CALON Wakil Presiden, Sandiaga Uno, saat memegang lado atau cabai kala mengenang masa kecilnya, jika berkata kotor atau nakal, dioleh ke mulut oleh ibunya, Mien Uno, Senin, 12 November 2018, di Pasar Pagi Arengka.
(RIAUONLINE.CO.ID/AZHAR SAPUTRA)
RIAU ONLINE, PEKANBARU - Kata-kata yang tak pantas dikeluarkan selama masa kampanye Pemilihan Presiden 2019, baik kubu pasangan nomor urut 01, Joko Widodo-KH Maruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, menjadi perhatian pemillih.
Mulai dari kata-kata "Sontoloyo", "Gendoruwo", "Tampang Boyolali", hingga kata-kata lainnya, menghiasi media selama sebulan terakhir. Bagi Calon Wakil Presiden (Cawapres) Sandiaga Salhuddin Uno, ia teringat saat masih kanak-kanak dulu,jika berkata-kata kotor atau bercarut, bahasa lokal di Riau dan Sumatera Barat, ibunda tercinta, Mien Uno, langsung me-lado (memberi cabai) ke mulutnya.
"Kalau saya bercarut, berkata kotor, nakal, ibu saya langsung mengambil cabai (lado) lalu mengolesnya ke mulut saya," kata Sandi, sambil mempraktikkan bagaimana mulut kecilnya dilado oleh ibunya dengan menggunakan beberapa biji cabai merah di tangan kanannya, Senin, 12 November 2018, di Pasar Pagi Arengka.
Baca Juga:
Rumbai, Dumai, Dan Sandiaga Salahuddin Uno
Dipasangkan Pin Permak Bodi, Sandi Ajak Emak-Emak Pekanbaru Goyang 2 Jari
Sandi melakukan Tour Sumatera seharian ini di Provinsi Riau, dimulai dari Medan, Sumatera Utara. Bermalam di Hotel Pangeran, Pekanbaru, ia dan rombongan melanjutkan perjalanan ke Palembang, Sumatera Selatan, esok hari, Selasa, 13 November 2018.
Sahabat Sandi yang juga Calon Legislatif untuk DPR RI dari Partai Gerindra Daerah Pemilihan Riau 1 meliputi Kota Pekanbaru, Kota Dumai, Kabupaten Siak, Bengkalis, Kepulauan Meranti, Rokan Hulu dan Rokan Hilir (Rohil), Miftah Nur Sabri, menceritakan masa kecil mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta tersebut.
Sandi tuturnya, memang lahir di Rumbai, dari pasangan Henk Uno dan Mien Uno. Namun, kelahirannya dicatatkan di Dumai. Saat itu jangan dibayangkan Dumai, Rumbai, Duri sudah seperti sekarang ini. Kala itu masih belantara.
"Maklum saja ini terjadi di tahun 1969 dan 1970, tentu secara administratif Pekanbaru dan Dumai belum serapi sekarang. Dumai masih bagian dari Kabupaten Bengkalis," kata Miftah kepada RIAUONLINE.CO.ID.
Seiring, tuturnya, dengan ditemukannya Blok Rokan membentang sepanjang pesisir Provinsi Riau dikelola Caltex Pacific Indonesia kemudian menjadi Chevron Indonesia (sekarang), maka datanglah insinyur-insinyur muda Indonesia ke belantara Sumatera ini.
Klik Juga:
Di Pekanbaru, Sandiaga: Saya Putra Riau, Lahir Di Rumbai, Dakek Siko
Puasa, Sandi Tak Ikut Sarapan Di Pasar Panam
Henk dan Mien termasuk pasangan muda, ujarnya, memulai mimpi keluarga muda di rimba Sumatera ini. Minyak-minyak dari Rumbai, Minas, dan Duri disuling di kilang minyak Pertamina di Dumai.
"Pekerja minyak di Rumbai, Minas, Duri, Dumai, awal-awal pasti kenal dengan "Pak Uno, Pak Uno". Demikian mereka menyebut Ayahnda dari Bang Sandi," cerita Miftah.
Siapa yang tinggal di komplek Bukit Jin dan Komplek Sebanga Duri, Pak Uno, turut membangunnya. Di Riau lah, di Bumi Melayu, tanah tumpah darah Bang Sandi. Tanah tempat darahnya pertama kali tertumpah lewat terburainya tali pusar Sandi kecil dari Ibunda Mien.
CALON Wakil Presiden, Sandiaga Salahuddin Uno (tengah) diapit oleh dua sahabatnya yang kental dengan nuansa Riau, Miftah Nur Sabri (kiri), besar di Dumai, dan Chandra Tirta (kanan), menikah dengan perempuan Riau.
Sandi, jelasnya, banyak bercerita bagamana suka-dukanya tumbuh di Riau. Bermain dengan anak-anak baik di komplek maupun anak-anak kampung di luar komplek. Suatu hari Sandi kecil terdengar bercarut atau berkata kotor oleh Mien Uno.
"Ya, kami anak-anak laki-laki tumbuh di Dumai, biasalah kalau sedang main dengan teman sebaya, mengumpat dengan bercarut. Sebagai bagian hidup berkembang sebagai laki-laki di Melayu beriteraksi dengan berbagai suku bangsa datang ke sana misal dari Jawa, Minang, Batak, Ambon, dan suku bangsa lainnya se-nusantara," kata Miftah.
Mendengar Sandi kecil bercarut. Menyebut angka empat. Mien Uno langsung mengamuk. Sandi langsung diseret ke rumah. Bilang apa tadi.
Dengan lugu, Sandi menyebut kembali carutan tersebut. Empat. Mien Uno langsung dengan sigap ke dapur mengambil cabe giling dan mengolesnya ke bibir dan memasukkannya ke dalam mulut bang Sandi.
"Sejak saat itu saya kapok dan tidak lagi berani bercarut" cerita Sandiaga, suatu kali kepada Miftah.
Lihat Juga:
Pilpres 17 April, Sandiaga: Kita Akan Sambut Kemenangan Ini
Ketum Datang, Ketua DPW PAN Riau Tak Tampak. Dimana?
Bagian bercarut ini bagian paling favorit. Karena menorehkan luka dan trauma masa kecil. Tentunya sesama anak laki-laki tumbuh di Sumatera punya pengalaman serupa.
CALON Wakil Presiden, Sandiaga Salahuddin Uno (baju biru) salat berjemaah disela-sela mengikuti tes kesehatan, Senin, 13 September 2018, di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta. Terlihat Miftah Sabri (pegang peci hitam), anak Dumai, Riau, sahabat Sandi.
Sekarang, ujar Miftah, budak kecil pernah bercarut dan "Kanai Lado" itu dijemput takdir menjadi Calon Wakil Presiden Republik Indonesia, mendampingi Prabowo Subianto. Budak darahnya tertumpah kali pertama di Bumi Melayu. Bumi lancang kuning.
" Semoga Allah meridhai perjuangan dan ikhtiar beliau. Untuk perihal ini saya tanya. "Gimana perasaan?" Semua sudah tertulis di lauhul mahfudz siapa yang akan jadi Presiden dan Wakil Presiden RI 2019, tugas kita hanya ikhtiar. Lakukan yang terbaik, hasil kita serahkan pada kuasa Allah," jawaban Sandi kepada Miftah.
Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE
Follow Twitter @red_riauonline
Subscribe Channel Youtube Riau Online,
Follow Instagram riauonline.co.id