Soal Pencurian Dana Nasabah, Firdaus Minta konversi BRK ke Syariah Dipercepat

firdaus-wali-kota-pekanbaru-madani.jpg
(RIAUONLINE/ LARAS)

RIAUONLINE, PEKANBARU - Kasus pembobolah rekening nasabah Bank Riau Kepri (BRK) terungkap Maret 2021. Aktivitas pembobolan rekening sudah terjadi sejak tahun 2010 silam.

 

Wali Kota Pekanbaru, Firdaus menyayangkan sikap oknum dari pegawai BRK. Menurutnya, oknum tersebut mesti mendapatkan sanksi hukum setimpal.

 

"Sekali lagi, sikap yang dilakukan oknum karyawan tadi sangatlah tidak terpuji. Harus mendapatkan sanksi hukum," ucapnya, Rabu 31 Maret 2021.

 

Ia menilai dengan adanya kasus tersebut, BRK mesti segera dikonversi menjadi syariah. "Justru itu harus dipercepat agar kejadian serupa tidak terjadi lagi," ujarnya.

 

Lebih lanjut ia memaparkan, semua pihak mesti waspada. Ada upaya untuk mengontrol aktivitas. Ia menyebut, salah satu upaya dengan program digitalisasi. Pemerintah tengah melakukan percepatan perluasan digitalisasi.



 

"Tentunya mesti ada kontrol. Salah satunya dengan program TP2DD. Kalau sudah terintegrasi, semua sudah saling waspada. Akan bisa menghindari kenakalan-kenakalan yang terjadi," paparnya.

 

Firdaus pun  mendukung  integrasi ekonomi dan keuangan digital. Ia juga siap membentuk Tim Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah (TP2DD). Tim ini untuk mendorong pemerintah bisa menghimpun pendapatan daerah dengan memanfaatkan teknologi informasi.

 

Sebelumnya, diketahui oknum pegawai Bank Riau Kepri (BRK), AS (42) dan NH (37) membobol uang nasabah sebesar Rp 1,39 miliar. Keduanya kompak menguras uang nasabah yakni Hj Rosmaniar.

 

Kehilangan uang Hj Rosmaniar diketahui setelah anaknya, Hotasari melakukan pengecekan saldo JHT di BRK. Nasabah yang tidak terima, melaporkan kejadian ini ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Riau.

 

Kabid Humas Polda Riau, Kombes Pol Sunarto mengatakan kedua oknum petugas Bank tersebut dikenakan pasal 49 ayat 1 UU RI nomor 10 tahun 1998.

 

"Bagi anggota dewan komisaris, direksi maupun pegawai bank yang dengan sengaja menyebabkan adanya pencatatan transaksi palsu akan diancam penjara paling rendah 5 tahun dan maksimal 15 tahun, dengan denda maksimal Rp 200 milliar," ucap Narto saat konferensi pers di Mapolda Riau, Selasa, 30 Maret 2021.

 

Kombes Narto juga menjelaskan bahwa AS telah memalsukan tandatangan nasabah agar dapat mengeruk uang yang disimpan nasabah atas nama Rosmaniar untuk jaminan hari tua mereka.

 

Polisi menyita sejumlah dokumen berupa slip penarikan Bank Riau Kepri. Namun kedua pegawai ini dilaporkan telah mengundurkan diri sebelum kasus ini terungkap.