Bahaya Penyakit OCD, Kenali Gejalanya dalam Sehari-hari

Ilustrasi-OCD.jpg
(Pixabay)


Laporan: Dwi Fatimah

RIAUONLINE, PEKANBARU - Pernahkah kamu mendengar istilah OCD? OCD atau Obsessive Compulsive Disorder adalah kondisi ketidakmampuan individu mengontrol pikirannya menjadi obsesi, yang menyebabkan individu kerap mengulang perbuatan tertentu untuk menurunkan tingkat kecemasannya.

Dalam praktiknya, setiap individu dapat berbeda-beda. Sebagai contoh, perasaan cemas akan kebersihan dirinya yang akan terwujud dengan perilaku mencuci tangan secara berulang-ulang, melakukan pengecekan pintu rumah secara berulang.

OCD termasuk ke dalam masalah kesehatan mental yang umum terjadi pada anak-anak, remaja, dan orang dewasa di seluruh dunia. Sebagian besar diagnosis OCD terjadi pada usia 19 tahun dan lebih rentan menyerang anak laki-laki dibandingkan anak perempuan.

Sayangnya, penyebab OCD masih belum diketahui secara pasti hingga kini. Meski demikian, ada beberapa faktor yang meningkatkan risiko munculnya gangguan mental ini pada seseorang, di antaranya:

1. Struktur otak dan fungsinya. Namun, faktor ini masih belum pasti berpengaruh secara signifikan atau tidak.

2. Keturunan atau genetik.

3. Lingkungan tempat tinggal.

Dari ketiganya, lingkungan tempat tinggal menjadi faktor risiko yang paling berpengaruh. OCD akan lebih rentan terjadi pada orang-orang yang tinggal di lingkungan yang tidak mendukung perkembangan psikis semasa kecil. Misalnya, anak sering diejek atau diremehkan karena kekurangan yang dimilikinya. Kondisi ini bisa memicu munculnya perasaan timbal balik untuk selalu melakukan hal yang sempurna.

Penderita obsessive compulsive disorder dapat memiliki gejala obsesif dan kompulsif, bahkan keduanya. Semua gejala tersebut dapat mengganggu hampir segala aspek kehidupan penderita OCD, dari pekerjaan, sekolah, hingga hubungan personal.



Obsesif adalah pikiran, dorongan, atau gambaran mental yang berulang-ulang sehingga menyebabkan kecemasan. Gejala gangguan OCD biasanya berupa:

  • Takut kuman
  • Takut melakukan kesalahan
  • Takut akan dipermalukan atau berperilaku yang tidak diterima secara sosial
  • Pikiran tabu atau larangan yang tidak diinginkan meliputi seks, agama, dan bahaya
  • Pikiran agresif tentang diri sendiri atau orang lain
  • Memerlukan hal-hal simetris atau dalam urutan sempurna atau tepat
  • Pikiran ragu-ragu yang berlebihan dan keperluan untuk memastikan berulang-ulang

Sementara itu, kompulsif adalah perilaku berulang penderita OCD karena merasakan dorongan untuk melakukan dalam menanggapi pemikiran obsesif.

Gejala yang terjadi umumnya meliputi:

  • Mandi atau bersih-bersih atau mencuci tangan berlebihan dan berulang-ulang
  • Menolak untuk berjabat tangan atau memegang pegangan pintu
  • Mengurutkan dan menata barang dengan cara yang tepat dan khusus
  • Memeriksa sesuatu berulang-ulang, seperti berulang kali memeriksa pintu yang terkunci
  • Berhitung secara kompulsif
  • Makan dengan urutan spesifik
  • Terjebak pada kata-kata, gambar atau pikiran yang biasanya mengganggu dan tidak akan hilang dan bahkan mengganggu ketika tidur
  • Mengulangi kata-kata atau kalimat atau doa tertentu
  • Perlu melakukan tugas dalam beberapa kali
  • Mengumpulkan atau menimbun barang tanpa nilai jelas

