Ketua pelaksana tugas (Plt) Gerakan untuk Kesejahteraan Tuna Rungu Indonesia (Gerkatin) Kota Pekanbaru, Annela Rahma/Tika Ayu/Riauonline
(Tika Ayu/Riauonline)
Laporan Tika Ayu
RIAU ONLINE, PEKANBARU-Kursi-kursi kayu dan susunan meja persegi berjejer di depan gerai makanan di lantai 3 Mall Pekanbaru itu tampak dipadati pengunjung.
Suasana terlihat sangat sibuk, pelayan mondar-mandir mengantarkan pesanan pelanggan. Tak jauh dari gerai makanan ini berada, di bagian beranda utara terdapat sebuah acara seminar kesehatan untuk orang tua dan anak yang sesekali menyetel musik dengan volume yang cukup keras.
Waktu menunjukan pukul 16.25 WIB, suasana pusat perbelanjaan Mal Pekanbaru ini masih tampak begitu sibuk, di dekat sudut sebuah tiang tampak seorang lelaki menggunakan jaket duduk sendiri dan sangat tenang.
Ia adalah Thariq A. Ramadan atau yang biasa disapa Thariq. Laki-laki berusia 21 tahun tersebut merupakan teman Tuli, kini ia berprofesi sebagai guru seni batik di Sekolah Luar Biasa (SLB) Pembina, Rumbai, Pekanbaru.
Sebelum sampai ke pusat perbelanjaan yang ada di Jalan Jend. Sudirman No. 61 ini, Thariq bercerita bahwa selama perjalanan ia tak melalui jalan utama, lantaran ia menggunakan sandal. Imbauan kepolisian menyoal apd lengkap beberapa waktu lalu itu membuat Thariq berpikir pemakaian sandal dapat membuatnya ditilang polisi lalu lintas, dan itu akan lebih sulit, jika saat diperiksa dirinya juga tak memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM).
“Tadi saya gak dari jalan utama, sebab saya cuma pakai sandal,” ucapnya sambil tersenyum memulai cerita.
Thariq menceritakan pengalamannya untuk memiliki SIM, menurut penuturannya ia sudah mencobanya ketika usianya menginjak 19 tahun. Tepatnya tahun 2019. Itu merupakan kali pertama ia mencoba mengurus pembuatan SIM. Melalui ayahnya ia mendapat informasi kalau saat itu polisi mengalami kebingungan, disampaikan oleh pihak kepolisian belum ada terkait kebijakan SIM untuk disabilitas, dan yang ada hanya SIM C saja. Itupun menurut informasi yang didapat Thariq dari ayahnya, syaratnya wajib gunakan alat bantu dengar dan lanjut dibuktikan dengan berbicara.
Petugas Satlantas Pekanbaru/Tika Ayu/Riauonline
“Belum menerima SIM Disabilitas ya,” ujarnya, mencontohkan kejadian masa itu.
Mendengar hal tersebut sempat membuat Thariq merasa sedikit sedih, lantaran belum ada kepastian untuk pembuatan SIM disabilitas. Lanjut ayahnya mengatakan bahwa orang polisi masih bingung soal Tunarungu.
“Aku stress lagi, terakhir sedih, karena saya tidak bisa berbicara,” ungkapnya. Walaupun begitu dirasakan Thariq, ia kembali menanyai ayahnya perkara kepemilikan SIM, namun sang ayah hanya menyampaikan kemungkinan ada SIM untuk disabilitas.
Lanjut Thariq menjelaskan, pada masa itu polisi yang bertugas, melihat dirinya sebagai tunarungu dengan sedikit heran lantaran penampakan yang ada di teman tuli dinilai polisi sama saja seperti orang non disabilitas, sehingga ada pula rekomendasi ganti ke SIM C saja. Tentu hal ini juga membuat bingung Thariq yang ingin membuat SIM disabilitas.
Pada lain sisi, ada juga pengalaman penyandang Tunadaksa bernama Nadita Chandra. Laki-laki yang akrab disapa Cencen itu mengatakan ia mengetahui ada pembuatan SIM khusus disabilitas, dan ia pun tak mau melewatkan kesempatan untuk mengantongi izin mengemudi.
