LAPORAN: HASBULLAH TANJUNG
RIAU ONLINE, PEKANBARU - Proyek jalan tol trans Sumatera Riau tampaknya harus mengorbankan sejumlah masyarakat Riau. Pasalnya, sekitar 7 orang warga Kelurahan Telaga Sam-Sam, Kecamatan Kandis, Kabupaten Siak harus dipaksa menjual tanah dengan harga murah.
Salah seorang kakak korban, Rurita Ningrum mengatakan pihak Dinas PU memaksa sejumlah warga yang tanahnya masuk dalam wilayah pengerjaan untuk menerima ganti rugi dengan harga Rp 10.500/m².
"Padahal di NJOP harganya sekitar Rp 36.000, dimana sekarang harga tanah yang Rp 10.500? lagipula ini tanah hunian masyarakat," ungkap Rurita, Senin, 29 Oktober 2018.
Akibatnya, Rurita mengatakan masyarakat menolak dan meminta dilakukan mediasi, namun yang didapatkan malah surat pemberitahuan eksekusi lahan.
"Kami diberi waktu lima hari, termasuk hari libur, yakni tanggal 25-30 Oktober," tuturnya.
Selain itu, surat ini dihantarkan bukan oleh Pengadilan Negeri Siak, melainkan oleh kontraktor pengerjaan jalan ini, yakni PT Hutama Karya.
"Tanpa negosiasi, mereka mengambil keputusan eksekusi paksa," ulasnya.
Padahal, sambung Rurita, lahan adiknya yang akan dieksekusi hanya sekitar 1,4 hektar saja, sehingga tanpa mengeksekusi lahan mereka pun, kontraktor masih bisa mengerjakan lahan yang lain.
"Ada apa dengan PN Siak dan PT HK? Kenapa mereka mendesak sekali? Mereka mengeksekusi tanpa ada mediasi," katanya.
Dilanjutkan Rurita, pihaknya sama sekali tidak bermaksud untuk menghalangi pembangunan, namun ahanya menuntut keadilan agar bisa melanjutkan keberlangsungan hidupnya.
"Kami tidak minta harga yang banyak, tapi minta harga yang layak, karena di lahan ini ada kandang ayam dan pohon sawit. Ini satu-satunya tempat kami menggantungkan hidup," ceritanya.
Rurita juga menyayangkan tidak pedulinya Gubernur Riau, Bupati Siak dan sejumlah pejabat lainnya terhadap nasib mereka.
"Ada 7 warga lainnya yang juga keberatan, mereka terpaksa pasrah daripada tidak dapat sama sekali, betapa lalainya pemerintah sehingga masyarakat dirugikan begini," tuturnya.
Untuk itu, Rurita berharap agar pemerintah baik bubernur, bupati bahkan Kapolda Riau bisa menengahi permasalahan ini.
"Bahkan Satpol PP dan kepolisian sudah mengintimidasi adik saya, makanya saya bilang pemerintah lalai, sangat berbeda dengan Gubernur di Sumut," tambahnya.
Saat ini, Rurita bersama sejumlah masyarakat hanya berharap bantuan dari pemerintah pusat, bahkan ia sudah melayangkan surat tembusan kepada Presiden Jokowi, Komnas HAM dan sejumlah instansi lainnya.
"Saya harap Polda Riau hadir menghentikan sementara eksekusi ini, karena tidak ada kegentingan terhadap negara maupun terhambatnya proyek ini," tutupnya.
Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE
Follow Twitter @red_riauonline
Subscribe Channel Youtube Riau Online,
Follow Instagram riauonline.co.id