Kenaikan Tarif Parkir Lewat Perwako, DPRD Riau: Warga Pekanbaru Bisa Gugat

Karcis-parkir-tarif-Rp-2000-2.jpg
(Rafiq/Riauonline)


RIAU ONLINE, PEKANBARU - Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru melakukan penerapan kenaikan tarif parkir berdasarkan Peraturan Wali Kota Pekanbaru No. 41 tahun 2022 tentang Perubahan Atas Peraturan Wali Kota Pekanbaru No.148 tahun 2020 tentang Tarif Layanan Parkir Pada UPT Perparkiran Dinas Perhubungan Kota Pekanbaru sebagai Badan Layanan Umum Daerah.

Perwako ini tertanggal 9 Mei 2022 ditandatangani oleh Wali Kota Pekanbaru saat itu, Firdaus. Dalam Perwako itu, tarif parkir sepeda motor naik dari Rp 1.000 menjadi Rp 2.000 untuk sekali parkir, Sedangkan mobil roda empat naik dari Rp 2.000 menjadi Rp 3.000 untuk sekali parkir.

Menanggapi hal itu, Anggota Komisi I DPRD Riau, Mardianto Manan, mengatakan rakyat atau warga Pekanbaru bisa melakukan gugatan atau keberatan atas kebijakan yang diambil pemerintah secara sepihak tersebut.

"Bisa (digugat), sekali lagi bisa. Warga bisa aja memperkarakan ini, menuntut. Lalu kita perdebatkan, apakah masuk ke PTUN atau ke mana. Karena idealnya, memungut uang rakyat itu harus ada kesepakatan antara eksekutif dan legislatif. Rumah besarnya adalah Perda, bukan Perwako," jelas Mardianto, Kamis, 1 September 2022 silam.

Hal itu dikatakannya, karena kebijakan kenaikan tarif parkir lagi-lagi melibatkan uang rakyat, dalam artian badan publik.

 



 

"Kalau badan publik itu berupa Peraturan Daerah (Perda), bukan Peraturan Walikota (Perwako). Karena perwako itu hanya kesepakatan eksekutif saja tanpa melibatkan legislatif. Bagi saya Perwako itu rawan," terangnya.

Menurut Mardianto, jika Pemko Pekanbaru hanya berpegang pada Perwako, maka kebijakan tarif parkir tak maksimal dan lemah karena seharusnya ada kesepakatan antara eksekutif dan legislatif.

"Tapi kalau itu Perda, ada tinjauan sosiologis yang berhubungan dengan masyarakat. Di dalam itu ada Naskah Akademis (NA). NA ini menceritakan tentang sebab akibat dia naik. Di kaji dalam NA tadi," tuturnya.

Sedang NA tersebut, jelasnya, berada pada Ranperda di mana cikal bakalnya menjadi Perda. Lanjutnya, kalau Perwako itu tak ada NA, tak ada kesepakatan.

"Lalu kalau Perda itu jadi, bunyi lah kalimat pertama walikota bersama DPRD mengesahkan Perda ini, artinya dilibatkan DPRD Kota. Jangan suka-suka walikota saja," tutup Mardianto.