Laporan: Dwi Fatimah
RIAUONLINE, PEKANBARU - Kurban atau qurban merupakan salah satu ibadah yang dicontohkan oleh Nabi Ibrahim AS sebagai tanda kita untuk terus menyembah Allah SWT. Setiap ibadah tentu ada aturannya, termasuk ibadah qurban. Ada aturan yang boleh dilakukan, ada yang wajib dilakukan, dan juga ada larangan atau haram dilakukan.
Bagi Anda yang sudah berniat kurban atau qurban, ada beberapa larangan yang berlaku mulai 1 Dzulhijjah, yaitu larangan memotong kuku dan rambut, sampai hewan kurban disembelih nanti.
Larangan memotong rambut dan kuku sampai proses pemotongan hewan qurban selesai juga disebutkan dalam hadits shahih Imam Bukhari.
"Jika kalian telah melihat hilal Dzulhijjah (yakni telah masuk 1 Dzulhijjah) dan kalian ingin berqurban, maka hendaklah shohibul qurban membiarkan (tidak memotong) rambut dan kukunya," (HR. Bukhari)
Larangan memotong kuku dan mencukur rambut bagi orang yang ingin berkurban juga disebutkan dalam hadits shahih yang diriwayatkan Imam Muslim.
"Siapa saja yang ingin berqurban dan apabila telah memasuki awal Dzulhijjah (1 Dzulhijjah), maka jangan ia memotong rambut dan kukunya sampai ia berqurban.” (HR. Muslim).
Larangan-larangan ini seolah memberikan kesan apabila orang yang berkurban memotong kuku atau rambut mereka sebelum qurban dilaksanakan benar-benar haram. Dan apabila dilakukan maka orang tersebut berdosa dan qurbannya tidak sah.
Padahal menurut madzhab Syafi’i yang dikutip dari buku Fiqih Qurban Perspektif Madzhab Syafi'i karya Muhammad Ajib disebutkan hukum memotong rambut dan kuku hukumnya adalah makruh. Tidak sampai haram.
Selain larangan memotong kuku dan mencukur rambut bagi seorang muslim yang berkurban, berikut ini juga hal yang tidak boleh dilakukan seorang muslim saat berkurban:
1. Larangan Menjual Daging, Kulit atau apapun dari Hewan Kurban
Ketika hewan ternak telah disembelih menjadi daging hewan kurban, maka seluruh bagian tubuh dari hewan kurban tersebut harus segera dibagikan atau diberikan sebagai hadiah. Jangan sampai ada yang jual baik itu kulitnya, kakinya,kepalanya atau yang lain.
Allah Ta’ala berfirman,
لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الأنْعَامِ فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ
Artinya: “Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir.” (Qs. Al hajj: 28)
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ بَاعَ جِلْدَ أُضْحِيَّتِهِ فَلاَ أُضْحِيَّةَ لَهُ
Artinya: “Barang Siapa menjual kulit hasil sembelihan qurban, maka tidak ada qurban baginya.” (hr. Al hakim)
Dengan mendasar kedua hadis ini maka sudah jelas dan tegas orang yang kurban tidak boleh menjual apapun dari hewan yang dikurbankan.
Dikutip dari rumaysho.com larangan menjual hasil sembelihan qurban adalah pendapat para Imam Asy Syafi’i dan Imam Ahmad. Imam Asy Syafi’i mengatakan, “Binatang qurban termasuk nusuk (hewan yang disembelih untuk mendekatkan diri pada Allah)”.
Bagaimana kalau yang menjual ada si penerima ( orang yang tidak kurban)? Dalam hal ini tidak dilarang. Dibolehkan. Karena haknya sudah berpindah ke orang lain.
Fakta di lapangan yang sering dijual adalah kulit hewan kurban. Apabila Anda menyembelih sendiri maka kulit juga diberikan kepada orang lain, baik diberikan ke satu orang atau ikut dirajang lalu dibagi banyak orang. Namun bagi yang dititipkan ke panitia masjid, maka solusinya adalah saat menyerahkan hewan kurban sekalian menyerahkan nama orang yang diberi kulit kurban. Jadi, jika nanti kulit qurban dijual itu haknya sudah atas nama penerima, tidak lagi yang berkurban.
2. Dilarang Memberi Upah Penyembelih Hewan dengan Bagian Tubuh Hewan Kurban
Dalil dari hal ini adalah riwayat yang disebutkan oleh ‘Ali bin Abi Thalib,
أَمَرَنِى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنْ أَقُومَ عَلَى بُدْنِهِ وَأَنْ أَتَصَدَّقَ بِلَحْمِهَا وَجُلُودِهَا وَأَجِلَّتِهَا وَأَنْ لاَ أُعْطِىَ الْجَزَّارَ مِنْهَا قَالَ « نَحْنُ نُعْطِيهِ مِنْ عِنْدِنَا ».
Artinya: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkanku untuk mengurusi unta-unta kurban beliau. Aku menyedekahkan daging, kulit, dan jilalnya (kulit yang ditaruh pada punggung unta untuk melindungi dari dingin). Aku tidak memberi sesuatu pun dari hasil sembelihan qurban kepada tukang jagal. Beliau bersabda, “Kami akan memberi upah kepada tukang jagal dari uang kami sendiri”.
Dalam hadis tersebut dapat kita ambil hikmahnya bahwa upah penyembelih hewan bukan diambil dari hasil sembelihan qurban. Namun shohibul kurban hendaknya menyediakan upah khusus dari kantongnya sendiri untuk penyembelih hewan tersebut.
Jika sohibul kurban ingin memberi daging atau bagian dari hewan kurban kepada si penyembelih maka itu adalah hadiah atau shodaqoh. Bukan sebagai upah.
3. Menggagalkan Hewan Kurban yang telah Ditentukan
Maksudnya, apabila kita sudah membeli dan berniat untuk berkurban untuk seekor hewan, ada baiknya kita tetap konsisten dengan pilihan kita. Apalagi jika kita menggagalkan kurban untuk dijual kembali dengan niat yang berbeda, maka perlu diingatkan kembali bahwa kita berkurban hanya untuk Allah SWT. Namun, jika kita ingin menukarkan hewan kurban kita, niat itu lebih baik daripada berniat untuk menjualnya kembali.