Cerita Warga Langganan Terdampak Banjir di Pekanbaru

banjir-pekanbaru.jpg
(Rico)

Laporan: RICO MARDIANTO

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Hujan lebat mengguyur Kota Pekanbaru beberapa hari terakhir menyebabkan sebagian besar kawasan Kota Bertuah terendam banjir. Ketika hujan turun, jalan-jalan di Kota Pekanbaru berubah menjadi "sungai" di tengah kota. Banjir akibat hujan turun sejak Selasa malam, 11 Juni hingga Rabu pagi, baru terlihat surut pada Kamis, 13 Juni 2019.

Sehari kemudian sore harinya hujan turun lagi dengan intensitas rendah. Hujan yang turun sejak Jumat sore kemarin berlangsung hingga malam. Beruntung, hujan hari itu tak menyebabkan banjir susulan.

"Waktu hujan semalam kami sudah waswas bakal banjir lagi karena baru hari Kamis siang banjir surut sejak hujan hari Selasa kemarin, untunglah hujannya tak lebat," kata Afrizal, warga Gang Afajar, Jalan Garuda Sakti, Pekanbaru.

Afrizal menuturkan, saat hujan turun dengan intensitas tinggi, rumahnya langganan direndam banjir. Begitu juga dengan rumah tetangganya maupun perumahan lain di bilangan Garuda Sakti KM 1. Hanya berjumlah hitungan jari rumah warga yang selamat dari banjir. Ini karena mereka telah meninggikan lantai rumah agar tidak terjangkau lagi oleh banjir ketika hujan lebat.

"Kalau hujan lebat barang-barang kami naikkan ke lantai dapur yang lebih tinggi. Kalau di ruang tamu sampai kamar habis terendam banjir," kata Afrizal sambil menunjuk garis bekas genangan air dengan tinggi kira-kira 25 cm di dinding ruang tamu rumahnya.

"Sudah beberapa kali pengerukan parit di Jalan Garuda Sakti, tapi masih aja banjir. Drainase yang dibuat juga ukurannya kecil, makanya masih banjir. Tapi ya beginilah, kami sudah terbiasa dengan banjir," sambung pria yang sehari-hari berdagang sate ini.



Langganan dilanda banjir ketika hujan deras juga dialami Daslimar, Ketua RT 3 RW 9, Kelurahan Simpang Baru, Gang Muslimin, Jalan Garuda Sakti. Pada 2018 lalu, lantai rumah Daslimar terpaksa ditinggikan 50 cm supaya aman dari banjir.

Menurutnya sudah sekitar 10 tahun banjir terjadi di lingkungan tempat tinggalnya. Lurah, camat, maupun pihak Pemko sudah cukup sering berkunjung meninjau pemukiman di kawasan itu ketika banjir. Pembuatan drainase belum lama ini tak banyak membawa perubahan.

Pada Desember tahun lalu, ketika banjir berhari-hari merendam perumahan di lingkungan tempat tinggalnya belum juga surut, Daslimar geram lantas menuliskan keluhan mengenai masalah banjir yang tak kunjung ada solusi itu, di grup WhatsApp kelurahan. Aspirasinya itu lantas sampai ke legislator dewan Kota Pekanbaru.

"Lalu Bu Lurah langsung kirim pesan saya itu ke anggota dewan, kemudian datang John Romi Sinaga dari DPRD Kota Pekanbaru ke sini. Besok paginya datang alat berat dari Pemko mengeruk parit di pinggir Jalan Garuda Sakti itu. Untuk biaya kebutuhan pekerja seperti uang makan dan rokok saya yang galang dana dari warga," kata Daslimar.

Dua bulan setelah pengerukan parit itu, lalu ada proyek pembuatan drainase ukuran 80 x 110 cm di Jalan Garuda Sakti. Warga sekitar tak tahu perihal pembuatan drainase tersebut. Begitu juga lurah, hanya menerima surat terkait pemberitahuan akan ada pengerjaan drainase di lokasi Jalan Garuda Sakti.

"Menurut kami ukuran segitu sangat kecil dengan debet air sampai 70 cm di depan rumah kami. Hanya dengan drainase ukuran 80 x 110 cm, di luar sampah-sampah yang menyumbat, tidak mampu menampung, sehingga airnya masih melimpah di atas parit," jelasnya.

Dugaan warga benar terjadi. Setelah pembangunan drainase itu, ketika hujan turun dengan intensitas tinggi, banjir masih datang seperti biasa. Akan tetapi, kata dia, genangan air lebih cepat surut ketimbang sebelum ada pengerukan parit dan pembuatan drainase itu.

"Perubahan sih ada, yang biasa kalau hujan setengah jam air sudah melimpah, sekitar sampai 10 hari baru surut. Setelah pengerukan tetap banjir, tapi lebih cepat surutnya, sekitar satu hari satu malam sudah kering," sebutnya.

Kata Daslimar, sudah saatnya Pemko Pekanbaru memberikan perhatian serius terhadap persoalan banjir ini. Dia berharap keluhan warga yang sampai ke telinga pemangku kepentingan jangan dianggap sebatas angin lalu.

"Masyarakat yang jadi korban. Kami hanya sampai ke kecamatan menyampaikan aspirasi," kata Daslimar.