Rivalitas Jilid II Syamsuar-Andi Rachman Kini Beralih ke Golkar. Siapa Menang?

Gubernur-Riau-dan-Mantan-Gubernur-Adu-kuat.jpg
(Riau Online)

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Rivalitas Jilid II antara Syamsuar Vs Arsyadjuliandi Rachman (Andi Rachman) kembali tersaji. Jika 2018 silam keduanya "saling jegal" untuk merebut simpati dan suara rakyat Riau, kini keduanya lakukan hal serupa untuk merebut kursi Ketua Partai Golkar.

Head to Head keduanya ini dipastikan setelah Syamsuar melalui orang kepercayaannya mengembalikan formulir, Jumat, 28 Februari 2020, oleh Zulfan Heri, telah diambil sehari sebelumnya, Kamis, 27 Februari 2020, oleh orang kepercayaannya sejak di Siak dan kini di Provinsi Riau, Ulil Amri.

Dengan pengembalian formulir tersebut, persyaratan Syamsuar maju dengan mengantongi dukungan 33 persen suara dari 18 pemilik hak suara, terpenuhi.

Hal serupa juga dilakukan Andi Rachman, sapaan Arsyadjuliandi Rachman. Bedanya, jika saat pengambilan formulir Andi diwakilkan, maka ketika pengembalian ia hadir sendiri. Anggota DPR RI Dapil Riau ini mengklaim sudah mengantongi 12 dari 18 pemilik suara.

Andi Rachman-Syamsuar Berbincang

GUBERNUR Riau, Syamsuar (kiri) bersama mantan Gubernur Riau, Andi Rachman. 

DPD I Partai Golkar selama dua hari, Minggu-Senin, 1-2 Maret 2020, menyelenggarakan Musyawarah Daerah (Musda) di Hotel Labersa, Siak Hulu, Kampar. Rivalitas kali ini sangat ditentukan restu 'orang kuat' di DPP guna memuluskan menuju posisi ketua DPD I selama lima tahun mendatang. Suara DPD II kabupaten dan kota hanya pelengkap penderita saja. 

Rivalitas Jilid I tersaji dalam Pemilihan Gubernur Riau (Pilgubri) 2018 silam dengan Syamsuar, kader Partai Amanat Nasional (PAN) yang loncat pagar dari partai berlambang pohon beringin tersebut.

"Ketua DPD Partai Golkar diharapkan adalah kader-kader telah berjuang, bertungkus lumus dan berdarah-darah dalam membesarkan partai," kata Pengamat Politik Universitas Riau, Tito Handoko, Sabtu, 29 Februari 2020.

Menanggapi rivalitas keduanya, pengamat politik Riau, Tito Handoko menyebut Musda Golkar guna mencari Ketua DPD I Golkar periode 2020-2025 sangat menentukan nasib partai berlambang pohon beringin ini.

Partai Golkar, tuturnya, merupakan partai selalu mayoritas dalam perolehan suara sejak Pemilu 1999 hingga 2019 di Riau. Ketua DPRD bahkan Gubernur Riau tak pernah lepas dari kader Golkar, terkecuali Pilgubri 2018 silam, saat Syamsuar ketika itu jabat Ketua DPD II memilih diberhentikan sebagai ketua untuk maju sebagai Cagubri diusung partai lainnya.

"Oleh sebab itu, Partai Golkar mesti menjawab kepercayaan publik dengan kerja-kerja positif memenuhi aspirasi publik dalam rangka peningkatan taraf hidup masyarakat dan membangun peradaban politik lebih baik di masa akan datang," pinta Tito.

Kandidat doktor Ilmu Politik ini menjelaskan, Partai Golkar seharusnya tidak memberi ruang kepada 'politisi kutu loncat' dengan mudah dapat berpindah partai hanya untuk memnuhi nafsu dan ambisi kekuasaan atau dalam bahasa sederhana mencukupkan 'perahu' untuk berlayar pada kontestasi Pilkada.

Tito mewanti-wanti kepala daerah yang menjabat Ketua DPD II jangan salah memilih dan mendukung Calon Ketua DPD I. Pasalnya, jika calon tersebut kalah, maka ancaman tak akan didukung maju sebagai Calon Kepala Daerah dalam Pilkada Serentak 2020 di sembilan daerah, juga terancam pupus, sirna.

"Pilkada Serentak 2020 di Riau ini ada 9 kabupaten dan kota. Ketua DPD II ingin maju (Pilkada) harus matang dan masak-masak berhitung politik, jika dukung Andi atau Syam. Kalah, dukungan dari Ketua DPD I terpilih, terbang ke rimbo," kata Tito.

