RIAU ONLINE, PEKANBARU - Salah satu pemicu bentrokan antara sopir taksi di Pekanbaru, diduga karena keberadaan puluhan spanduk larangan operasional angkutan berbasis aplikasi. Walikota Pekanbaru, Firdaus MT pun mempertanyakan keberadaan puluhan spanduk tersebut.
Bahkan, orang nomor satu di Pekanbaru ini terkesan kaget mendengar keberadaan spanduk yang terlihat seperti spanduk resmi yang dipasang oleh Dinas Perhubungan Kota Pekanbaru.
Baca juga!
Ratusan Taksi Konvensional "Serbu" Kantor Walikota Pekanbaru
Mulai Hari Ini, Ojek Online Dilarang Beroperasi Di Pekanbaru
Transportasi Online Masih Jadi Polemik Di Pekanbaru
"Saya pun tidak tahu (spanduk larangan operasional angkutan online). Apakah itu dinas atau orang per orang?," kata Firdaus saat dikonfirmasi di Pekanbaru, Senin, 21 Agustus 2017 malam tadi.
Spanduk bertuliskan "Angkutan Sewa Khusus Online - Grab Car, Uber, Go Car dll, dilarang beroperasi di wilayah Kota Pekanbaru" dipasang Jumat, 18 Agustus 2017 kemarin. Spanduk itu tampak menyebar di puluhan titik sudut Kota Pekanbaru.
Keberadaan spanduk tersebut kemudian diduga kuat sebagai pemicu kericuhan yang terjadi antara pengemudi taksi reguler dan online di simpang Mal SKA Pekanbaru. Kericuhan itu menyebabkan sembilan taksi reguler rusak, dan sejumlah pengemudi reguler maupun online mengalami luka-luka.
Firdaus sendiri menuturkan bahwa Dinas Perhubungan Pekanbaru tidak pernah berkonsultasi terkait pemasangan spanduk tersebut.
"Saya kira (Dinas Perhubungan Pekanbaru) tidak ada konsultasi dengan saya," ujarnya.
Firdaus juga menyatakan bahwa dirinya tidak melarang angkutan online beroperasi di Pekanbaru. Dia mengatakan bahwa baik keberadaan angkutan reguler maupun online, sama-sama dibutuhkan dalam perkembangan Kota Pekanbaru.
"Dua-duanya kita butuh. Taksi resmi, ini adalah perusahaan anak bangsa yang telah berpartisipasi dalam membangun. Kemudian teknologi, kita hidup di era digital, untuk jadikan kita cerdas, smart, tentu bagaimana kita gunakan teknologi," kata Firdaus.
Pada Senin pagi tadi ratusan sopir taksi konvensional berunjuk rasa di depan Kantor Wali Kota Pekanbaru untuk memprotes insiden pengrusakan dan penganiayaan, yang diduga dilakukan sopir Gojek pada Minggu malam.
Para demonstran membawa serta sejumlah kendaraan taksi mereka yang hancur akibat bentrokan dengan pengemudi Gojek.
"Kami telah bertahun-tahun ada di Pekanbaru. Bahkan sejak 1976 kami di sini. Sekarang kami hancur dengan keberadaan mereka (angkutan daring)," kata seorang sopir taksi konvensional, Yusra.
Sementara itu, Kepolisian Resor Kota Pekanbaru tengah menyelidiki bentrokan beruntun antara pengemudi transportasi berbasis aplikasi dalam hal ini Gojek dan Go Car dengan para sopir taksi konvensional yang terjadi di Simpang Mall SKA itu.
"Pelaku dalam lidik baik dari sopir taksi konvensional maupun dari yang 'online'," kata Kepala Polresta Pekanbaru, Kombes Pol Susanto di Pekanbaru.
Dia menjelaskan bahwa kejadian itu diduga terkait keberadaan kendaraan berbasis aplikasi yang dianggap mengganggu aktivitasnya sebagai angkutan penumpang.
Mereka juga merasakan bahwa penumpang mulai beralih ke transportasi daring tersebut seperti Go Car, Gojek, Grab dan Uber selain juga dianggap belum diizinkan operasi oleh Pemerintah Kota Pekanbaru.
Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline