RIAU ONLINE, PEKANBARU – Di tengah padatnya Kota Pekanbaru tepatnya di jalan Pesisir Gang Rumbio No 2 D, Kelurahan Meranti Pandak, Kecamatan Rumbai Pesisir, Kota Pekanbaru, Riau berdiri sebuah sekolah bernama Syiar Quran Center (SQC).
Niat tulus ikhlas Ana Puspita dan suaminya, Gunawan, berkomitmen manjdikan SQC sekolah gratis bagi anak-anak di lingkungan sekitar. Semua fasilitas perlengkapan belajar disediakan oleh SQC.
Namun, kerasnya lingkungan membuat SQC memiliki tantangan tersendiri dalam menghadapi murid-muridnya.
Menurut Ana, mengajar di SQC harus tahan mental dan kesabaran atas perilaku murid. Ia sempat mengalami kejadian yang kurang baik akibat terpaksa harus mengeluarkan seorang murid dari SQC. Pasalnya, perilaku murid tersebut sudah sangat mengganggu murid lainnya.
“Kami sudah usaha didik tetapi tetap belum berubah dan malah mengganggu yang bersifat membahayakan,” ungkapnya.
Selain itu, kepada guru juga tidak bisa menghormati dengan sering berkata tidak pantas. Jadi saat masa daftar ulang terpaksa SQC tidak menerimanya sebagai murid lagi.
Perasaan tidak terima membuat anak tersebut datang ke warung usaha milik Ana dan menyerakkan dagangan.
“Dia datang mengobrak-abrik isi warung,” ceritanya.
Kondisi Ana yang sedang hamil menimbulkan trauma. Sehingga, esok harinya Ana langsung melahirkan dalam keadaan prematur.
“Karena saya syok saya lahiran prematur dengan berat bayi hanya 1,9 kilogram,” katanya.
Ana, menyampaikan, terkadang ada murid yang datang belum mandi. Sehingga guru SQC sempat ada yang harus memandikan murid tersebut.
Bahagianya Ana ketika mengetahui perkembangan anak lulusan SQC di tingkat sekolah selanjutnya sering mendapatkan juara dan memiliki jiwa kompetitif.
SQC juga penah memiliki seorang murid hiperaktif. Murid tersebut suka mengamuk dan melakukan kekerasan. Ketika marah ia kerap menggigit dan mencakar guru.
“Buktinya adalah meja-meja belajar kami patah karena dia,” katanya, sambil menunjukkan meja patah.
Keadaan keluarga yang tidak utuh akibat ayahnya terkena kasus narkoba dan ibunya sakit menjadi satu faktor karakter anak hiperaktif tersebut.
Namun, pasca lulus dari SQC murid tersebut membawa hafalan berupa 15 surat pada Juz 30. Selain itu, di sekolahnya saat ini menjadi juara kelas.
“Senang sekali melihat ia jauh berubah,” ujarnya.
Menjadi guru di SQC harus kuat mental atas perilaku murid. Selain itu, gaji yang seadanya tidak menyurutkan niat mereka untuk tetap ingin membersamai SQC.
“Kami disini rasanya senang saja dan niatnya ikhlas mau mengajar, sudah seperti keluarga satu sama lain,” kata Siti Khodijah, guru SQC.