RIAU ONLINE, PEKANBARU-Pengamat Sosial dari UIN Suska Riau, Elfiandri, menyampaikan bahwa perlakuan personel Polres Kampar yang diduga menampar remaja tunanetra, Chandra (19) bersama dua rekannya Rendi (19) dan Putra (14) tidak memberikan ruang aman bagi difabel.
Elfiandri mengatakan pihak penegak hukum tak sepatutnya menampar siapa pun jika itu tidak dalam situasi mengancam dirinya dan adanya perlawanan fisik.
"Tidak boleh melakukan tindakan kekerasan baik tunanetra atau tidak. Seharusnya sebagai aparatur negara bertanya dahulu," katanya saat dihubungi riauonline.co.id, Sabtu, 5 Maret 2022.
Menurutnya, Polres Kampar perlu mengevaluasi dan mengoreksi perlakuan personelnya tersebut.
"Kalaulah memang polisi bekerja menegakkan keadilan, langsung saja remaja itu divisum. Biar remaja itu mendapatkan keadilan," tuturnya.
Polisi, kata Elfiandri harus bisa membedakan pelanggaran dengan perlawanan. Sebagai pihak yang bekerja untuk menegakkan hukum, ia mengatakan polisi justru tak melakukan penegasan melainkan penindasan.
"Bukan menegakkan itu namanya malah menindak orang lain berkedok kedisplinan penegak hukum," tegasnya.
Ia sangat menyayangkan perlakuan personel Polres Kampar itu, sehingga muncul citra kesewenang-wenangan aparat. Polisi, terangnya, seharusnya mengayomi masyarakat bukan justru arogan karena status polisi.
"Apalagi ini difabel, harusnya ini diberikan ruang aman. Tak bisa semua diratakan seperti itu. Dia itu kan posisinya penumpang apalagi tunanetra kan tak tahu menahu. Kenapa dia dicederai seperti itu," kata Elfiandri.
Terakhir, ia berharap kepolisian bisa tetap menjaga sikap dan mempertimbangkan nilai budaya daerah. Menurutnya, masyarakat juga mengerti hukum, sehingga tidak bisa menegakkan hukum tanpa mempertimbangkan kearifan lokal.
"Jangan sampai hukum membuat masyarakat tidak baik. Polres Kampar harus kedepankan persuasif," tutupnya.