RIAU ONLINE, PEKANBARU-Aliansi Masyarakat Penjaga Marwah Melayu meminta Gubernur Riau Syamsuar, segera mengambil sikap terhadap kepengurusan Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) khususnya Dewan Pimpinan Harian (DPH) yang tak sejalan dengan Majelis Kerapatan Adat (MKA).
Koordinator aksi, M Taufik Tambusai mengungkapkan telah banyak yang dilanggar Ketua DPH LAMR, Syahril Abu Bakar, dalam mengambil keputusan yang tidak melibatkan MKA yang diketuai oleh Marjohan.
"Contohnya pembentukan Badan Pengembangan Usaha (BPU) kalau dalam rekomendasi MKA mereka minta ditunda, dievaluasi dulu bersama DPH dan MKA. Tapi kenyataan hari ini DPH sudah menerbitkan SK-nya jauh sebelum hal ini muncul ke permukaan," jelasnya, Kamis, 31 Maret 2022.
Taufik menuturkan berdasarkan rekomendasi yang dibacanya, MKA tidak menyetujui BPU.
"Contohnya Badan Usaha Milik Adat (BUMA) konon katanya didirikan dua perusahaan di bawah naungan LAMR. Tapi kenyataannya dalam akte pendirian tak ada sentuhan antara BUMA dengan LAMR. Jadi kepemilikannya saham personal," jelas Taufik.
"Jadi ketika pemilik saham nanti tak lagi duduk sebagai pengurus LAMR mereka masih menguasainya. Ini sangat tak elok bagi kita sebagai orang melayu," tambahnya.
Sebab itu, Taufik merasa MKA sudah dikangkangi dan itu merupakan pelanggaran berat mengingat terjadi di organisasi adat seperti LAMR.
"Itu marwah, etika. Artinya falsafah melayu 'raja alim raja disembah, raja zalim raja disanggah' itu kami laksanakan sekarang. Karena ada keputusan Syahril yang mengatasnamakan adat padahal untuk kepentingan pribadi," tutur Taufik.
Pria bergelar Datuk Panglima Perkasa itu menyebut pihaknya melakukan aksi guna menyelamatkan marwah melayu karena adat istiadat bertumpu pada LAMR.
"Tadi kami diterima Sekdaprov, SF Hariyanto dan beliau berjanji menyampaikan tuntutan kami ke gubernur hari ini juga. Mudah-mudahan gubernur bijaksana, tegas dalam bersikap dan tak setengah hati. Karena ini bukan tak mungkin menimbulkan persoalan lain di kemudian hari," tutupnya.