Merupakan hal normal bila seseorang memeriksa ulang suatu hal untuk memastikan segalanya aman. Namun, berbeda dengan penderita OCD, mereka bisa melakukan berulang-ulang. Biasanya ada perilaku khusus terkait hal ini, seperti:

  • Tidak dapat mengendalikan pikiran atau tingkah lakunya, bahkan bila pikiran atau perilaku tersebut dikenali sebagai sesuatu yang berlebihan
  • Menghabiskan setidaknya 1 jam sehari pada pemikiran atau perilaku ini
  • Tidak senang saat melakukan perilaku atau ritual, tapi mungkin merasa lega sejenak dari kegelisahan yang dipikirkan oleh pikiran
  • Mengalami masalah signifikan dalam kehidupan sehari-hari karena pemikiran atau perilaku ini

Pemeriksaan fisik dilakukan untuk menguatkan diagnosis OCD. Selain itu, pemeriksaan fisik juga dilakukan untuk membantu menghilangkan kemungkinan masalah kesehatan lainnya sekaligus memeriksa potensi komplikasi.

Selanjutnya, dokter akan melakukan beberapa pemeriksaan laboratorium penunjang, seperti perhitungan darah lengkap, pemeriksaan fungsi tiroid, dan skrining alkohol serta konsumsi obat.

Selain itu, evaluasi psikologis termasuk membahas perasaan, pikiran, gejala, dan pola perilaku juga dapat dilakukan. Diagnosis OCD mengacu pada Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental (DSM-5) yang dirilis oleh American Psychiatric Association.

Sayangnya, OCD menjadi masalah kesehatan mental yang tidak dapat disembuhkan. Meski demikian, pengidap bisa mengurangi gejala yang dapat mengganggu aktivitas dengan menjalani beberapa perawatan.

Pengobatan OCD terdiri dari konsumsi obat-obatan, menjalani psikoterapi, atau kombinasi antara keduanya. Meskipun sebagian besar pengidap OCD membaik setelah mendapatkan penanganan, beberapa lainnya terus mengalami gejala.

Terkadang, orang dengan OCD juga memiliki masalah kesehatan mental lainnya, seperti gangguan kecemasan, depresi, dan gangguan dismorfik tubuh, yakni gangguan ketika seseorang memiliki anggapan yang keliru bahwa ada bagian tubuh mereka yang tidak normal. Jadi, sangat penting untuk melihat potensi adanya gangguan lain tersebut ketika menentukan pilihan perawatan.

SRI dan SSRIs merupakan dua jenis obat yang banyak dipakai untuk membantu mengurangi gejala OCD. Selain itu, obat lain yang terbukti efektif mengatasi OCD pada orang dewasa dan anak-anak adalah antidepresan trisiklik. Obat ini termasuk dalam kelas yang lebih tua dari “tricyclic” antidepresan, dan beberapa obat SSRI yang lebih baru. Apabila gejala tidak membaik setelah menggunakan jenis obat tersebut, dokter akan meresepkan obat antipsikotik.

Selain konsumsi obat, psikoterapi juga diyakini cukup efektif untuk mengatasi OCD pada orang dewasa dan anak-anak. Jenis psikoterapi tertentu, termasuk terapi perilaku kognitif (CBT) dan terapi lainnya (misalnya, pelatihan pembalikan kebiasaan) memberikan efek yang sama baiknya dengan konsumsi obat untuk beberapa pengidap OCD.

Selain itu, tipe CBT yang disebut Exposure and Response Prevention (EX/RP) memberikan hasil yang efektif dalam mengurangi frekuensi munculnya perilaku kompulsif dalam OCD. Bahkan, efek ini juga terlihat pada orang yang tidak merespons obat SRI dengan baik.

Bagi sebagian pengidap, EX/RP menjadi pilihan alternatif pengobatan tambahan ketika konsumsi obat SRI atau SSRI tidak mampu mengatasi gejala OCD dengan efektif.

OCD yang tidak mendapatkan penanganan bisa berujung munculnya berbagai komplikasi yang berkaitan dengan masalah mental pengidapnya. Ini termasuk stres, depresi, dan gangguan kecemasan.