RIAUONLINE, PEKANBARU - Dua orang mahasiswa UIN Suska Riau diminta untuk tidak melakukan aksi lagi di kampusnya dan tidak boleh menggerakkan mahasiswa lagi untuk demonstrasi dan dituntut untuk meminta maaf karena melakukan kegiatan yang menyinggung rektorat.
Dua mahasiswa tersebut atas nama Yudi Utama Tarigan dari jurusan Ilmu Hukum dan Nurhamidi dari jurusan ekonomi syariah. Keduanya sama-sama berasal dari Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum (Fasih).
Kepada Riau Online, Yudi bercerita surat tersebut dilayangkan kepada mereka pasca digelarnya aksi mimbar bebas di kampus Madani tersebut dengan tema menolak sikap otoriter rektor UIN Suska, Dr Prof Akhmad Mujahidin.
"Terserah mau pidato atau nyanyi yang penting jangan keluar dari tema, temanya menolak otoriter kampus," ujar Yudi, Kamis, 12 September 2019.
Alasan digelarnya mimbar aksi ini, jelas Yudi, karena rektor sudah melakukan penunjukan kepada Presiden dan Gubernur mahasiswa tanpa pemilihan dan hal ini menimbulkan pemberontakan di kalangan mahasiswa.
"Sepakatlah sejumlah kelompok mahasiswa membuat mimbar bebas, termasuk Dewan Mahasiswa (Dema) hasil pemilihan mahasiswa. Di acara itu kita juga ada deklarasi menolak Sema dan Dema versi rektor," tutur mantan Presma UIN Suska ini.
Ditambahkan Yudi, ia sebenarnya sudah mendapat ancaman sebelumnya dari pihak dekanat. Dimana dekan meminta Yudi membatalkan aksi agar tidak mendapat masalah di kemudian hari.
"Di, saya tidak mau tahu kegiatan ini tidak boleh terlaksana, kalau ini terlaksana kamu tanggung segala resikonya ya," ujar Yudi mengulang kalimat dekan tersebut.
Kemudian Yudi menjawab, bahwa mimbar bebas ini bukan representasi dirinya saja, namun semua lembaga ikut disini. Dan Yudi juga menjelaskan kalau ini bukan aksi, tapi cuma mimbar bebas, semua boleh asalkan tidak keluar dari tema.
Semua yang dilakukan pihaknya menurut Yudi sudah sesuai dengan regulasi dan ia memaklumi terhadap ancaman dekan tersebut. Sebab, Dekanat tentu juga mendapat tekanan dari rektorat.
Mimbar bebas ini dilakukan pada hari Kamis 5 September 2019 lalu. Barulah, pada Rabu kemarin, 11 September 2019 surat tersebut diberikan kepada Nurhamidi melalui perantara Kajur.
"Padahal kita hanya minta kembalikan hak demokrasi kami, sebagaimana diatur Pendis 4691, ada dasar semuanya. Kalau pimpinan tidak otoriter, tidak usah marah," pungkasnya.
Pun begitu, sejauh ini belum ada konsekuensi jika keduanya tidak mengikuti apa yang diintruksikan oleh surat ditandatangi dekan Dr Drs H Hajar M Ag ini.
"Dia minta saya tidak demo lagi, ini kan sudah parah. Kemudian dia minta saya tidak menggerakkan orang untuk aksi, barometer yang menyebut saya menggerakkan orang kemarin apa? Disuruh minta maaf. Salahku apa? kalau cuma sekedar minta maaf ya gapapa. Tapi aku ga tau minta maaf karena apa," tutupnya.