Namun kemudian, lelaki yang saat itu mengenakan kacamata dalam balutan seragam putih itu mengaku mengurungkan niatnya, setelah mendengarkan temannya yang bekerja di instansi terkait mengatakan bahwa tidak perlu susah-susah, karena polisi tidak ada yang tega menilang disabilitas, kata Chandra mencontohkan temannya berbicara
“Pengin buat SIM D juga, tapi karena sejak (dengar,red) itu saya gak ada buat SIM,” ujarnya pada Selasa, 19 Juli 2022, saat ditemui di dalam Musalah Balai Serindit, Jalan Sudirman, Pekanbaru.
Walaupun demikian, Cencen sepertinya merasa tak ada yang sulit dalam pembuatan SIM, namun untuk sekarang ia pikir untuk sekarang balum ada kepentingan untuk membuat SIM. Katanya jika mau buat tinggal buat saja, “Kalau orang lain kan alasannya takut ditilang“ ujarnya
Terkait pembuatan SIM khusus Disabilitas, seperti yang diketahui baru saja keluar instruksinya melalui Peraturan Polisi nomor 5 tahun 2021 tentang Penerbitan dan Penandaan Surat Izin Mengemudi.
Dalam Pasal 3 Ayat 2 Poin J berbunyi bahwa SIM D, berlaku untuk mengemudikan kendaraan bermotor jenis kendaraan khusus bagi Penyandang Disabilitas yang setara dengan golongan SIM C. Hal tersebut mengundang tafsir yang berbeda di kalangan teman Tuli yang ada di Pekanbaru khususnya.
Hal tersebut diungkapkan Ketua pelaksana tugas (Plt) Gerakan untuk Kesejahteraan Tuna Rungu Indonesia (Gerkatin) Kota Pekanbaru, Annela Rahma mengatakan bahwa teman-teman Tuli maunya mendapatkan SIM C. Ini karena menurut kata mereka, SIM D sesuai definisi peraturannya merujuk pada pengguna kendaraan roda tiga yang sudah dimodifikasi, sedangkan teman-teman Tuli menggunakan kendaraan roda dua.
“Kan (Tuli, red) pakai roda dua, berarti bukan di Tunadaksa (Kendaraan roda 3, red). Jadi teman Tuli maunya SIM C,” ujarnya saat ditemui di Jalan Ronggowarsito, Pekanbaru. Rabu, 20 Juli 2022.
Dengan kondisi tersebut, Ella menyampaikan mungkin ada beberapa teman Tuli yang kurang paham akan soal itu, jadi masih perlu diedukasi lagi. Dan rencananya dalam waktu dekat pasca Musyawarah Daerah (Musda) Pengurus Gerkatin Provinsi Riau terlaksana, pihaknya akan melakukan audiensi terkait pembuatan SIM untuk disabilitas khususnya Tuli ke instansi terkait.
“Kita pelan-pelan bicarakan, pelan-pelan soal SIM C,” ucap Ella
Hingga kini menurut data Direktorat Lalu Lintas (Ditlantas) Polda Riau 2022, izin mengemudi yang dikeluarkan untuk Penyandang Disabilitas mencapai 13 SIM, angka ini lebih sedikit jika dibandingkan dengan Tahun 2021 yakni sebanyak 23 SIM.
“23 SIM yang terbit, itu bukan hanya dari Polresta saja, ada yang dari Polres Siak, Dumai, Rengat, sekitar ada 7 satpas digabung,” jelasnya Penata Urusan (Paur) Ditlantas Polda Riau, Fajri Sentosa.
Sepengetahuan Ella saat ini hanya ada sedikit teman Tuli yang mengurus pembuatan SIM. Menurut Ella salah satu penyebabnya adalah pelayanan polisi yang masih kurang ramah. Ia mencontohkan ketika ada komunikasi antara Polisi dan Tuli kemudian terjadi hambatan komunikasi antar keduanya karena Tuli tidak paham tentang apa yang dikatakan polisi, kata Ella ada yang paksa Tuli supaya berbicara.
“Kan kalau urus SIM itu ada proses membaca, ini, berapa, ini berapa ? satu, tiga, empat”, “Dia (petugasnya,red) harus ngomong, gimana kalau Tuli itu susah bicara gimana. Tahukan tuli suaranya gak jelaskan, harus ngomong. Dipaksa,” tambah Ella.
Menjawab kegamangan yang dirasakan beberapa teman Tuli menyoal klasifikasi SIM yang bisa mereka dapatkan, dijelaskan oleh Kepala Unit (Kanit) Regiden, Gamal. Pria dengan kumis klimis tersebut dengan tegas menyatakan walaupun kendaraan bermotor yang digunakan disabilitas Tuli laiknya sama dengan non disabilitas, tetap saja teman Tuli akan mendapatkan SIM D.