Andi Rachman-Syamsuar Cipika-Cipiki

 GUBERNUR Riau, Syamsuar (kiri) bersama mantan Gubernur Riau, Andi Rachman. 

 Politisi Kutu Loncat 

Dosen Ilmu Pemerintah FISIP Universitas Riau ini menjelaskan istilah "Politisi Kutu Loncat" lebih mengarah ke Syamsuar. Ketika Pilgubri 2018 silam, Andi Rachman memecatnya sebagai Ketua DPD II Golkar Siak karena melawan perintah partai telah menetapkan dirinya sebagai Cagubri berpasangan dengan Suyatno diusung partai penguasa Orde Baru itu.



Jauh sebelum Syamsuar dipecat sebagai Ketua DPD II Golkar Siak, saat masih menjabat Bupati Siak sudah memperhitungkan secara masak-masak, akan menggunakan partai lain untuk perahu guna mengantarkannya bertarung di Pilgubri.

Akhirnya, Syamsuar memperoleh perahu lain antara lain PAN (7 kursi), PKS (3 kursi) dan Nasdem (3 kursi). PAN memberikan 7 kursinya kepada Syamsuar dengan syarat ia harus menjadi kadernya.

Syarat ini akhirnya dipenuhi disusul dengan diterbitkannya Kartu Tanda Anggota (KTA) Syamsuar sebagai kader PAN dengan nomor KTA 0311.0003000.080654.1.17 dikeluarkan oleh Ketua DPD PAN Siak, Alfedri.

Kala itu, Wakil Ketua Fraksi Partai Golkar Siak, Azmi, menyebutkan, dikeluarkannya Syamsuar dari pengurusan partai sudah berdasarkan hasil keputusan rapat pleno digelar, Kamis, 1 Maret 2018

Surat pemberhentian Syamsuar dari pengurus partai tertuang dalam surat bernomor KEP-35/DPD/Golkar-R/I 2018 dikeluarkan 29 Januari 2018, ditandatangani Ketua DPD I Golkar Riau, Arsyadjuliandi Rachman, dan Sekretaris DPD I Golkar, Rizaldy AM Abrus.

Usai melawan perintah Partai, Andi Rachman kemudian menunjuk adik kandungnya yang menjabat Wakil Ketua Bidang Organisasi DPD I Partai Golkar Riau, Juni Ardianto Rachman, sebagai Pelaksana Tugas (Plt).

Jabatan Plt ini kemudian menjadi definitif usai terpilih saat Musda DPD II Golkar Siak, November 2019 dan dilantik oleh Andi Rachman, Minggu, 23 Maret 2019.

Golkar memenangkan Pileg 2019 dan ketua DPRD kembali bisa dipertahankan mengalahkan PAN dengan Bupati Siak, Alfedri sebagai Ketua DPD.

Juklak dan AD/ART Hambat Syamsuar 

Dipecatnya Syamsuar sebagai Ketua DPD II Golkar Siak, termasuk lepasnya status anggota Golkar, menjadi penghambat Gubernur Riau itu menuju Ketua DPD I Golkar Riau.

Pasalnya dalam Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) Musda Golkar Riau ada beberapa syarat harus dipenuhi Syamsuar. Dalam Juklak tersebut, Bakal Calon akan maju harus aktif terus-menerus sekurang-sekurangnya lima tahun terakhir dan tidak pernah masuk ke partai lain, lulus pendidikan Partai Golkar, memiliki Prestasi, Dedikasi, Disiplin, Loyalitas dan tidak tercela.

Ketua Streering Commite (SC) Musyawarah Daerah (Musda) Golkar Riau, Masnur membenarkan syarat tersebut akan diterapkan pada Musda nanti. "Benar, itu sesuai dengan Juklak 02 dari DPP," kata Masnur, Rabu pekan ini.

Andi Rachman-Syamsuar Bersua di Kemendagri

GUBERNUR Riau, Syamsuar (kiri) bersama mantan Gubernur Riau, Andi Rachman. 

 Disinggung apakah ini merupakan upaya untuk menjegal langkah Syamsuar, Masnur memastikan hal tersebut tidak benar. Pasalnya, Juklak tersebut langsung dari DPP dan bersifat umum.

"Tidak ada bahasa menjegal, ini Juklak kan berlaku umum, universal dia. Berlaku untuk seluruh pengurus Golkar di Indonesia yang akan melaksanakan Musda," jelasnya.

