RIAU ONLINE, PEKANBARU-Asisten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan, Sekretaris Daerah Provinsi Riau, Evarefita mengatakan hutang yang dimiliki oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Riau Airlines (PT RAL) memang sudah sejak lama.
Ia menyebut tidak ada pergerakan apapun hingga saat ini.
"Lah kan masih tetap berjalan juga. Jadi, RAL itu kan tetap adalah masih seperti yang lama deh, gak ada yang pergerakan apa pun," kata Evarefita, Kamis, 15 Juli 2021 di Gedung Daerah Balai Serindit.
Dia melanjutkan hutang yang dimiliki oleh PT RAL itu memang sudah sejak lama ada.
"Apanya yang bagaimana, kan memang RAL itu memiliki hutang dari lama. Iya memang seperti itu," pungkasnya.
Sebelumnya, diinformasikan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Riau Airlines (PT RAL) yang sudah dicabut izin operasinya pada 2012 ternyata masih menyisakan beban ekonomi ke Provinsi Riau.
Ketua Komisi III DPRD Riau, Husaimi Hamidi meminta pihak berwenang untuk menelisik kejelasan status PT RAL.
Diketahui, PT RAL memiliki hutang hingga Rp 80 Milyar di luar bunga ke Bank Muamalat Indonesia (BMI).
Hal ini memberatkan ekonomi Riau karena hutangnya dibebankan ke BUMD lain, PT Pengembangan Investasi Riau (PT PIR).
"Ini harus dijelaskan, pailit atau tidak. Dulu sudah mau pailit tapi diurus dan hutangnya di-take over PT PIR," ujar Husaimi Hamidi, Jumat, 9 Juli 2021.
Novasi atau pembaruan hutang yang diambil alih PT PIR ini disebut karena adanya peluang penarikan investasi perihal rute penerbangan. Namun ternyata hingga kini tak bisa direalisasikan.
"Saya dengar, ada investasi yang mau invest ke trayek penerbangan dengan RAL. Izin ini kan uang sebetulnya," ujar Husaimi.
Selain itu pula, Husaimi mengatakan novasi ini di awal kontrak perjanjiannya akan diganti sebagai piutang. Tapi sekarang justru dicatat sebagai investasi.
"Kita minta kejelasan, karena kalau investasi itu disusutkan PT PIR bisa rugi besar, bayangkan dari ratusan juta disusutkan 20 persen tiap tahun," jelas Husaimi.
Terkait hutang ke Bank Muamalat, Husaimi menyarankan agar tidak usah dibayar dahulu hingga statusnya jelas.
Namun demikian hal ini disebutnya berpotensi menjadi indikasi Opini Wajar Dengan Pengecualian saat diaudit.
"Ini akan jadi Opini Wajar Dengan Pengecualian, tapi apa gunanya mengejar Opini Wajar Tanpa Pengecualian jika tidak memberi untung," paparnya.