Laporan : Indah Lestari
RIAUONLINE, PEKANBARU - Hoegeng Iman Santoso atau yang lebih akrab disapa Hoegeng adalah manusia langka di era kekinian. Ia pernah menjabat sejumlah posisi strategis dan basah.
Karir Hoegeng dimulai dari Kepala Jawatan Imigrasi (1961-1965) yang sekarang disebut sebagai Dirjen Imigrasi. Lalu, menjadi Menteri Iuran Negara (1965), Menteri atau Sekretaris Kabinet Into (1966), hingga pada akhirnya dikenal sebagai Panglima Angkatan Kepolisian (1968-1971). Begitu yang ditulis dalam buku Dunia Hoegeng: 100 Tahun Keteladanan, karya Farouk Arnaz pada tahun lalu.
Di tengah isu kini, citra buruk kepolisian Indonesia, mulai dari tindak represif, enggan mengaku salah sampai minta maaf, kisah Hoegeng hadir sebagai sentakan bagi kita semua, terutama bagi kepolisian bangsa ini. Cerita-cerita yang mesti diteladani dari sosok sang Hoegeng, polisi Indonesia tahun 60-an sampai 70-an.
Selain seorang polisi, ternyata Hoegeng juga seniman yang penuh dengan kesederhanaan. Konon katanya, darah seni Hoegeng diperoleh dari sang ayah dan ibu yang keturunan ningrat.
Kata ningrat biasanya digunakan untuk mereka yang berdarah bangsawan, pemilik kelas sosial tertinggi dalam masyarakat pra-modern. Umumnya, sebutan ningrat ditujukan bagi bangsawan Jawa.
Hoegeng lahir di Pekalongan Jawa Tengah, 14 Oktober 1921. Kalau Hoegeng masih hidup hari ini, artinya beliau baru saja berulang tahun. Semoga damai selalu membersamai Hoegeng.
Ayah Hoegeng, Sukario Karyo Hatmodjo, seorang ambtenaar atau Kepala Kantor Kejaksaan Karesidenan Pekalongan asal Tegal.
Karesidenan, bukan kepresidenan. Dikutip dari Wikipedia, karesidenan adalah ejaan lama yang berarti sebuah daerah administratif, yang dikepalai oleh residen. Menurut sejarah, pembagian administratif jenis keresidenan hanya pernah digunakan di India Britania dan kemaharajaannya, di Hindia Belanda, serta penerusnya Indonesia.
Sedangkan ibu Hoegeng, Oemi Kalsoem, ningrat asal Pemalang. Boleh jadi sifat santun, dermawan, rendah hati, dan kebijaksanaan Hoegeng diperoleh dari keluarganya yang tegas dan bertata krama baik.
Dalam buku Dunia Hoegeng, yang sebelumnya telah disebutkan, keseharian Hoegeng di waktu luangnya, dipenuhi dengan kegiatan seni seperti bermain musik. Khususnya ukulele, gitar, dan bass.
Tidak mau sendirian, semasa hidupnya mendiang Hoegeng juga memiliki grup musik bernama Hawaiian Seniors, yang sempat disiarkan di Radio Elshinta dan TVRI selama hampir sepuluh tahun. Hoegeng bermain musik Hawaii sejak masih pelajar MULO atau setara SMP. Pada masa itu Hoegeng membentuk grup bernama Herrie Trappers yang berarti tukang recok, dimana Hoegeng menjadi pemain bass dan gitarnya.
Usut punya usut, selain belajar otodidak dan dengan teman segrupnya, ia juga pernah mengikuti kursus piano dan not balok secara privat. Guru yang mengajarnya sewaktu itu bernama Meneer Oei.
Cap seniman yang ada pada diri Hoegeng, semata bukan hanya karena ia piawai bermain musik. Tetapi ternyata juga karena Hoegeng seorang yang gemar bernyanyi dan senang melukis.
Selingan profesi menjadi seniman yang serba mengandalkan rasa, telah membuat pribadi Hoegeng dikenal di kawanan polisi sebagai bapak berhati welas-kasih, punya kepedulian dan prinsip adil dalam kehidupannya.
Hoegeng adalah sosok anti suap, anti kongkalikong, anti katabelece. Katabelece artinya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah surat pendek atau surat pengantar dari pejabat untuk urusan tertentu.
Ia jujur adanya. Rekan terdekat Hoegeng bahkan mengatakan dalam buku yang bercerita tentangnya, disiplin keras Hoegeng tersebut diwarisi dari sang ayah.
Kerja bersih dan mengabdi seutuhnya kepada masyarakat. Itulah Hoegeng. Tak peduli jika hanya mengandalkan gaji yang belum tentu mencukupi di setiap saat, tanpa pemasukan kotor. Bagi Hoegeng kejujuran adalah segala-galanya, meski hingga kemundurannya sebagai abdi negara, sekalipun Hoegeng belum mampu membeli rumah dan mobil pribadi.
Seperti kata Rhenald Kasali, seorang doktor dari University of Illinois at Urbana and Champaign-USA, yang juga seorang penulis. Kurang lebih begini katanya dalam bukunya berjudul Strawberry Generation, negara ini tidak kekurangan orang pintar, tetapi kekurangan orang jujur!
Orang-orang seperti Hoegeng-lah yang sejatinya menjadi pahlawan bangsa. William Shakespeare seorang pujangga besar asal Inggris dengan kata-katanya, seolah berpihak pada kejujuran Hoegeng. "No legacy is so rich as honesty".
Sosok Hoegeng pada masanya telah banyak menginspirasi kepolisian Indonesia. Hal ini bisa juga disebut sebagai perwujudan idealisme yang tinggi dan berbudi luhur luar biasa.
Hoegeng seperti mengajarkan apalah artinya kekayaan materi tanpa kekayaan moral. Bukankah sama halnya seperti binatang yang tengah kelaparan dan memakan sesamanya?
Meski terkenal tegas dan keras akan kedisiplinan hidup, tetapi Hoegeng punya tempat tersendiri di hati ketiga anak dan istrinya, Meriyati Roeslani.
Reni Soerjanti Hoegeng, putri sulung Hoegeng bercerita tentang sang ayah yang tidak pernah sekalipun memberi kemudahan atau jalur orang dalam terhadap dia, jika sedang memakai seragam. Tetapi, jika sudah di rumah dan lepas dari seragam, Hoegeng di mata anaknya adalah orang yang terhumoris sepanjang hidupnya.
Hoegeng mungkin sudah tak ada, tetapi keteladanannya masih dikenang negara dan bangsanya, Indonesia sampai saat ini. Terima kasih Hoegeng.