Tak hanya itu, di dalam AD/ART Partai Golkar, tepatnya Bab III Pasal 5 Nomor 2, disebutkan, alasan kader partai diberhentikan di antaranya tidak lagi memenuhi syarat sebagai anggota, menjadi anggota Parpol lain, dan melanggar AD/ART, Keputusan Musyawarah Nasional dan Rapat Pimpinan Nasional.

Namun, Koordinator Wilayah I Sumatera DPP Partai Golkar, Idris Laena menyatakan, Juklak nomor 2 tersebut tidak menjadi penghalang bagi Syamsuar karena dipecat atau tidaknya seorang kader harus menerima persetujuan dari DPP.

Sementara DPP Golkar sampai hari ini tidak pernah memecat Syamsuar sebagai kader Golkar. "Tetapi jika tidak ada surat yang diterbitkan partai maka kader tersebut tetap sebagai kader," tegas Idris.

Namun, dalam berbagai wawancara kader Golkar Riau, Juklak dan AD/ART itu diabaikan dengan sendirinya karena Ketua Umum memiliki hak diskresi untuk calon Ketua yang mendapat restu DPP. Peluang Syamsuar terbuka dengan lebar.

Terakhir, Jumat malam, satu dari dua kandidat Calon Ketua Golkar Riau telah berjumpa dengan "Orang Sangat Penting" tingkat pusat di partai pohon beringin tersebut, pada sebuah hotel berbintang di sekitar Sarinah, Jakarta. Sedangkan satu calon lainnya, juga sudah jumpa "orang sangat penting" itu awal pekan ini.

Isu Syamsuar akan kembali berlabuh ke Golkar sebenarnya sudah lama berhembus. Tepatnya beberapa bulan setelah pelantikan, Syamsuar diisukan mengincar Ketua DPD I Golkar Riau. Namun, Syam tak banyak komentar.

"Awak belum tahu, sabar dulu, makasih ya," singkatnya kepada Riau Online, Senin, 10 Juni 2019 lalu.

Tradisi Kepala Daerah di Riau Ketua Golkar 

Jika melihat tradisi, mantan Politisi Golkar, Chaidir mengatakan, Golkar cenderung berorientasi pada kekuasaan. Partai pernah mengantarkannya sebagai Ketua DPRD Riau selama 10 tahun ini menjelaskan, Golkar biasanya menjadi penguasa suatu daerah sebagai ketuanya.

"Kalau mencari ketuanya, itu (Golkar) masih berkaitan dengan kekuasaan, Golkar cenderung berorientasi pada kekuasaan, kita melihat begitu. Mereka melihat konstelasinya, bagaimana suara di daerah dan siapa pengambil keputusan," ujar Chaidir saat dijumpai di kantor DPRD Riau, beberapa waktu lalu.

Dengan jabatan Syamsuar sebagai Gubernur Riau, menurut Chaidir, tak tertutup kemungkinan Syamsuar akan melenggang menjadi ketua DPD Golkar Riau.

"Apakah dia BM 1 (Gubernur) atau BM 1 pakai seri (Bupati/Wali Kota), mereka (Golkar) memikirkan kepentingan daerah juga. Kalau seseorang tidak memiliki kekuasaan di daerah, nanti dia tidak punya bargaining ke pusat. Kasihan daerahnya," jelasnya

Sementara itu, Politisi senior Golkar, Erizal Muluk berharap sosok Syamsuar bisa menjadi penyelamat Golkar saat ini sedang mengalami penurunan suara di bawah kepemimpinan Andi Rachman.

"Saya terus terang saja, zaman Andi Rachman Golkar kurang berhasil. Pertama, ia gagal jadi Gubernur, padahal saat itu petahana dan ketua Golkar Riau, suara Golkar dimana-mana turun, dan itu fakta," kata Erizal, Kamis, 27 Februari 2020.

Syamsuar, jelas Erizal, merupakan kader Golkar berpengalaman dalam memimpin partai, itu bisa dilihat dari hasil kerjanya sebagai Ketua DPD II Golkar Siak.

Militansi Syamsuar, dinilai Erizal layak mendapatkan kesempatan untuk menjadi ketua Golkar Riau yang saat ini mengalami trend penurunan. Apalagi, Syamsuar merupakan Gubernur Riau, lazimnya Golkar memang dipimpin kepala daerah.

Arsyadjuliandi Rachman sendiri menjadi ketua DPD I Golkar Riau saat dirinya masih menjadi Gubernur Riau menggantikan Annas Maamun yang terjerat kasus korupsi alih fungsi kawasan hutan.