RIAU ONLINE, PEKANBARU-Hingga kini proses penyampaian harta kekayaan para pejabat publik ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih terus berlangsung hingga akhir Maret 2023.
Para wajib lapor (WK) baik tingkat eksekutif, legislatif, dan ASN pun dipesan menyampaikan Laporan Hasil Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) dengan sejujur-jujurnya.
Di Riau sendiri, berdasar data Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Riau, tercatat sudah ada 37 WL dari 47 WL yang melapor LHKPN nya. Artinya, tinggal 10 WL yang belum melapor.
Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran Riau (Fitra) menyoroti LHKPN ini. Manager Advokasi Fitra Riau, Taufik, saat dikonfirmasi menilai LHKPN merupakan bentuk komitmen penyelenggara dalam mencatat dan melaporkan harta kekayaan ke negara sebagai bentuk kepatuhan.
Sehingga, hal tersebut sangat penting untuk penyelenggara. Dalam hal ini pejabat publik yang tujuannya memberitahukan atau menyempaikannya harta apa yang ia miliki ke negara baik pada awal menjabat, selama menjabat dan akhir menjabat secara periodik setiap tahun per 31 Desember atau paling lambat per 31 Maret.
"Catatan Fitra khsusunya di Riau, sejauh ini pejabat di Riau belum patuh untuk melaporkan harta kekayaannya baik itu eksekutif, Kepala daerah, ASN maupun legislatif secara berkala. Jika dilihat dari tingkat kepatuhan provinsi Riau sendiri update data LHKPN, tingkat kepatuhan Riau baru 55,32 persen," ungkapnya.
Artinya, dari data tersebut bisa terlihat wajib lapor sebanyak 47 orang pejabat tetapi yang baru lengkap dokumen pelaporannya baru 26 orang pejabat. Sementara untuk yang lainnya, lanjut Taufik, yang belum lapor sebanyak 10 orang pejabat dan dalam antrian pelaporan 9 orang pejabat.
Hal yang paling penting, menurutnya, bagaimana data LHKPN yang sudah lapor bisa terlihat jelas oleh publik. Dimisalkan, apakah ada penambahan harta kekayaan dari tahun sebelumnya atau menurun dari tahun sekarang.
"Jika ada kenaikan perlu ditelusuri dari pendapatan ASN atau pejabat tersebut dari indikator gaji dan tunjangan serta nilai keuntungan usaha yang ada. Itu jika pejabat itu memiliki usaha. Ini juga yang harus diperjelas bentuk pengawasan inspektorat," tegasnya.
Selama ini, ujar Taufik, yang terjadi pejabat banyak melapor harta kekayaan tapi tidak berbanding dengan hasil pendapatannya baik bersumber dari gaji maupun usaha yang ada. Bahkan, banyak temuan pejabat yang tidak mencatat sepenuhnya laporan kekayaan tersebut
Sehingga hal yang penting dalam persoalan ini adalah ketegasan dari kpk untuk menyelusuri catatan kekayaan ASN itu mungkin dengan alternatif berkerja sama dengan apip daerah melakukan monitoring itu.
"Khusus pemerintah Riau sangat penting bagi gubernur Syamsuar tegas kepada pejabat yang masih belum melaporkan kekayaaannya ke LHKPN KPK. Agar ini bisa sama sama memantau bagaimana kepatuhan ASN," harapnya.
Dalam hal ini, pemerintah juga bisa membuka informasi harta kekayaan pejabat negara itu. Laporan harta kekayaan itu, tegas Taufik, termasuk dalam informasi publik yang mana kewajiban pemerintah untuk menginformasikan secara berkala ke publik