Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Riau (Fisip Unri) non aktif, Syafri Harto kembali menjalani sidang ke empat di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Kamis, 10 Februari 2022/DEFRI CANDRA /Riau Online
(DEFRI CANDRA /Riau Online)
RIAU ONLINE, PEKANBARU-Dekan FISIP Universitas Riau (Unri) non aktif, Syafri Harto akan menjalani sidang putusan dari Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru hari ini, Selasa, 29 Maret 2022 sekitar pukul 10.00 WIB.
Pria kelahiran Indragiri Hulu ini akan menjalani sidang terakhir terkait dugaan pencabulan yang dilakukan terhadap mahasiswi bimbingannya inisial L di lingkungan kampus tahun lalu.
Dari website resmi Pengadilan Negeri Pekanbaru https://www.pn-pekanbaru.go.id ditampilkan jadwal agenda putusan oleh majelis hakim PN Pekanbaru.
Ketua Korps Mahasiswa Hubungan Internasional (Komahi) Unri, Khelvin Ardiansyah juga telah mengatakan kalau mereka akan menunggu hasil putusan dari majelis hakim hari ini.
"Jelang putusan nanti, kami meminta dari petisi online ini, terdakwa (Syafri Harto) bisa diberikan hukuman semaksimal mungkin agar korban mendapatkan keadilan," tutup Khelvin Ardiansyah.
Sebelumnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Dekan Universitas Riau non-aktif Syafri Harto dengan tuntutan tiga tahun penjara serta membayar uang pengganti yang telah dikeluarkan korban L sebesar Rp10 juta lebih.
Tuntutan JPU ini merupakan agenda lanjutan dari Sidang Dekan FISIP Unri non aktif, Syafri Harto di Ruang Sidang Mudjono Pengadilan Negeri Pekanbaru, Senin, 21 Maret 2022 yang digelar secara tertutup.
JPU mendakwa Syafri Harto dengan pasal 289 KUHP serta memiliki bukti unsur pemaksaan kepada korban secara psikologis karena adanya hubungan relasi yang tidak seimbang antara korban dan terdakwa.
"Sebagaimana hasil koordinasi kami tim dan petunjuk pimpinan kami mengajukan tahanan selama 3 tahun serta membayar penggantian keuangan yang sudah dikeluarkan oleh L (korban, red)," ujar JPU diwakili Jaksa, Syafril, Senin, 21 Maret 2022.
Selain itu, berdasarkan perincian perhitungan L yang dilakukan bersama dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Jumlahnya sebagaimana tuntutan kami dan sebagaimana surat dari LPSK itu adalah sebesar Rp 10.772.000,-.
"Dari analisa fakta yuridis, terdapat unsur pemaksaan dalam arti memaksa secara psikologis," terangnya.
Sementara perbuatan cabulnya, yang bersangkutan melakukan perbuatan tidak pantas sebagai seorang pendidik pada mahasiswanya dengan cara mencium pipi, mencium kening dan berusaha untuk mencium bibir.
"Jadi kami berketetapan selaku penuntut umum bahwa kami dapat membuktikan pasal 289 itu. Terhadap barang bukti yang menyangkut mengenai hal-hal yang disita dari L, kita kembalikan kepada L Terhadap barang bukti yang dipergunakan terdakwa sebagai instrumen dalam melakukan kejahatan seperti HP, nomor SIM itu kita rampas untuk dimusnahkan," tutup Syafril.