Laporan: Dwi Fatimah
RIAUONLINE, PEKANBARU - Rusli Zainal, mantan Gubernur Riau dinyatakan bebas bersyarat dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Pekanbaru hari ini, Kamis 21 Juni 2022. Rusli Zainal menjabat sebagai Gubernur Riau selama dua periode pada 2003 sampai 2012.
Kepala Lapas Kelas IIA Pekanbaru, Sapto Winarno, mengatakan Rusli Zainal diberikan program pembebasan bersyarat dan saat ini sudah menjalani dua pertiga dari pidana.
“Beliau kita berikan program pembebasan bersyarat. Pidana beliau itu 10 tahun, kemudian sudah menjalani dua pertiga pidana dan juga mendapatkan remisi umum atau pun remisi khusus,” sebutnya, Kamis, 21 Juli 2022.
Sapto menambahkan, Rusli Zainal diwajibkan untuk melapor ke Balai Pemasyarakatan dan wajib mengikuti program bimbingan dari Bapas, karena masih dalam program pembebasan bersyarat.
Rusli Zainal sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) ke XVIII di Riau.
Dalam kasusnya, Rusli Zainal terbukti melanggar Pasal 12 huruf a Undang Undang nomor 13/1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang Undang nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Rusli terbukti memerintah pemberian suap ke anggota pansus Lapangan Menembak PON Riau senilai Rp 900 juta. Ia juga dinilai memerintahkan suap Rp 9 miliar ke Kahar Muzakkir dan Setya Novanto, anggota DPR.
Perintah penyuapan itu dipercayakan Rusli ke mantan Kadispora Riau, Lukman Abbas. Ia terbukti menerima uang Rp 500 juta dari PT Adhi Karya, sebagai pemulus penambahan anggaran PON dari pusat senilai Rp 290 miliar.
Wakil Ketua KPK saat itu, Busyro Muqoddas, pada 28 Agustus 2012 mengatakan bahwa KPK telah membidik Rusli Zainal dalam kasus dugaan suap Revisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 6 Tahun 2010 tentang Penambahan Biaya Arena Menembak PON Riau.
Dalam surat dakwaan mantan Kepala Seksi (Kasi) Pengembangan Sarana dan Prasarana Olahraga Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Riau, Eka Dharma Putra, Rusli Zainal selaku Gubernur Riau disebut sebagai pihak yang diduga ikut menyuap.
Dia akhirnya dicekal ke luar negeri oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Masa pencegahan ke luar negeri Rusli Zainal oleh KPK yang dimulai sejak 6 April 2012, selama 6 bulan dan berakhir pada 6 Oktober 2012.
Pada 25 Januari 2013, Rusli Zainal kembali dipanggil oleh KPK untuk diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan korupsi dalam pembangunan dan pengadaan sarana olahraga Pekan Olahraga Nasional XVIII di Riau pada tahun 2012.
Karir Rusli Zainal di bidang politik bisa dikatakan cukup cemerlang. Sebelum menjabat sebagai Gubernur Riau, Rusli Zainal pernah menjabat sebagai Bupati Indragiri Hilir periode 1999-2003.
Rusli juga pernah menjadi Anggota DPRD TK I Riau dari Partai Golkar. Di samping itu, Rusli pun disibukkan dengan aktivitasnya sebagai Ketua Umum DPD Gapensi Riau.
Kepiawaiannya berpolitik makin terbukti ketika ia berhasil terpilih sebagai Bupati Indragiri Hilir di tahun 1999. Karena ingin berkonsentrasi membangun Inhil yang sekaligus kampung halamannya, ia pun melepaskan jabatannya sebagai Ketua Umum BPD Gapensi Riau.
Namun, setelah ditetapkan menjadi tersangka oleh KPK, Rusli Zainal langsung dinonaktifkan oleh Partai Golkar tempat bernaung di dunia politik. Selain itu Partai Golkar juga tidak akan membantu Rusli Zainal dan tidak akan membela maupun menyediakan penasihat hukum bagi Rusli Zainal.
Elit Partai Golkar juga mengkhawatirkan turunnya popularitas Partai Golkar akibat ditetapkanya Rusli Zainal sebagai tersangka.
Pada 2008, Rusli Zainal pernah menjadi saksi atas kasus korupsi pemberian izin pembalakan kayu secara liar. Pada kasus tersebut Rusli Zainal tidak dicekal ke luar negeri oleh KPK.
Kasus ini juga menjerat dua bupati di Riau yaitu Bupati Kabupaten Pelalawan, Tengku Azmun Jaafar dan Bupati Kabupaten Siak, Arwin AS.