RSUD Arifin Achmad Patok Swab Test Rp 1,7 Juta, PKS Ingatkan Jangan Jadi Bisnis

Arnita-Sari.jpg
(Riau Online)

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Anggota Komisi V DPRD Riau, Arnita Sari angkat bicara terkait tarif swab test di RSUD Arifin Achmad yang mencapai angka Rp 1,7 juta satu kali test untuk warga yang ingin bepergian ke luar kota.

 

Dikatakan Politisi PKS ini, spirit awal adanya laboratorium Swab di Pekanbaru agar RSUD tidak lagi mengirimkan test swab ke Jakarta dan mengantri dengan provinsi lain.

 

"Sehingga kita tak perlu kirim ke Jakarta yang memakan waktu 10 hari. Rapid test kan tidak akurat. Jadi itu bukan untuk orang bepergian," kata Arnita, Sabtu, 30 Mei 2020.

 

Kalaupun ada tarif hari ini, ujar Arnita, mungkin dikarenakan adanya permintaan dari masyarakat yang ingin bepergian. Namun, menurutnya tarif tersebut bukan paksaan terhadap masyarakat.

 

"Itu kan untuk bepergian, saran saya jangan pergi dalam kondisi pandemi gini. Kita kan dianjurkan stay at home. Kalau kita tetap pergi, besar biayanya dan resikonya besar," tuturnya.



 

Sebab, jika dipaksakan untuk pergi, maka biaya yang harus dikeluarkan akan menjadi lebih besar. Bahkan, tak menutup kemungkinan nyawa juga akan ikut terancam.

 

"Kalau dia tertular dan dia menularkan, berapa biaya yang harus dikeluarkan? Sekarang ini yang kita harus lakukan adalah menunda semua perjalanan. Urusan yang mendadak itu adalah resikonya," tambahnya.

 

Disinggung mengenai adanya potensi bisnis di dalam ini, menurut Arnita, tergantung kepada masyarakat sendiri. Jika banyak masyarakat tak ingin menjadikan itu bisnis, jangan test swab.

 

"Kita tidak setuju itu jadi bisnis, jangan dukung itu jadi bisnis. Sama seperti mall, kalau kita tidak setuju mall dibuka, belanja saja di warung," pungkasnya.

 

Jika test swab dilakukan gratis, maka orang akan lebih mudah berpergian dari satu tempat ke tempat yang lain. Dengan harga yang tinggi ini, orang akan berpikir berulang kali untuk bepergian.

 

"Kalau misalnya akan diperlakukan gratis itu akan menjadi kontroversi. Orang enak aja pergi kemana-mana. Akibatnya akan banyak orang yang meninggal," tuturnya.

 

"Sekarang ini untuk makan saja pemerintah sudah tidak sanggup, apalagi jika orang posirif semakin meningkat maka beban biaya akan semakin besar," tutupnya.