab cita-cita bersama yang diperjuangkan melalui partai. Bisa jadi juga partai hanya sebagai alat perjuangan menjadi pekerjaan sebagai anggota DPR/DPRD yang hanya dibutuhkan lima tahun sekali,” tuturnya.
Menurut dia, sudah seharusnya masyarakat menyadari, Caleg yang ‘kutu loncat’ itu seharusnya tidak dipilih karena idealismenya hanya pada dirinya sendiri.
“Ini bukti partai politik tidak menjalankan fungsi sebagai lembaga yang mempunyai tugas melaksanakan pendidikan politik pada rakyat,” tutupnya.