Menjadi Indonesia, Tentara India, China dan Inggris Membelot jadi Pejuang

Prajurit-asing-bantu-Indonesi.jpg
(Instagram/Kisah Prajurit)

RIAU ONLINE - Di tengah perjuangan bangsa Indonesia merebut kemerdekaan, terselip kisah menarik ketika pasukan asing di luar Indonesia turut berjuang bersama rakyat Indonesia.

Kala itu memasuki akhir-akhir tahun 1945, sekelompok Laskar Republik di Bogor menghadang sebuah iring-iringan konvoi pasukan Inggris dari British Indian Army (BIA).

Namun dalam waktu singkat, para serdadu BIA itu justru malah balik mengepung para penghadang yang terdiri dari anak-anak muda bersenjatakan beberapa pucuk bedil usang dan parang tersebut dan membuat mereka bertekuk lutut.

Di tengah tawanan yang sudah dikumpulkan, salah seorang opsir BIA berceramah pendek di hadapan pemuda itu.

“Isinya nasihat supaya anak-anak kita jangan melawan, karena katanya mereka bersimpati terhadap perjuangan kita. Dianjurkan pula oleh opsir itu agar anak-anak berlatih dahulu sebelum turun dalam suatu pertempuran sungguh-sungguh…” ungkap Jenderal (Purn) A.H Nasution dalam Sekitar Perang Kemerdekaan Jilid 2, melansir suratkabar.id, Rabu, 23 Mei 2018.

Menurut Nasution, adanya rasa simpati pasukan Inggris asal Asia Selatan seperti India atau Pakistan terhadap perjuangan orang-orang Indonesia tentunya bukan tanpa dasar.

Bukan rahasia lagi, sebagian besar bangsa India saat itu menyimpan rasa tidak senangnya terhadap Belanda, musuh bangsa Indonesia itu.
Hal itu terkait dengan peristiwa di Afrika Selatan, ketika itu perlakuan rasis keturunan Belanda berlangsung secara kencang terhadap orang-orang keturunan India di sana.

Namun para peneliti sejarah BIA di Indonesia seperti Firdaus Sjam dan Zahir Khan menyebut pemicu utama munculnya rasa simpati itu adalah faktor agama.

“Faktor ini yang melahirkan sikap mereka untuk bahu membahu dengan para pejuang republik berperang melawan penjajah sebagai satu fisabilillah…” tulis mereka dalam Peranan Pakistan di Masa Revolusi Kemerdekaan Indonesia.



Menurut Firdaus Syam dan Zahir Khan, ada sekitar 600 prajurit Inggris asal India atau Pakistan yang membelot ke kubu kaum republik. Mereka menyebar tak hanya di kota-kota besar Pulau Jawa, tapi hingga ke wilayah-wilayah Sumatera.

"Sumatera Utara khususnya Medan merupakan basis terbesar para pembelot tersebut bahkan mereka sempat membuat suatu kesatuan khusus terdiri dari kalangan mereka guna melawan militer Belanda di sana,” tulis Firdaus Syam dan Zahir Khan.

Di bawah pimpinan Mayor Abdul Sattar, seorang bangsa India Muslim yang sejak sebelum terjadinya Perang Kemerdekaan, sudah lama tinggal di Medan, mereka menamakan kesatuannya sebagai Bataliyon Putra Asia, yang juga masuk dalam Resimen III Divisi X.

Menurut Muhammad TWH, Bataliyon Putra Asia banyak dilibatkan dalam berbagai operasi tempur di wilayah Medan dan sekitarnya selama Perang Kemerdekaan berlangsung. Bahkan, sebagai tenaga bantuan latih sekaligus petempur, mereka pernah mengirimkan 17 anggota ke Palagan Aceh diikuti oleh seorang prajurit Inggris totok yang membelot bernama John Edward, yang setelah masuk Islam dikenal sebagai Abdullah Inggris.

Kelihaiannya dalam beretorika dan berpidato membuat John bersama seorang pembelot BIA bernama Chandra didapuk menjadi penyiar Radio Perjuangan Rimba Raya, yang memiliki kekuatan daya pancar hingga Australia dan India. Keduanya masing-masing bertugas untuk program bahasa Inggris dan bahasa Urdhu, India.

"Rimba Raya hadir pada saat sebagian besar radio-radio kaum republik mati karena dibungkam Belanda,” ujar Muhammad TWH.

Saat Muhammad Hatta melakukan kunjungan ke Pematang Siantar pada awal 1948, Bataliyon Putra Asia bertugas mengawal Wakil Presiden pertama RI itu.

Namun, beberapa saat usai Hatta meninggalkan kota tersebut, militer Belanda kemudian datang menyerang. Pertempuran hebat tak terelakkan, hingga para patriot dari selatan Asia itu kehabisan amunisi.

Kendati posisi mereka sudah terkepung, mereka tidak lantas menyerah, malah justru mencabut bayonet dan memutuskan untuk berduel satu lawan satu melawan prajurit-prajurit Belanda. Pertempuran jarak dekat itu mengakibatkan 15 prajurit Yon Putra Asia gugur.

“Jasad mereka lantas dimakamkan di Pematang Siantar, namun sekitar tahun 1950-an kerangka-kerangka mereka dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan Medan dalam suatu upacara militer,” kata pengelola Museum Pers Sumatera Utara itu.

Mayor Abdul Sattar yang berhasil lolos dari maut lantas keluar dari dinas militer lepas Perang Kemerdekaan. Kemudian sempat bekerja secara serabutan sebelum akhirnya memutuskan menjadi seorang petinju amatir karena faktor kebutuhan ekonomi. Saat menjadi petinju, orang Medan lebih mengenalnya sebagai Young Sattar.

Di Jawa Barat, pada 30 Agustus 1947 sempat berdiri suatu kesatuan bernama International Volunteers Brigade (IVB), yang terdiri dari tentara republik dari berbagai bangsa Asia, seperti Tiongkok, Filipina, Malaysia, India dan Pakistan. Namun anggota yang paling banyak terdiri dari pasukan India dan Pakistan yang membelot dari kesatuan-kesatuan militer Inggris.