RIAU ONLINE - Presiden Joko Wiodo beberapa waktu lalu mengumumkan pengakuan negara terhadap kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat di Indonesia.
Hal ini disampaikan Jokowi setelah menerima laporan akhir pelaksanaan tugas dan rekomendasi pelanggaran HAM berat di masa lalu. Sebelumnya laporan itu diterima Menkopolhukam, Mahfud MD, dari Tim Pelaksana Penyelesaian Nonyudisial Pelanggaran HAM yang Berat di Masa Lalu (PPHAM).
"Saya telah membaca dengan saksama laporan dari Tim Penyelesaian Nonyudisial Pelanggaran HAM Berat yang dibentuk berdasarkan Keppres 17/2022," ucap Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, dikutip dari kumparan, Jumat, 13 Januari 2023.
"Dengan pikiran yang jernih dan hati yang tulus, saya sebagai Kepala Negara RI mengakui bahwa pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat memang terjadi di berbagai peristiwa. Dan saya sangat menyesalkan terjadinya peristiwa pelanggaran HAM berat pada yang pertama," imbuhnya.
Satu di antara kasus pelanggaran HAM berat adalah peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa pada 1997-1998.
Kala itu, para aktivis, pemuda, dan mahasiswa, yang ingin meneggakkan keadilan serta demokrasi pada masa pemerintahan Orde Baru diculik atau menjadi korban dalam peristiwa penghilangan orang secara paksa tersebut. Mereka yang kritis terhadap kebijakan pemerintah dipandang sebagai kelompok yang membahayakan serta mengancam stabilitas negara.
Peristiwa itu terjadi pada periode 1997-1998, tepatnya jelang pemilihan presiden (Pilpres) untuk periode 1998-2003. Ada dua agenda politik besar yang tengah disiapkan ketika itu, yakni Pemilu 1997 dan Sidang Umum (SU) MPR pada Maret 1998, untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden RI.
Tim Mawar disebut sebagai pelaku dalam peristiwa penculikan ini. Menurut buku Widji Thukul Aku Masih Utuh dan Kata-kata Belum Binasa (2017) karya Ristia Nurmalita, Tim Mawar merupakan sebuah tim dari kesatuan Komando Pasukan Khusus (Kopassus) Group IV dari TNI yang dibentuk untuk melakukan penculikan para aktivis politik pro demokrasi yang dianggap membahayakan posisi Presiden Soeharto. Tim ini dikomandoi Komandan Batalyon 42, Mayor Bambang Kristiono.
Tim Mawar juga ditugaskan untuk mendeteksi kelompok radikal, pelaku aksi kerusuhan, dan teror, kala itu menyusun rencana penangkapan sejumlah aktivis yang diduga terlibat dalam peristiwa ledakan di Rusun Tanah Tinggi, Jakarta Pusat, pada 18 Januari 1998. Mayor Bambang mendapat data intelijen berisikan Sembilan nama yang menjadi prioritas untuk ditangkap.
Berdasarkan data Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), 9 orang tersebut ialah:
1. Aan Rusdiyanto, hilang 13 Maret 1998, diambil paksa di rumah susun Klender, Jakarta Timur
2. Andi Arief, hilang 28 Maret 1998, diambil paksa di Lampung
3. Desmond Junaedi Mahesa, hilang 3 Februari 1998, terakhir terlihat di Salemba, Jakarta Pusat
4. Faisol Reza, hilang 12 Maret 1998, dikejar dan ditangkap di RS Ciptomangunkusumo, Jakarta Pusat
5. Haryanto Taslam, hilang 8 Maret 1998, saat mengendarai mobil dikejar dan ditangkap di pintu TMII
6. Mugiyanto, hilang 13 Maret 1998, diambil paksa di rumah susun Klender, Jakarta Timur
7. Nezar Patria, hilang 13 Maret 1998, iambil paksa di rumah susun Klender, Jakarta Timur
8. Pius Lustrilanang, hilang 4 Februari 1998, terakhir terlihat di RSCM, Jakarta Pusat
9. Raharja Waluya Jati, hilang 12 Maret 1998, dikejar dan ditangkap di RS Ciptomangunkusumo, Jakarta Pusat
Kesembilan nama tersebut kemudian dipulangkan ke tempat asalnya masing-masing. Namun, sebanyak 13 orang lainnya ditahan oleh Tim Mawar. Hingga, 13 aktivis tersebut belum diketahui keberadaannya. Ke-13 orang tersebut yakni:
1. Dedy Umar Hamdun, hilang 29 Mei 1997, Jakarta, terakhir terlihat di Tebet
2. Herman Hendrawan, hilang 12 Maret 1998, Jakarta, terakhir terlihat di YLBHI
3. Hendra Hambali, hilang 14 Mei 1998, Jakarta, terakhir terlihat di Glodok Plaza
4. Ismail, hilang 29 Mei 1997, Jakarta, terakhir terlihat di Tebet
5. M Yusuf, hilang 7 Mei 1997, Jakarta, terakhir terlihat di Tebet
6. Noval Al Katiri, hilang, 29 Mei 1997, Jakarta
7. Petrus Bima Anugrah, hilang 1 April 1998, Jakarta, terakhir terlihat di Grogol
8. Sony, hilang 26 April 1997, Jakarta, terakhir terlihat di Kelapa Gading
9. Suyat, hilang 13 Februari 1998, Solo, terakhir terlihat di Solo, Jawa Tengah
10. Ucok Munandar Siahaan, hilang 14 Mei 1998, Jakarta, terakhir terlihat di Ciputat
11. Yadin Muhidin, hilang 14 Mei 1998, Jakarta, terakhir terlihat di Sunter Agung
12. Yani Afri, hilang 26 April 1997 Jakarta, terakhir terlihat di Kelapa Gading
13. Wiji Tukul, hilang pada kisaran akhir 1998/awal 1999, Jakarta, terakhir terlihat di Utan Kayu
Disebut seluruh aktivis yang ditangkap di Cijantung, yang juga merupakan markas Kopassus. Di markas tersebut terdapat ruang rapat, ruang interogasi, hingga sel.