P2TP2A Analisa Psikologi Siswi Korban Bullying, Ini Penjelasannya

petp2a.jpg
(ist)

RIAUONLINE, PEKANBARU - Kondisi psikis korban pelecehan seksual dan bullying dari salah satu sekolah SMP di Pekanbaru inisial LP kian membaik usai menjalani penggalian informasi dan penanganan awal oleh Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Pekanbaru.

Konselur P2TP2A Herlia Santi mengatakan setelah berkoordinasi dengan psikolog diketahui bahwa LP merupakan anak yang sangat ramah sehingga banyak temannya yang melecehkannya.

"Analisa sementara psikologi, dia sebenarnya anak yang ramah, dia menganggap semua sama baik cowok maupun cewek, dan teman cowoknya banyak yang sok ramah gitu sehingga sering diremehkan," ungkap Santi, Selasa, 19 Maret 2019.

"Karena dia ramah sama teman, jadi dia sering dimintai duit, dia kasih, tapi teman cowoknya kebablasan, kalau tidak dikasih dia membully LP, itu yang sedang kita gali," ungkapnya lagi.

Selain itu, menurut Santi, LP tertekan dengan tuduhan yang sama sekali tidak dilakukannya ditambah intimidasi dari guru sehingga LP menjadi takut untuk kembali ke sekolah karena sering dipanggil cewek murahan dan berbagai macam ungkapan kasar lainnya.

"Akibatnya dua hari dia tidak mau masuk sekolah, untuk itu kita motivasi juga dia biar dia mau masuk sekolah, kita motivasi dia bahwa fitnah itu tidak benar, dia harus fight dan harus menerima kenyataan bahwa kehidupan sosial di luar memang begitu," ujarnya.



Sebab, berdasarkan keterangan orang tuanya, LP di rumah tidak kemana-mana, tidak dikasih izin, jadi secara sosial dia harus tahu bahwa diluar sana ada anak nakal, ada yang bisa dipercaya dan tidak, ada yang bisa jadi teman dan tidak.

"Tadi dia juga janji mau masuk sekolah. Kita lihat dulu reaksi sekolah, apakah masih memberi kelonggaran kepada temannya untuk membully dia, karena di kelasnya, guru malas masuk karena didominasi anak nakal," tambahnya.

Pihaknya, sambung Santi, akan terus mengawasi perkembangan mental LP terutama dengan menilai reaksi LP saat kembali ke sekolah karena kepercayaan diri LP harus dikembalikan.

Untuk itu, pihak keluarga dalam hal ini ibunya diharapkan bisa menemani LP di sekolah agar LP merasa ada yang peduli dengan dia. Tindakan ini diambil sampai LP benar-benar merasa nyaman.

Kemudian pihaknya juga akan melihat perkembangan dari teman-temannya, sehingga nanti akan di putuskan apakah perlu diadakan konseling education atau tidak.

"Kita juga akan memanggil sekolah dalam kasus ini guru BK dan wali kelas untuk berkoordinasi, kita tidak mau berprasangka apa-apa dulu, kita fokus di pemulihannya saja," tukasnya.

Santi menilai LP lebih baik diberi semangat saja dibandingkan memindahkan dia sekolah baru, sebab tidak ada jaminan bahwa di sekolah baru bisa lebih baik dari sekarang..

"Kasus begini banyak, ini kan pertumbuhan dari anak-anak ke remaja, mereka pecicilan liat lawan jenis, biasalah. Guru BK harusnya mengawasi ini, tapi kalau perilaku dan pendidikan di rumah masih wajar saya lihat," tutupnya.