“SIM D1 jenis mobil. Tapi kalau dia non disabilitas baru kita kasih SIM C,” tuturnya.
Di dalam ruangan kerja milik Kepala Unit (Kanit Regiden) Polresta, Gamal ia menjelaskan soal syarat alat bantu dengar yang digunakan teman Tuli itu sifatnya wajib. Sehingga dapat mempermudah proses pembuatan SIM itu juga sebagai upaya menjaga keamanan disabilitas selama di jalanan.
“Kalau ada alat bantu bisa kita bantu, sedangkan kalau tak ada gak bisa. Itu berbahaya. Misalnya ada klakson gak bisa dengar dia,” ujarnya pada Jumat, 22 Juli 2022.
Lanjut Gamal menyampaikan sedangkan untuk pemenuhan syarat disabilitas tunadaksa dapat menggunakan transportasi pribadinya yang sudah dimodifikasi seusai kebutuhan.
“Karenakan di sini ada percobaan manual dan matik tapi untuk orang non disabilitas, sedangkan yang disabilitas pakai kendaraan sendiri.”
Selain itu, salah satu syarat pembuatan SIM yang terus diadvokasi komunitas disabilitas adalah terkait keterangan kesehatan jasmani. Sebagian advokasi tersebut seperti keberatan lantaran seperti yang diketahui disabilitas berarti memilki gangguan terhadap fungsional tubuhnya. Menanggapi hal ini Gamal menyebutkan bahwa hasil keterangan kesehatan jasmani itu dikeluarkan oleh pihak kesehatan. Nantinya di sana ada isi klarifikasi kondisi si disabilitas yang bersangkutan.
“Itu semua (rekomendasi keterangan dari )orang kesehatan yang penting dia lolos di sana, berarti bisa dia berkendaraan. Demikian dia mampu berkendaraan,” ujarnya, lanjut Gamal menyampaikan jadi bukan dari pihaknya semata dalam memberikan vonis.
Menyinggung terkait pelayanan kepolisian, Briptu Ikhlas selaku Staf Pengidentifikasian Pembuatan SIM Polresta Pekanbaru, mengatakan bahwa baik disabilitas atau non disabilitas seluruh prosedurnya sama hanya beda pelaksanaan ujiannya. Namun yang berbeda dimaksud Briptu Ikhlas hanyalah bagi penyandang Tunadaksa yang perlu bantuan kursi roda, tongkat dan sebagainya.
Katanya, pelaksaan praktik teori dilakukan di lantai 2, untuk peserta yang terbatas mobilitasnya untuk naik ke lantai atas, maka disediakan satu loket di lantai satu tempat peserta disabilitas dapat melangsungkan ujian teori. Loket tersebut berada di lorong ke tiga setelah loket 2 tempat Pendaftaran dan Perpanjangan SIM.
Para pengunjung disabilitas dapat mengetahui loket khusus tersebut dengan melihat papan nama yang tergantung bertuliskan “Ruang Uji Teori Bagi Disabilitas dan Manula,” tertanda dengan kombinasi warna biru dan putih. Dan nantinya, menurut penuturan Briptu Ikhlas, selama ujian teori berlangsung kebutuhan aksesbilitas disabilitas tersebut diakomodasi oleh pihak Polresta.
“Disabilitasnya didorong dia ke komputer terdekat untuk ujian teori,” ujarnya.
Sedangkan aksesbilitas untuk disabilitas Tuli, Briptu Ikhlas menyampaikan setingkat Polresta rata-rata memang belum ada. Hanya saja menurutnya jika teman Tuli bakal mengurus SIM pasti telah menyiapkan alat bantu dengar.
Menurutnya, disabilitas Tuli pasti tahu apa yang diperbuatnya di sini, dan tentu menurut Briptu Ikhlas, mereka sudah mempersiapkan apa yang mereka butuhkan.
“Sejauh ini kami belum ada menyiapkan juru bahasa isyarat, soalnya kita gak tahukan mereka kapan datangnya, gak mungkin kita selalu stand by kan ahli isyaratkan,”.
Namun ia tak menutup kemungkinan jika kedepannya mungkin ada terobosan dari pimpinan, bila mungkin bakal ada petugas yang pandai bahasa isyarat melalui pelatihan.